Kamis, Januari 29, 2015

Jika Tuhan Setuju

Aku mulai tak bisa lepas dari mengingatmu sejak hari itu. Ada kesan baru yang membuat cerita ini harus tertulis. Enam jam bersama cukup untuk mengubah pendirian hati yang sebelumnya sangat kokoh tak tergoyah. Perjuangan Enam bulan yang langsung retak oleh Enam jam kebersamaan kita. Adakah yang salah dalam hal ini? Tidak. Tidak ada yang salah dan juga tidak ada yang benar dalam hal ini.

Hati tentu saja tak pernah bohong atas kelakuannya. Sedikit kita membuka cerita, bahwa saat itu kesendirian adalah hal yang mempertemukan kita. Ya, aku dan kamu yang sedang berada dalam kesepian. Hanya saja dalam keadaan yang sedikit berbeda. Aku sepi karena sebuah perpisahan berembel sementara, sementara kau berada dalam dunia bernama kesepian yang sesungguhnya.

Kuperhatikan, tingkah laku dan cara bicaramu menunjukkan bahwa kita memiliki rasa yang sama. Juga kita sama pahami bukanlah sekarang waktu yang tepat untuk saling jujur atas nama cinta. Kita hanya diperbolehkan untuk saling mengagumi, saling menatap dan saling memendam cinta yang kita punya, bahkan hingga detik ini.

Percayalah jika Tuhan setuju, tidak hanya sekedar kagum, tatap ataupun cinta terpendam yang akan menghias hati kita, tetapi cinta sejatilah yang akan menghantar kebahagiaan tanpa membuat luka mereka yang menyaksikan kita melangkah dengan saling menggenggam tangan.

Memori Masa Lalu

Masih ingatkah dengan aku yang pernah membuat luka? Atau mungkin kau sudah lupa dengan tawa kita saat bersama? Lama terpaku dalam kesendirian, dibatasi jarak dan kesibukan, membuat kita tak sempat mengingat satu sama lain. Apapun itu semoga kau masih menyimpan secuil memori nyata dalam ingatanmu tentang masa lalu.

Sosok laki-laki yang sempat kau damba, itulah aku sebelum kini kau membalutnya dengan rasa benci. Jujur saja hingga kini aku tak tahu persis dimana letak kesalahanku. Yang ku tahu kita baik-baik saja bahkan tertawa bersama saat itu. Dan kuingat hari itu adalah terakhir kali kau bicara denganku. Beberapa tahun sudah semuanya berlalu. Kau tak pernah hadir lagi dalam cerita hidupku. Juga aku yang mungkin sudah tidak ada dalam ingatanmu.

Di balik hari itu, saat langkah besar dalam hidup kita ditentukan, aku tak bisa menemuimu. Bukan untuk kembali menggores luka, juga bukan untuk menanyakan dimana salahku sehingga dirimu berubah. Aku hanya ingin memberikan sebuah kado maaf agar ketenangan dalam hatiku kembali ada. Kelak, seandainya Tuhan mempertemukan kita lagi dalam sebuah kesempatan, mungkin kata "MAAF" lah yang paling dulu terucap di bibirku.

Rabu, Januari 28, 2015

Semoga Dia



Layaknya hutan yang masih perawan, masih hijau menyejukkan mata. Begitulah aku mengandaikannya. Perumpamaan untuk seorang wanita suci yang menarik hati untuk dimiliki. Dialah sebuah kesempurnaan yang membuat dunia terasa lebih cemerlang. yang membuat dunia terasa lebih nyata dengan keanggunannya. Sosok elegan seorang wanita, itulah kesederhanaan dalam setiap penampilannya. Ya, aku memujanya, dan memohon pada keadaan agar lebih mau untuk bekerja sama. Biarkan aku memilikinya, biarkkan dia jatuh dalam pelukan dan perlindunganku, biarkan hatinya cair karena keberadaanku dan biarkan aku menjadi seorang kesatria yang membuatnya terperangah.

Senin, Januari 26, 2015

Tak Berkutik Dalam Mesra

Jujur saja bahwa dalam detik itu aku sama sekali tak mengingatmu. Bukan aku melupakan, aku hanya berkonsentrasi dan fokus menatap layar yang menampilkan adegan demi adegan yang membuat penasaran bagaimana kelanjutannya. Fokus tak berujung itu kemudian buyar oleh sebuah adegan selingan. Diantara kacau balaunya dunia perkantoran dan bisnis elektronik serta harga saham yang merosot drastis, tiba-tiba adegan kecil itu muncul. Sepasang kekasih terlihat bermesraan dalam pelukan. Persis apa yang kita lakukan dulu. Aku menganggap bahwa wanita berambut panjang itu adalah kamu, dan aku berperan sebagai laki-laki yang baru saja mengecupmu dalam adegan di film itu.

Aku kembali fokus menatap adegan itu. Sangat mesra. Teringat aku pernah merasakan dan melakukan hal yang sama. Di sini, di tempat aku menatap adegan dalam layar tersebut, kita sedang berdua, bersama dalam pelukan mesra. Putih lehermu yang jenjang dan sedikit dadamu yang terlihat membuat aku tak tahan untuk tidak mendekatkan wajah. Aku sangat sadar ketika itu, bukan nafsu bukan juga gejolak hormon yang membuatku mendekatkan wajah. Hanya ingin menunjukkan bahwa aku benar-benar menyayangimu. Ingin kukecup mesra dirimu hari itu.

Lalu apa yang kau lakukan? Aku ingat ketika itu, kau tidak menghindar. Kau meraih kepalaku, mengacak-acak rambut yang beberapa hari lalu kupotong sambil tertawa kecil, kemudian kau mendorong kepalaku agak menjauh. Sambil tersenyum kau membelai kepalaku. Itu membuatku rebah dan jatuh total dalam pangkuanmu. Aku tak berkutik lagi. Rasa nyaman yang kau beri membuat aku merasa lebih baik tetap seperti ini untuk beberapa waktu.

Minggu, Januari 25, 2015

Paras yang Kurindukan

Dear : Yang tak sempat kumiliki

Ingin kuceritakan seandainya ada waktu untuk jika suatu saat kita bertemu. Tahukah kau bahwa di tempat ini, jauh dari tanah tempat kita mengukir kisah remaja, aku bertemu seorang yang luar dalam hidupnya adalah duplikat dirimu. Hanya tingkat kedewasaan yang membuat kalian tampak sedikit berbeda. Kau yang ku kenal adalah seorang remaja SMA yang sangat kekanak-kanakan dengan ego di atas rata-rata. Sementara dia, dia adalah seorang mahasiswi dengan pola pikir hebat dan itu sangat kukagumi.

Dapat kau prediksi sendiri bahwa aku langsung menyukainya saat pertama kami bertemu. Ketika itu dalam sebuah kegiatan amal di kampus. Aku memang tak langsung bisa mengenalnya bahkan hingga setahun kemudian. Aku hanya bisa menyaksikan parasnya dari jauh, sebagai obat rinduku padamu yang sudah 2 tahun lamanya kita tak berjumpa. Baru 2 bulan trakhir ini aku mengetahui namanya dan tiba-tiba saja kami dekat, perlahan dan semakin akrab. Hingga akhirnya aku merasa nyaman. Bahkan kedekatan itu melebihi apa yang pernah kita alami dan rasakan dulu.

Ya, aku menyukainya, tetapi tidak secara utuh. Hadirmulah yang sebenarnya kurindukan. Sangat kupahami bahwa dirinya adalah pelampiasan hatiku yang merindukan paras cantikmu. Dirimu membuat aku menjadi seorang laki-laki tak berhati. Aku mendamba senyumnya bukan karena keayuan yang ia pancarkan, aku menatap dalam matanya bukan karena aku jatuh cinta padanya, aku merasa tenang di sampingnya bukan karena kenyamanan ia berikan. Tetapi karena dirimu yang sangat kurindukan. karena aku melihat dirimu ada dalam setiap hembusan napasnya.

Suka(?), Tak Bertegur Sapa

Tiga tahun yang lalu, masih ingatkah ketika kita berekreasi ke Universitas Putra Indonesia YPTK Padang? Satu angkatan dimana setiap kelas ditempatkan dalam satu bus besar. Sayang sekali kuota untuk bus maksimal hanya 30 orang sementara satu kelas rata-rata dihuni oleh 34-35 siswa dan itu diketahui beberapa menit sebelum keberangkatan. Solusi? Sangat tidak layak jika disebut solusi. Beberapa siswa laki-laki harus bergantian untuk berdiri. Sudah kodratnya bahwa setiap laki-laki harus mengalah terhadap yang namanya kaum hawa.

Sabtu, Januari 24, 2015

Pelabuhan Baru

Beberapa waktu dalam setiap napas, aku tak bisa berhenti memikirkan sesuatu. Tentang kita yang sebentar lagi akan terombang ambing dalam hubungan yang semakin tidak jelas kepastiannya. Sudah berkali-kali aku belajar merangkai kata untuk berucap padamu. Banyak kesempatan yang hadir, tetapi tak banyak yang dapat kulakukan karena aku sendiri bingung bagaimana memulai sebelum rangkaian kata itu benar-benar melayang sampai di telingamu.

Bukan apa-apa, karena aku hanya ingin mendapat sebuah kepastian tentang hubungan yang semakin terancam ini. Memang saat ini kita berada di puncak rasa sayang, tapi lihatlah sebuah kenyataan bahwa sebentar lagi kita dipastikan akan terhempas ke bawah dengan sangat keras. Kesedihan dan kekecewaan akan hadir saat itu. Mungkin juga disertai dengan air mata. Bangun dan berpikirlah secara logika. Kita akan berpisah. Bukan aku yang menginginkannya. Adalah kisah kita yang akan membuat cinta berubah menjadi puing-puing kesedihan. 

Semakin tidak ada kesempatan untuk menatap matamu, waktu itu semakin dekat saja dan sebentar lagi pasti dia akan datang bersama kekejamannya. Aku meyakini bahwa kau adalah yang terbaik, tapi bagaimana denganmu?. Aku yakin mampu untuk melewati waktu sulit ini, tapi apakah kau juga sanggup?. Aku butuh jawaban untuk meyakinkan apa yang ku jalani. Jawabannya ada pada hatimu. Katakan jika kau mampu, bicaralah bila kau tak sanggup. Ucapkan Sekarang !!!!!! Karena sudah tidak pernah terniat lagi dalam hatiku untuk mencari pelabuhan yang baru.

 

Kamis, Januari 22, 2015

Seventh

Di hari ke 210 ini walau wajah tak bertatap tetapi aku ingin meyakinkanmu akan sesuatu. Aku tahu kita sangat tidak terbiasa dengan hal seperti ini. Aku juga tidak tahu penting atau tidak bagimu untuk mengingatnya. Tujuh bulan sudah, dan aku hanya berniat menunjukkan bahwa aku sebenarnya tak pernah lupa dengan moment itu. Meski dari mulut tak pernah terucap, tetapi aku selalu ingat setiap hal kecil dalam kebersamaan kita. Yakinlah bahwa kita akan terus bersama, meski untuk beberapa saat ke depan mungkin akan terpisah oleh kejamnya roda kehidupan yang terus berputar. Hingga suatu saat, Tuhan akan mempersatukan kita lagi secara utuh dalam sebuah takdir kehidupan yang sebenarnya. Bersabarlah menunggu hingga 1500 hari lagi, di kota ini, kita akan bertemu lagi dalam situasi yang berbeda.

Selasa, Januari 20, 2015

Perpisahan

Kecupan sore itu mengakhiri pertemuan kita. Lokomotif baja telah bersiap membawamu meninggalkan kenangan kita. Sementara aku juga akan melangkah pergi. Sejenak melepas lelah dengan menikmati indahnya alam dari ketinggian. Ada rasa yang membuatku berpikir sesaat sebelum kita berpisah. Saat bibirku menyentuh keningmu, mungkinkah ini yang terakhir? Tak begitu yakin awalnya, namun saat kau balas mengecup, saat kini bibirmu yang balik menyentuh keningku aku merasakan kerinduan yang teramat sangat. Tak kuasa rasanya untuk tidak memelukmu. Aliran kehangatan yang kau berikan membuat aku enggan melepasnya. 

Jarak memang terlalu kejam, pun waktu yang rasanya juga berputar sangat lambat. Seakan ada kerja sama diantara mereka untuk memisahkan kita sejauh dan selama mungkin. Tetapi di dalam dada, ada kebesaran cinta yang akan membuat kita untuk saling menjaga hati. Dan aku percaya itu. 

Rabu, Januari 14, 2015

Terpisah Keadaan

Pikiranku mulai menerawang jauh ke depan. Ada banyak hal yang menusuk otak hingga aku tak memiliki konsentrasi sedikitpun bahkan untuk melakukan hal-hal kecil. Aku takut, tubuhku gemetar membayangkan apa yang akan terjadi beberapa waktu ke depan. Pikiranku gelap dan suram. Hal yang saat ini kecil justru membesar saat aku memikirkannya dalam ketakutan dan kebimbangan. Ingin aku berteriak, lalu  melangkah meninggalkan semua yang kini ada, kembali ke rumah atau beranjak menuju tempat baru yang mungkin lebih baik dan lebih tepat.



Aku ingin mengucapkan terima kasih untuk dirimu. Wanita baik yang mendampingiku meski tak setiap waktu. Berat rasanya untuk berucap, tetapi ada dunia yang jauh lebih penting dari sekedar perasaan kita yang bisa saja pudar termakan waktu dan keadaan. Bukan maksud untuk mengatakan bahwa kita tak lagi serasi, Aku hanya berpikir tentang logika dan keadaan yang mungkin akan terjadi, membelenggu dan memperbudak kita. Hatiku terlalu berat untuk melepas. Saat berbicara tentang perasaan, senyummulah yang selalu menghiasi. Betapa luar biasa dirimu untuk diriku yang bahkan jauh dari kata biasa. 

Ada hal yang perlu kau tahu, dan kuharap satu tempat kecil kau sediakan di hatimu untuk terus mengingat ini selamanya. Aku mencintaimu, aku menyayangimu, dan takkan pernah lupa akan apa yang pernah kita alami bersama. Memang keadaan buruk membuatku menyerah untuk saat ini. Tak berarti perasaanku juga menyerah pada hatimu. Mungkin sekarang kita dipaksa untuk berpisah, tetapi dalam doa di lima waktuku selalu teruntai namamu, bermohon setelah keadaan ini kita akan bertemu dan bersama lagi dalam suasana baru.

Senin, Januari 12, 2015

Debu dalam Kenangan

Tiga hari tak tersentuh, debunya tampak semakin tebal. Ku tiup dengan napas yang sedikit terengah dan tak berefek banyak ternyata. Debu yang menempel tetap tak beranjak, lengket sudah dengan barang yang menyimpan banyak cerita dan kenangan ini. Kuraih tisu dan ku usap perlahan agar sang debu segera lenyap. Sang debu beterbangan entah kemana, memenuhi ruang kamar dan berangsur keluar melalui jendela yang setengah terbuka. 


Kubuka lipatannya, dan menyentuh tombol on dengan sedikit tekanan dari ibu jari. Ada banyak debu yang masih tertempel, seakan memburamkan ingatan tentang kita di ketinggian 2329 mdpl. Lama kuperhatikan, sebuah gambar yang menceritakan kenangan indah beberapa hari yang lalu. Taman Nasional Bromo Tengger Semeru. Disanalah kita berada ketika itu. 


Minggu, Januari 11, 2015

Hujan

Rintiknya sore ini semakin deras dan besar. Suaranya mengalir di daun telinga, terus menusuk masuk hingga akhirnya berhenti dan menggetarkan rumah siput. Jendela terlihat berembun kala itu, sebagian melompat masuk melalui celah-celah kecil di antara ventilasi yang berjejer. Aku memandang lurus dengan tatapan kosong. Beberapa saat lamanya hingga akhirnya lukisanmu masuk dalam imajinasiku. Aku tiba-tiba merindu. Bayanganmu menyergap masuk ke dalam jiwa keringku yang baru saja termakan amarah. Terasa segar, hati yang sebelumnya kerontang berubah lembab akibat senyummu yang hadir dalam bayangku. Namun rindu tetaplah rindu, tak kan terobati jika mata tak saling bertemu. Ingin kubermohon pada hujan yang meninggalkan bau khasnya. Ajaklah dia, bujuklah dia untuk bisa duduk berdua denganku malam ini.

Sabtu, Januari 10, 2015

Rutinitas

Ada pandangan berbeda yang terasa. Tak hanya sekedar menatap, tetapi terus menusuk hingga jauh ke dalam. Juga secercah senyum yang sedikit terumbar disaat bersamaan. Itulah moment langka dan terindah yang pernah ada meski tak mampu meraih jiwa dan hatinya. Cukup dengan tatapan dan senyum yang dia berikan, itulah bahagia yang menggores kenangan indah. Tak banyak cerita bersama yang aku dan dia ukir secara khusus. Hanya aktivitas keseharian dan rutinitas yang kadang menjadikannya terasa spesial. Meski jiwa dan hati tak bersatu namun setidaknya ada cerita, kisah indah yang nantinya akan terkenang sebagai cerita nostalgia dihari tua kelak.

Kamis, Januari 08, 2015

Menunggu Keberanian

Tiba-tiba melambung kembali ingatan pada masa beberapa tahun silam. Saat dunia masih penuh dengan tawa dan ceria. Saat rencana di masa depan belum terpikir sama sekali. Saat cinta masih terlalu dini untuk dirasakan. Ingatan yang kadang menimbulkan kerinduan akan sesosok perempuan yang dulu bertahan lama di relung hati. Bagaimana kabarnya sekarang? Mungkin saja dalam keadaan baik, selalu tersenyum dan bahagia dalam hari-harinya, semoga. Terakhir kali berjumpa, aku ingat sekali, di depan gerbang sekolah. Kita bertemu terakhir kali dan sampai sekarang belum lagi bertatap, satu setengah tahun sudah kita tak berjumpa.

Selasa, Januari 06, 2015

Kanopi Nostalgia

Aku ingat, ini tempat dulu pertama kali kita membuka suara. Pohon yang dulu menjadi saksi telah tumbuh dewasa. Diameternya semakin besar, kanopi daunnya sudah semakin lebar, mencapai trotoar bahkan hingga beberapa puluh centimeter menyentuh badan jalan. sayang sekali aku hanya berjalan sendiri. Rindu akan dirimu yang kini entah dimana. 

Tiga tahun lalu kita berpisah. Aku masih ingat dengan sangat jelas. Tepat sehari sebelum kau kembali ke rumah menghabiskan liburan. Aku menghabiskan setiap tetes air mata sebelum bertemu denganmu, agar kau tidak tahu apa yang akan terjadi. dan pagi itu aku menjemputmu. Seharian penuh kita akan menghabiskan waktu bersama. Bagimu ini adalah perpisahan kita selama sebulan.

Saat kau kembali ke sini, kita tak akan bertemu lagi. Aku telah melangkah meninggalkan kota ini. saat kau kembali kau hanya akan mendengar kabar bahwa aku sudah tak disini, tak akan ada penjelasan akan diriku. Aku hanya meninggalkan sepucuk surat untukmu melalui seorang sahabat kita yang juga tak menyadari itu adalah pertemuannya yang terakhir denganku.

Asal kau tahu, malam itu setelah mengantarmu pulang, aku menangis lagi sampai pagi, membuat mataku bengkak dan terasa sakit. Saat kau memberi kabar telah berada di Jakarta, aku hanya tersenyum. Tidak kubalas karena hanya akan membuat kita sama-sama susah untuk melupakan satu sama lain.

Saat kau memberi kabar, saat itulah aku meninggalkan kota ini. aku terbang ke tempat yang tidak kau tahu. Entah dalam waktu berapa lama aku akan berada disana. Yang pasti kau tidak mungkin akan datang ke sini lalu kita bertemu.

Dan kini setelah tiga tahun lamanya, aku mendapat kesempatan selama dua hari untuk berkunjung kota yang dulu mempertemukan kita. Hanya dua hari dan aku sangat berharap bisa melihatmu. Bukan untuk bertemu, karena mungkin itu akan sangat menyakitkan. Cukup melihat dari jauh saja senyummu yang dulu menjadi daya tarik.


Sabtu, Januari 03, 2015

Rencana


Tawamu lepas, terlihat sangat bahagia. Tak pernah sebelumnya keceriaan yang benar-benar nyata darimu saat kita bersama. Hari ini berbeda, mungkinkah ini bagian dari rentetan rencana yang ada dalam setiap doa di lima waktuku? Inikah jawabannya? Masih terlalu misteri untuk menebaknya sekarang. Namun perbedaan hari  ini menggoreskan keyakinan bahwa memang itulah dia. Rencana luar biasa yang telah dipersiapkan Tuhan dari jauh hari dan sekarang mulai terlihat cahayanya.