Selasa, April 03, 2018

SEBUAH PERISTIWA

Bukankah kita sama-sama ingin saling mengenal? Lalu kenapa kita sama-sama diam saat bertemu, seolah tidak ada apa-apa sama sekali? Aku tahu, kamu mengkepoi kehidupanku lewat apa saja yang kamu bisa, sosial media atau mungkin bertanya kepada yang mengenalku. Tenang saja, kamu bukan satu-satunya, aku pun melakukan hal yang sama agar bisa tahu lebih banyak tentangmu.

Aku tidak ingat kapan semuanya bermula, yang kutahu sekarang aku sangat antusias setiap kali mendengar kabar terbarumu. Walau tidak ada kemajuan dan perkembangan perihal kita tidak masalah, setidaknya aku tahu kamu masih baik-baik saja.

Aku belakangan ini ingin membuat pertemuan denganmu, tentu saja dengan mengandalkan nuansa kebetulan, karena mengajakmu bertemu langsung aku tidak cukup bernyali. Sejauh ini tidak ada yang bisa kulakukan, kecuali harap-harap yang kusemogakan untuk menjadi kenyataan meski tanpa usaha.

Bukannya aku tidak mau berusaha, aku ingin. Tapi seperti yang kamu mungkin bisa pahami, aku bukan tipe orang yang bisa bicara dengan baik saat aku menginginkan sesuatu, dan sampai sejauh ini aku juga tidak menemukan cara untuk menemuimu, tentunya temu yang tidak hanya sekedar bertemu tanpa sapa.

Kadang aku berharap pada sebuah peristiwa, apa saja, yang penting saat itu aku dan kamu ada di tempat yang sama pada waktu yang sama. Aku akan memberanikan diri menyapamu. Aku tahu kamu tidak akan memulai lebih dulu, maka aku yang akan mengambil peran itu. Sebuah peristiwa, hanya itu yang barangkali bisa membuat kita menjadi manusia yang berdefinisi sebagai makhluk sosial.

Selasa, Februari 20, 2018

SALING MENGENAL BUKAN SEKEDAR UNTUK MENAMBAH JUMLAH ORANG YANG DIKENALI

Memanglah alur hidup selalu cukup sulit untuk diprediksi. Seperti kita misalnya, aku baru menyadari kehadiranmu di penghujung keberadaanku di kota ini. Kamu pun barangkali sama, baru tahu belakangan ini bahwa ada aku yang selama ini selalu diam membisu tidak jauh dari keseharianmu. Tapi tetap saja, perkenalan adalah perkenalan. Setidaknya menambah daftar orang baru yang aku maupun kamu kenali semenjak tinggal di kota ini.

Aku tidak bisa menebak, untuk apa kita saling mengenal, benarkah sekedar menambah daftar orang yang dikenali? Atau malah berperan lebih dari sekedar kenalan. Tentu saja aku dan kamu yang akan menentukannya. Tapi kita sejauh ini tidak punya alasan mengapa harus sering bertegur sapa jika tidak kebetulan sedang berjumpa.

Apa kita sedang memikirkan hal yang sama?

Tidak ada yang tahu sampai kita mendiskusikannya. Aku tidak ingin banyak berkhayal, karena sekarang keadaan menuntutku untuk menjadi seorang yang realistis. Yang kupercayai, jika kita diharuskan untuk saling berbagi, maka nanti keadaan akan memberikan fasilitasnya. Dan aku juga percaya pada satu hal lain, bahwa kita saling mengenal bukan sekedar untuk menambah jumlah orang yang dikenali. Kita saling mengenal karena kamu akan berperan dalam ceritaku dan aku akan menjadi tokoh dalam kisahhmu. 

Lihat nanti saja, apakah peranmu penting dalam alur ceritaku, dan apakah aku menjadi tokoh utama dalam kisahmu. 

Selasa, Januari 09, 2018

Menembus Hujan

Menembus hujan pernah kita lakukan. Kita berbasah-basahan, lalu kedinginan bersama. Indah jika waktu-waktu yang pernah kita lewati bersama dulu itu jika dikenang.

Waktu itu aku ingin merangkul lalu memelukmu. Dingin membuatku ingin merasakan hangatnya tubuh jika kita saling menyatu. Aku ingin kita berdua mengusir dingin bersama.

Kamu pun sepertinya sama. Kamu ingin kita berhadapan dalam jarak yang sangat dekat, lalu kedua tanganmu melingkar di pundakku, dan kedua tanganku melingkar di pinggangmu.

Pada akhirnya kita melakukannya. Kita larut dalam pelukan teramat erat, dan itu adalah yang ternyaman yang pernah kurasa dan lakukan bersamamu. 

Sesederhana itu bahagia untukku jika sudah denganmu.

Maka sekarang aku bertanya, kapan kita akan dapat melakukannya lagi?

Aku rindu adegan-adegan romantis bersamamu.

Minggu, Januari 07, 2018

Kabut dan Jingga Senja

Ada kabut yang kadang menutupi jingganya senja di ufuk barat. Membuatnya menjadi nampak tidak begitu gemilang. Senja sebagai batas antara siang dan malam harusnya menghadirkan nuansa indah penenang jiwa. Tapi siapa yang akan menganggapnya indah jika yang terlihat hanya putih saja sepanjang mata memandang?

Sayang saja aku tidak punya wewenang untuk protes kepada alam. Yang disediakan alam adalah yang terindah sebenarnya, hanya saja suasana hati dan keinginan yang terus membuatnya menjadi seperti tak sesuai harapan.

Seperti senja ini misalnya. Kabut menyelimuti ke arah manapun mataku menuju. Padahal beberapa jam yang lalu panas begitu menyengat. Tidak ada yang menyangka bahwa jingga senja sebagai peralihan hari tidak akan ada, terkalahkan oleh kabut yang ternyata sore ini lebih perkasa.

Padahal aku sudah membuat rencana kecil. Aku akan duduk di balkon bertemankan segelas kopi hitam dan sebuah buku yang kemaren belum selesai kubaca. Itu jika senja ada jingganya, jika kabut seperti ini, hal terbaik yang dilakukan adalah berbaring di kasur lalu dihimpit selimut panas. Kabut selalu membawa dingin di kota ini, dan memilih memanfaatkannya dengan tidur adalah pilihan terbaik bagi manusia-manusia yang sepanjang hari lelah atas berbagai kesibukan macam aku ini.