Sabtu, September 30, 2017

Tersanjung

Wajah putihnya memerah, terbakar terserang garangnya mentari. Hanya saja senyumnya tetap merekah, masih menunjukkan aura, bahwa dirinyalah perempuan terbaik yang pernah disaksikan mata. 

Siapakah kelak laki-laki itu? Siapapun dia, maka kepadanya layak disematkan ucapan selamat teramat besar. Dialah yang nanti akan membuatku cemburu setengah mati.

Suratku kepada Tuhan, mengapa bukan aku saja? 

Sampai sekarang tidak kunjung mendapat jawaban.

Wahai kamu yang sedang kuperbincangkan dalam khayal. Pertama, maaf karena sering mengacuhkanmu. Tidak ada keberanianku bahkan sekedar untuk menyapa. Aku dilanda gugup setiap melihatmu.

Kedua, terima kasih telah meluangkan beberapa detikmu sekedar untuk memandangiku. Tidak apa, saat tatap kita beradu kamu berpaling. Karena aku juga melakukan hal yang sama. Terima kasih juga karena telah berpindah posisi, mendekat hingga berdiri hanya beberapa centimeter di sampingku. 

Kamu buat aku tersanjung walau tidak bicara sepatah pun kata. Ya, diammu saja membuat aku jadi tersanjung. Bagaimana jadinya jika Tuhan malah membuat kita saling jatuh cinta.


Jumat, September 29, 2017

Pertanian, Ilmu dengan Grade Terendah (?)




Sebelumnya mohon maaf yang teramat besar jika ternyata ada konten dalam tulisan ini yang menyinggung. Bukan maksud seperti itu, melainkan ini hanya pertanyaan yang tidak tahu kemana harus dialamatkan. Barangkali nanti mungkin ada yang bersedia untuk menjawab, atau memperbaiki pendapat-pendapat dalam tulisan ini yang dianggap kurang tepat.

Beberapa waktu yang lalu kita cukup dihebohkan dengan pertanyaan tentang kemana lulusan mahasiswa pertanian? Ya, sebagian mereka ada yang bekerja di bank, di bidang asuransi, atau di bidang apapun yang tidak ada kaitannya langsung dengan dunia pertanian. Sebagai mahasiswa pertanian, bagi saya pertanyaan demikian tentu menjadi perhatian, apalagi saya dibesarkan di lingkungan petani. 

Pertanian sering kali dianggap oleh beberapa orang sebagai bidang ilmu dengan grade terendah di antara bidang ilmu eksakta lainnya. Ini tentu tidak bisa dibenarkan begitu saja. Saya tidak setuju. Tapi hati kecil saya kadang juga harus berkata demikian melihat betapa dunia pertanian negeri ini memang masih jauh dari harapan. Dapat dilihat dari angka kemiskinan yang cukup tinggi jatuh kepada mereka dengan pekerjaan utama sebagai petani. Mungkin alasan ini yang membuat sebagian lulusan pertanian minggat dari dunianya. Dalam waktu dekat, di negeri ini bidang pertanian memang masih terlalu kecil peluangnya untuk mendapatkan masa depan cerah.

Luka, Perih, dan Pedih

Beberapa orang tetap ingin tenggelam dalam perih yang dirasanya, enggan menyembuhkan meski sebenarnya dia bisa. Biasanya ini  adalah perih perihal cinta, perihal kejatuhatian. Seberapa besar kekuatan cinta yang membuatnya bisa bertahan seolah sedang menikmati perih? 

Perih ini juga adalah tentang luka. Yang digores oleh seseorang yang dulu katanya membawa cinta. Sangat akrab dengan kebahagiaan, tapi tidak ada yang bisa memprediksi seberapa baik dia berhubungan dengan kepedihan.

Luka, perih, dan pedih. Demikian cinta tanpa landasan logika.

Lulus Di Waktu Yang Tepat

Hasil gambar untuk toga kelulusan
sumber; google.com
Barangkali salah satu hal yang paling dicemaskan banyak orang adalah waktu. Enggan ketinggalan olehnya, tapi disaat bersamaan juga sering tidak kuasa menjinakkan kelalaian.  Ada berapa banyak orang yang kecewa gegara waktu yang berjalan tidak sesuai keinginan?

Aku saja misalnya, normalnya seorang yang menuju sarjana membutuhkan waktu empat tahun untuk dinyatakan lulus. Tapi bagiku itu waktu yang terlalu singkat. Alhasil, aku masih merasakan dunia kampus yang disebut Semester 9. Mengerjakan skripsi tidak lebih menarik daripada menulis fiksi untuk diikutsertakan lomba, beberapa Alhamdulillah berkah, beberapa lagi hanya berakhir sebagai bagian dari latihan biasa.

Untung saja ada pepatah yang entah kapan munculnya dan siapa pembuatnya mampir ditelingaku. Tidak perlu lulus tepat waktu, tetapi luluslah di waktu yang tepat.

Aku masih sangsi, tapi bisa jadi ini ada benarnya. 

Ketepatan waktu adalah segalanya, karena keterelambatan akan selalu berujung pada penyesalan. 'Tidak perlu lulus tepat waktu' , adalah ungkapan yang hanya dinyatakan oleh orang-orang yang sudah merasakan pahit dan penyeselan perihal keterlambatan, tetapi mencoba menutupinya dengan berbagai alasan penghibur diri.

'Luluslah di waktu yang tepat'. Aku setuju dengan yang ini. Tapi waktu yang tepat bukan berarti lebih dari empat tahun sesuai kenormalan masa studi seorang calon sarjana. Konotasinya seperti berubah, dipengaruhi oleh kalimat pertama yang merujuk kepada masa studi lebih dari yang seharusnya. Seolah waktu yang tepat bukanlah saat berhasil menyelesaikan semua mata kuliah selama empat tahun.

Ini kesalahan, tapi aku berusaha untuk mengimaninya, mau tidak mau. Sebagai motivasi guna menyelesaikan skripsi, sebagai alasan kenapa aku masih tetap menulis prosa-prosa dan karya fiksi lainnya. Artinya, ada orang yang kadang-kadang terpaksa mengikuti pendapat-pendapat yang dia sendiri menyangsikan kebenarannya. 

Senin, September 25, 2017

Prediksi Kejadian Yang Terjadi

Hujan sudah cukup lama tidak menjadi topik bicaraku. Sejak pertemuan denganmu barangkali. Ya, pertemuan kita tempo hari sama sekali tidak ada hubungannya dengan Hujan. Kita bertemu di suatu kecerahan malam. Di tempat yang gelap, hanya biasan cahaya jejeran lampu jalan yang berhasil masuk ke sana. Tapi itu agaknya sudah lebih dari cukup. Dengan itu saja aku sudah dapat melihat kemilau senyum yang kamu gambarkan di rona wajahmu.

Pertanyaanku, siapa kiranya yang beruntung menjadi pemilik senyum itu?

Setiap orang mungkin berhak mendapatkannya darimu. Tetapi pemilik, jelas hanya satu. Dia yang akan menjaga supaya cahaya senyummu tetap anggun seperti sedia kala.

Aku ingin, tapi merasa bukanlah seorang yang pantas. Yang bisa kulakukan hanyalah berusaha memantaskan diri.

Jika melihat sekitar, maka kepercayaan diriku langsung sirna, berganti dengan kalimat-kalimat yang mengagungkan ketidakmungkinan. Kamu berdiri diantara orang-orang hebat yang berkelebihan. Mereka siap sedia selalu dengan itu, memengedepankan keunggulannya untuk menarik perhatian. Sementara aku, bukan seorang yang bisa kamu harapkan.

Tentunya tidak ada yang tahu. Semua yang akan terjadi nanti hanyalah berupa prediksi, sampai tiba waktunya dia terjadi. Apapun bisa menjadi kemungkinan. Bisa saja aku yang bukan apa-apa ini yang justru kelak membuatmu jatuh hati. Bisa saja esok atau lusa aku menemukan diriku sendiri dalam keadaan yang berbeda. Kejadian yang akan membuatmu bergantung padaku, tidak ada yang bisa menolaknya jika demikian takdir meminta.