Senin, April 18, 2016

XI - XII - Sekarang

Kisah 9 Bakawan adalah perjalanan dunia SMA yang memorinya mungkin tidak akan pernah terformat oleh waktu dan pertemuan dengan manusia-manusia baru. 9 siswa laki-laki yang selalu pulang paling akhir sebagai pengunci gerbang dan bahkan sampai menginap di sekolah, adalah sebuah cerita dimana titik berat keindahan dunia putih abu-abu tertumpu. Namun ada satu cerita lain yang juga tidak kalah menggairahkan untuk tetap dikenang. Dimana kisah itu juga terjadi ketika masih dengan seragam yang sama.

Malam sebenarnya sudah larut dan mata justru baru saja terbangun dari tidur sejak pukul 4 sore. Entah mimpi mana yang awalnya mengawali, tiba-tiba terkenang masa dimana semangat menjadi siswa saat itu masih sedang menggebu. Tidak sengaja kami bertemu dan terlibat keakraban yang panjang, bahkan sampai saat ini. Meski sekarang komunikasi sedikit tersendat akibat rutinitas yang teramat padat, Alhamdulillah, setiap kali mudik, alias pulang kampung ketika lebaran, kami masih selalu diberi kesempatan untuk dapat bertemu. 

Tentang perjalanan semasa SMA, yang sebenarnya masih banyak kawan lain juga turut mengisi kisahnya, tetapi bersama orang-orang ini, ada satu hal yang mungkin agak sulit untuk ditemukan pada pribadi orang lain.

Sebut saja Rahmi Iskandar Zulfi, teman semenjak kami masih berstatus siswa SD, yang kini sedang kuliah di Universitas Gunadarma. Chelsynthia Fiana, kawan dari SMP yang kini adalah seorang mahasiswi di Jurusan Kimia Universitas Andalas. Dan si cerdas Muhammad Ridho, mahasiswa Teknik Elektro Universitas Diponegoro yang kukenal bahkan sebelum kami paham apa arti dari sebuah perkenalan. 

Juga ada Putra Oktavianto (Teknik Listrik Politeknik Negeri Padang), Rendi Afrineldi, penggila Fisika yang namanya kini tercatat sebagai Gubernur BEM FMIPA Universitas Andalas, dan Rina Tri Putri Dayana, si gaul Universitas Baiturrahmah yang akan menjadi seorang perawat yang baik hati -semoga-. Ketiganya baru kukenal ketika duduk di bangku SMA. Oh ya, satu lagi nama yang juga nyambung dengan segala macam obrolan kami, Indah Wahyuni yang sekarang berjuang untuk menjadi seorang bidan profesional. 

Sejujurnya, kami bukan pribadi dengan latar belakang dan kebiasaan yang sama. Faktor XI IPA 1-lah dulunya menjadi akar dari semuanya, yang menjadi awal mula kami dipertemukan secara serentak sehingga menghasilkan satu cerita yang patut dan layak untuk dikenang. Saat itu adalah masa dimana setiap kelas IPA selalu berlomba untuk menjadi yang terbaik, terkompak, dan terkenal seantero sekolah -lebay-. Bahkan untuk menciptakan suasana akrab demi terjalinnya kekompakan, maka kegiatan di luar sekolah pun berusaha untuk tetap kami lakukan secara bersama, salah satunya adalah ketika Malam Minggu. Awalnya ramai, namun lama kelamaan hanya orang-orang yang namanya tersebut di atas yang terus menerus hadir, yang akhirnya meyebabkan pertemanan kami berlanjut hingga kelas XII. 

Perbedaan kelas di kelas XII bukan menjadi halangan, justru karena itulah kami hampir setiap malam selalu hadir di rumah Rahmi yang saat itu dijadikan basecamp. Beberapa alasan kenapa kami secara tidak langsung menjadikan rumah Rahmi sebagai basecamp adalah (1) rumahnya berada di tengah-tengah sehingga mudah diakses, (2) Dekat dengan sekolah sehingga saat jam istirahat atau jam kosong kami dapat ke sana dengan mudah, (3) Kebetulan Ibunya adalah guru di sekolah kami, yang ke (4) selalu tersedia logistik, dan (mungkin) yang ke (5) karena dalam beberapa kondisi Rahmi kadang terlalu bersikap kekanak-kanakan sehingga riskan jika membawanya keluar, -peace :D-. Itulah setidaknya 4 atau 5 alasan mengapa menjadikan rumah Rahmi sebagai basecamp. Kami bertemu di kelas XI dan semakin akrab di kelas XII, terutama karena faktor malam minggu dan belajar bersama dalam menyongsong Ujian Nasional yang untuk pertama kalinya dilakukan penerapan 20 paket soal.

Beberapa hal yang kami lakukan di luar belajar adalah main kartu hingga larut, saling mencaci, bergosip, dan bercerita apa saja. Inilah titik sebenarnya mengapa hanya orang-orang ini yang dapat terus bertahan bahkan hingga kini, karena sedikitpun tidak ada jaim untuk bercerita. Semua aib-aib saat itu terbongkar, cerita-cerita berlabel ngeres sering menghias tanpa ada batas atau filter antara laki-laki dan perempuan. Canda dan tawa tetap hadir meskipun kadang dengan ejekan menyakitkan, hingga rencana jalan-jalan yang setiap pertemuan terus berkoar namun hingga sekarang belum juga terealisasi.

Ya, mereka semua baru saja kembali hadir sebagai bunga tidur. Mengingatkan bahwa pernah terjadi sebuah perjalanan bersama yang kini tidak lagi berada dalam satu langkah yang seirama. Barangkali ada diantara mereka yang sudah lupa, tertimpa oleh cerita-cerita baru yang tentunya lebih seru, atau dengan pengalaman-pengalaman baru yang jauh lebih bermutu. Tidak mengapa, tulisan ini hanya hadir sebagai bentuk dokumentasi, sekedar untuk mengenang cerita lama bahwa di detik-detik perjalananku ada mereka yang pernah hadir menghiasi hari-hari.

2 komentar: