Rabu, Desember 31, 2014

Kamu Malam Itu

"Yuk, kita pindah"
Tanganmu meraihku, membimbing menuju ruangan lain yang lebih sepi dari ruangan penuh canda tawa ini.

Aku tak menjawab. Hanya mengikuti perintahmu dan berjalan dengan sedikit oleng rasanya disetiap langkah.

Kau membuka pintu, bau stella yang tergantung sedikit menusuk hidungku. tanpa aba-aba langsung aku berbaring di kasur. Ruangan yang sangat berantakan, tetapi aku sudah tidak peduli lagi. Sejenak mataku terpejam. Entah berapa lama. Yang jelas, ketika aku membuka mata, ruangan ini sudah tidak seperti tadi, dan kau masih sibuk merapikan sesuatu di atas meja.

Aku hanya tersenyum menyaksikanmu.

"kamu tidur gih"
Kau berbalik dan mendekat, lalu duduk tepat di samping kepalaku sambil bersandar di dinding.

"Kamu balik kesana aja, aku gak apa-apa kok" 

"Nggak, aku disini nemenin kamu"
Jawabanmu membuat aku sangat ingin memelukmu.

Malam yang indah di tengah derita yang menyiksa. Mataku kembali terpejam saat kau mengusap-usap rambutku yang basah karena keringat dingin. Terima kasih banyak. Ini adalah waktu dan keadaan yang membuat aku tidak bisa lagi melupakanmu.




Senin, Desember 29, 2014

Senada dan Seirama

Mungkin itulah kata yang tepat. Kita sama-sama paham bahwa jalan yang kita tempuh berbeda. Kita berseberangan kalau aku boleh menilai. tapi sesuatu hal mendekatkan kita. Entah itu darimana mulanya, yang pasti kita sekarang mulai saling memahami, saling mengerti dan sepertinya juga semakin akrab saja. 

Lalu dengan langkah kita yang tidak senada? Bukan tidak senada, mungkin lebih tepatnya belum seirama. Suatu saat waktu juga akan mengerti jikalau kita sebenarnya harus bersama, dia juga pastinya akan merelakan. Tidak sekarang, tetapi suatu saat nanti. Saat dimana waktu benar-benar siap dan merelakan kita untuk bersama. Sekarang cukup untuk saling tersenyum saja melihat dari jauh, dan memandang dengan mata yang menatap sangat dalam, menunggu hingga keadaan membuat langkah kita senada dan seirama

Minggu, Desember 28, 2014

Perhatianmu

Setidaknya terima kasih untuk perhatianmu. Bukan aku tidak senang, hanya saja sedikit ketakutan berhembus di daun telingaku saat perhatianmu tercurah. Dan kau mulai benar-benar mengerti apa yang aku rasa. Meski tak semua, beberapa hal sangat kau pahami tentang aku. Lalu pertanyaan muncul, sampai kapan kau (kita) akan bertahan seperti ini?? Takkan selamanya kurasa. Ada rasa takut jika dalam waktu dekat langkah kita akan tersilang, tujuan kita akan berbeda dan cerita kita akan berakhir.

Kamis, Desember 25, 2014

Setia dengan Senyum


"Ini kita?"
"Ya, itu adalah kita"

Sekedar bukti yang menyatakan bahwa kita pernah bersama. Setidaknya sedikit cerita bisa kita bagikan pada anak cucu kelak. Pun seandainya jika kita mesti berpisah karena suratan takdir yang tidak menginginkan kita untuk bersatu. Jujur saja aku tak merasa yakin akan semua ini. Tapi entahlah, mungkin keadaan yang sedang drop mempengaruhi hati yang mulai terkena serangan depresi. Pikiranku melayang entah kemana, kadang timbul keinginan untuk segera lari sejauh mungkin, mencari tempat baru dan melupakan segala yang pernah terjadi.

"Dimana untaian kata yang dulu bersenandung merdu memberi kenyamanan?"

Mungkin sudah lenyap termakan keadaan. Kita yang selama ini bersama bukanlah keadaan dimana kita seharusnya melangkah. Kita berada di bawah bayang-bayang. Kita tak pernah berdiri sendiri. Kita selalu terkontrol oleh mereka.

"Lalu maksud dari semua ini?"

Tidak ada maksud khusus. Hanya sedikit curahan hati yang lelah termakan waktu dan mulai dilanda kebosanan, mungkin.

"Jadi?"

Biarkan jenuh mengambang di udara, biarkan bosan melayang hingga lenyap, biarkan pengertian muncul menghampiri, terima kedatangan setia dengan senyum, dan tetaplah disini meski hati pernah tergores luka.

Salam hangat untukmu wahai kau cerita hidupku ;-)

Selasa, Desember 23, 2014

Kita (Dan) Teman

Mungkin sudah saatnya kita mencoba untuk mejalani apa yang kita rajut secara mandiri. Bukan maksud mengesampingkan apalagi melupakan mereka yang menjadi medium dalam pertemuan kita. Sadarilah bahwasanya terkadang kita memang sama sekali tak bisa lepas dari jasa orang lain, tetapi juga harus kita pahami beberapa hal kecil yang mungkin dampaknya cukup besar. Kadang Tuhan hanya menyisipkan mereka untuk waktu dan keadaan tertentu saja. Ada kala mereka hanya bertugas sebagai penghantar. Dan itulah sebenarnya keadaan yang terjadi hari ini. Kita telah bersama, namun sama sekali tak bisa lepas dari bayang mereka. Dalam diam aku berpikir, bertanya pada diriku sendiri yang sudah pasti tak tahu cara menjawabannya. Apa makna Relationship antara aku dan kamu? Mengapa seolah rasanya kita tak berkutik saat sedikit suara mereka bersebrangan dengan kata hati salah satu dari kita? Dalam keadaan begini aku merasa kita bukanlah Relationship dalam konteks kebersamaan sebagai kekasih seperti yang orang lain anggap. Kita hanya teman yang terlalu dekat dan terlalu takut untuk melangkah mengikuti kata hati. 

Sabtu, Desember 20, 2014

Saksi

Ingin kukatakan pada pohon trembesi yang dulu menjadi saksi kita, aku semakin sayang dan rinduku semakin tak tertahan saat tak bertemu. Juga rasa cemburu buta yang semakin menebal. Setengah hatiku ingin terus bersama untuk menghabiskan waktu, namun setengah hati lainnya juga harus menyadari bahwa kota ini bukan tempat yang tepat. Ada hawa nafsu yang terus menggerogoti kesucian hati yang dulu terikrar. Ingin sekali rasanya untuk mengadu dan bercerita pada pohon itu. Dulu sedikitpun tak terniat, tetapi cinta, rindu, sayang dan nafsu membelenggu semuanya. Terasa butiran air mata jatuh ke tanah saat melewati pohon kesaksian dan teringat kisah enam bulan lalu. Bermohon agar apa yang dulu terasa bisa kembali hadir seutuhnya. Cinta dan sayang yang berbalut rindu dihiasi rasa percaya dan pengertian, jauh dari aliran nafsu yang terus mengalir seiring waktu yang tiada berhenti

Rabu, Desember 17, 2014

TanyaKu

Ingin kutanyakan saat kita bertemu empat mata, dan tidak hanya sekedar jawaban. Aku menginginkan jawaban yang benar-benar dari apa yang kau rasa. Apa yang hatimu rasakan itulah jawaban dimulutmu. Sayang sekali tak banyak waktu yang dapat mempertemukan kita secara serius. Entah kapan pertanyaan itu dapat terucap, sama sekali aku tak memiliki bayangan. Entah dalam situasi apa nantinya mulutku akan berucap, entah dalam kondisi bagaimana kita saat pertanyaan itu terlontar. 

Masih kusimpan rapat pertanyaan itu. Aku ingin pertanyaan itu kau dengar langsung dan aku juga langsung mendengar jawaban darimu. Tanpa terbata-bata, tanpa keraguan di sela kata yang mengalir dan dengan ekspresi kaget seolah tidak percaya. Bisa saja sebenarnya kutanyakan pada mereka yang terbilang dekat denganmu. Namun jawabannya tak akan sesempurna untaian kata dari bibirmu. Memang lebih baik aku bersabar sejenak hingga kita punya sedikit waktu untuk saling bertatap. Saat itulah nanti aku mendengar jawaban tanpa tekanan yang benar-benar datang dari dalam hatimu.

Jumat, Desember 12, 2014

Waktu Kita

Bahkan untuk saling bertatap muka saja kita harus berjuang keras terlebih dahulu. Tak seperti perjuanganku untuk mendapatkan kamu dulu dimana aku hanya perlu berucap beberapa kata sebelum akhirnya kita saling memiliki. Dan kini semua seolah dibalas. Kita tidak menjalani hubungan jarak jauh, bahkan kita setiap hari beraktifitas di tempat yang sama. Hanya saja memang kesibukan membuat semua menjadi tak ceria. Untuk sekedar melihat senyummu secara langsung saja adalah hal yang sangat langka. Itulas situasi yang ada. Seharusnya kita bisa bertemu setiap hari, tetapi apa yang terjadi harus kita maklumi. Tidak mudah, karena hati selalu saja merasa ada yang kurang saat sedikit kesempatan untuk bertemu malah terlewatkan oleh hal-hal yang tidak pernah terduga. Entahlah dengan apa yang kau rasa. Di sini aku merasa sedikit tumor menggerogot keceriaan hati karenanya.

Rabu, Desember 10, 2014

Benang

Minggu dimana cerita kita mulai seperti benang kusut yang sulit dirapikan. Untung saja ujung dan pangkalnya masih dapat ditemukan sehingga kita sama-sama tahu bagaimana mengatasinya. Mungkin saja suatu saat benang itu benar-benar kusut dan tak bisa dirapikan. Tetapi pasti ada cara untuk menyelesaikannya. Ada ujung dan pangkal. Ada sisi yang harus kita pegang erat untuk tetap berada pada jalur kesetiaan. Besar kemungkinan pegangan itu akan terlepas, juga sangat memungkinkan keeratannya tetap terjaga. Sejauh mana kita saling mempengaruhi terhadap jiwa masing-masing, sejauh itulah kita akan tetap bersama dalam ceria dan air mata

Minggu, Desember 07, 2014

Ada

-Pukul Sepuluh malam-

"masih kesel?"

Aku hanya diam, bahkan tidak menoleh.

Diam kembali menyelimuti setelah pertanyaan itu. Bahkan suara binatang malam hanya terdengar sesekali. Mungkin mereka mengikuti irama hati kita yang sedang beku terbakar amarah.

5 menit kita dalam keadaan diam. Perlahan aku merasa ada sesuatu yang melingkar di leher. Menarik tubuhku dan membuatnya sedikit condong ke kanan. Bau khas perempuan mulai menusuk hidungku. Bau yang sangat aku sukai.

"Kamu kenapa?"

Suara itu berdesir sangat lembut ditelingaku dan aku hanya diam.

Kau mendekapku karena aku tidak bersuara. Terasa ubun-ubunku baru saja dikecup. Dan aku tetap saja diam. Beberapa saat kau biarkan aku bersandar di dadamu. Sambil kau terus mendekap dan membelai rambutku.

"Maaf"

Hanya kata itu yang kembali keluar dari mulutmu, yang akhirnya membuatku tergugah. Aku mendongak. Jarak kita sangat dekat sampai bisa kurasakan hembusan nafasmu.

Setengah sadar aku balas memeluk tubuhmu yang sedang mendekapku. Aliran kehangatan terus mengalir, mengusir dingin di malam yang sedang gerimis.

"Aku temani kamu, kalau kamu mau"

Suaramu berbisik ditlingaku

Lalu kita keluar ditengah gerimis yang sejam kemudian mereda.

"kamu yakin?"

Satu sisiku tidak tega melihatmu harus berada di jalanan saat larut malam. Namun tak dapat kutepis keinginan bahwa aku masih ingin bersamamu di singkatnya waktu pertemuan kita.

Kau tersenyum dan itu membuatku yakin.

Tidak hanya yakin kalau malam itu kau akan menemaniku sampai matahari terbit. Tetapi juga yakin bahwa saat kita bersama kau benar-benar ada untukku.

-Terima kasih untuk semuanya-



Emosi

Sedikit cerita hadir dalam perjalanan cinta yang kurang lebih menginjak masa bulan ke Lima. Entah mengapa hari itu, Jumat kelabu yang berkawan rintik hujan menghiasi hati yang tengah dilanda galau. sebuah ruangan kecil kumasuki untuk menenangkan hati yang tengah berkecamuk. Mungkin akibat rasa rindu karena sudah lebih seminggu tak berjumpa. Dan itu sangat menyiksa. 

Ada kesempatan besar untuk kita bertemu ketika itu, sayang sekali kau terlalu bermain-main dengan semuanya. seolah tidak memahami dan tidak peduli akan rasa rindu yang tengah menyiksaku. Jujur saja itu terlalu membuatku kesal dan sedikit demi sedikit memunculkan amarah. Ada pikiran yang muncul di hatiku bahwa kau mulai mencoba untuk mempermainkan aku. Terlihat kau seperti mulai jenuh dan ingin lepas dari bayangku. Antara percaya dan tidak aku terus menerus menahan emosi yang terus naik ke ubun-ubun.
Dalam sedikit waktu di akhir kesempatan kita untuk bertemu, akhirnya kau datang. Sayang sekali aku sudah benar-benar tak kuasa menahan marah. Rasa kesalku membuncah dan tak ingin ditemui siapa pun. Tiba-tiba kau masuk, langsung duduk disampingku seperti biasa. Ingin aku meluapkan amarah saat itu juga, namun rangkulanmu membuat semuanya tertahan. layar laptop tiba-tiba meredup, seakan mempersilahkan untuk kita bicara. sayang sekali tak banyak waktu karena jam bertamu sudah habis dan kau diharuskan untuk segera angkat kaki
.
Sekitar Lima belas menit aku berada dalam rangkulanmu. Memang terasa sangat nyaman dan hangat, namun emosi tak bisa sirna begitu saja. Aku menatapmu saat kunyatakan apa yang hatiku tengah rasakan. Ya, itulah aku yang tidak ingin punya rahasia lagi diantara kita. Akan langsung kukatakan ketika ada sesuatu yang mengganjal di hati. kadang mungkin membuatmu kecewa, tapi ya sudahlah, aku rasa itu lebih baik daripada menutupinya. Toh belakangan juga pasti akan terungkap.

Sedikit terasa lega tepat setelah aku mencurahkan segala emosi dan kesal yang menggondok di hati. Terlihat wajahmu yang tampak sedikit lelah. Wajah imut yang sedikit dirasuki rasa bersalah. Jujur aku tidak tega, tapi apa boleh buat, hari itu mungkin kita sama-sama berada dalam keadaan bersalah. 

Tak ingin lagi aku keluar dari pelukanmu. Mencium bau khas dari tubuhmu, terkena deraian rambutmu yang hitam lurus, tajam menusuk wajahku. Dan juga kecupanmu yang mendarat di pipi kiriku sebagai ungkapan maaf atas semua yang terjadi hari ini. Ah, kau benar-benar mampu mengendaalikanku. 

Kamis, Desember 04, 2014

Makna

Percayalah, ini bukan hanya tentang jahatnya dunia berperilaku. Sedikit ketegasan harus hadir dikedalaman hati yang paling dasar bahwasanya sama sekali tak terbayang akan apa yang telah berlalu. Harus terang-terangan mulutku berkata, terserah percaya atau tidak, yang pasti maknailah sendiri dengan pikiran yang sudah mulai menginjak kepala dua. Jujur, ada ketakutan akan kehilangan jika keadaannya terus begini. Relung hati hanya menginginkan sebuah ikatan yang membuat kita benar-benar tak bisa berpisah. Sejujurnya aku sudah menutup pintu hati untuk yang lain. Di luar sana banyak godaan yang hanya dalam satu kerdipan mata dapat membuat kita berpaling, kehilangan, lalu berujung pada pertengkaran tiaada akhir bahkan hingga deraian air mata yang sulit terhapus. Renungkanlah agak sejenak makna dari beratnya kata dalam goresanku. Ini bukan kemauanku semata, ada yang lebih berpengaruh di sini. Bahwa sesungguhnya aku merasa ketakutan seandainya suatu saat nanti, entah besok, lusa, atau kapanpun, tiba-tiba matamu tertutup untuk melihat tulusnya hatikuku.

:>)

Ada kegalauan yang tiba-tiba datang merasuk. Pernah hati merasa ragu untuk meneruskannya, melihat semua yang terjadi di depan mata, ingin rasanya untuk mundur saja dan pergi menyendiri. Lalu sekarang semua berubah, semua berbalik. Tak setitikpun ada keinginan untuk beranjak. Terlalu nyaman rasanya di sini. Ada seseorang yang senyumnya selalu tertinggal, sorot matanya yang tak terlupakan, dan suara lembutnya yang selalu terlantun di telinga. Ada belaian mesra yang memberi kehangatan. Ada bau khas yang membuat tubuh merasa sangat betah untuk selalu menempel. Hingga akhirnya ada rindu yang selalu muncul di detik-detik perpisahan.