Senin, Juni 30, 2014

My First

Embun pagi yang kini sedang berada di awang-awang membuat aku ingin kembali merasakan yang terjadi malam itu. Ada kehangatan meski sebenarnya malam saat itu jauh lebih dingin dari pagi yang kini menyelimuti dunia. Baru beberapa hari yang lalu, dan kini aku merindukannya kembali.

Ada banyak kenangan yang membuat aku tidak pernah bisa lupa. Begitu tulus jemari bermain di telapak tangan. Meninggalkan sedikit rasa geli di bekas sentuhannya. Memunculkan kehangatan serta menghadirkan senyum saat mata memandang.

Kala itu adalah yang pertama dalam hidup. Melangkah bersama ditemani banyak cerita. Menghabiskan malam dalam dekapan kehangatan. Menyaksikan bulan yang saat itu sinarnya sedang redup, dan juga bintang yang hanya menampakkan diri beberapa saja. Membuat langit terlihat begitu sepi dan murung. Bertolak belakang dengan hati yang kini sedang girang merasakan damainya cinta

Minggu, Juni 29, 2014

Kehangatan

Aku terbangun dari tidur dan masih teringat jelas hal terindah yang pernah aku rasakan di sini. Sebuah kehangatan yang menyiram tubuh di tengah suhu kota yang sebenarnya terbilang dingin. Duduk bersebelahan dengannya menikmati udara malam bersama hembusan angin. Sandaran kepalanya di bahuku seolah menghadirkan aliran lembut nada-nada pendamai jiwa yang kini tidak lagi kosong. Ada kebahagian malam itu saat rambutnya beterbangan tertiup angin, menyentuh wajahku dan meninggalkan aroma semerbak yang sangat khas. Tak bisa kusembunyikan, bahwa ada hasrat ingin membelai lembut kepalanya, menggenggam tangannya yang memancarkan kehangatan, dan mengecup keningnya dengan penuh kasih.

Chemistry is You and Me

Genggaman tangan itu terasa sangat menghangatkan tubuh. Jemarinya yang lembut bermain di telapak tanganku yang sedikit kedinginan. Menghangatkan suasana malam kota Batu yang selalu identik dengan suhu di bawah rata-rata. Untuk pertama kalinya, aku merasakan sentuhan hangat yang begitu mesra, rambutnya yang tertiup angin menyentuh wajahku yang berada tepat di sampingnya. 

Beberapa saat yang lalu kami menghabiskan waktu bersama dengan melangkah mengelilingi museum yang baru saja diresmikan. Berjalan melihat dunia tempo doeloe di berbagai belahan dunia. Berdampingan dalam langkah yang seirama. Butuh waktu lebih dari dua jam untuk benar-benar bisa menyaksikan semua yang ada dalam museum. Dan dalam dua jam itu pulalah, aku dan dia berusaha membentuk sebuah chemistry agar rasa canggung tak lagi menjadi penghalang untuk kebersamaan kami kelak. 

Banyak foto yang terabadikan di sore itu. Sayang sekali tak semua momen dapat diabadikan saat aku berada di sampingnya. Butuh relawan lain untuk membantu menjepret kamera. Dan itu bukanlah hal mudah karena tidak semua orang mau menjadi suka relawan mengabadikan kebersamaan dua insan yang masih sangat anyar dalam damainya cinta.

Kami berjalan menyusuri rute sesuai panah yang telah tersedia. Berjalan berdampingan bersama bahu yang terus bergesekan dengan halus akibat dekatnya jarak saat melangkah. Tak ada lagi pemisah. Kami adalah sepasang insan yang masih berusaha untuk melakukan sebuah pendekatan. Melahirkan pengertian satu sama lain untuk saling memahami. Dan mungkin inilah tempat untuk itu semua bisa menjadi sebuah kenyataan. 

Tidak ada yang mengenal kami di sini. Tatapan mata yang saling beradu pandang ditemani senyum adalah bukti sekaligus saksi bahwa kami sekarang adalah sepasang kekasih. Tak banyak kata yang keluar dari bibir, tetapi makna tatapan dan senyuman sudah cukup mampu untuk menciptakan sebuah pengertian diantara kami.

Sebuah bangku bermotif mobil lawas keluaran jerman terlihat kosong di rute akhir perjalanan kami. Berada di pojok dan sedikit tertutup, menjadi tempat yang pas untuk melepas kepenatan kaki setelah melangkah beberapa jam lamanya. Aku mengajaknya duduk, dan kami duduk berdampingan untuk jarak yang sangat dekat. Bahu saling bersinggungan dan rambutnya kadang-kadang menyentuh wajahku. Aku dan dia bersandar dengan sangat santai. Dan dalam jarak yang sangat dekat itu, kapala kami saling menopang. Terkadang saling memandang. Membuat aku dapat merasakan hembusan nafasnya. Kemudian kata-kata keluar dari mulutku untuk mengajaknya bicara. Kami bercerita banyak hal, tentang apa saja, tentang kuliah, tentang keluarga, teman lama, dan tentu saja masalah kecil yang sebentar lagi akan kami hadapi selama dua bulan lamanya.

Banyak cerita yang terukir sore itu. Bahkan hingga langit sudah benar-benar gelap, kami masih betah dalam kebersamaan di sana. Tak peduli beberapa orang yang melirik kepada kami. Satu yang pasti, kebahagiaan benar-benar ada di sore menjelang malam kala itu.

Aku menyodorkan tanganku saat kami hendak kembali berjalan meninggalkan museum. Dia tersenyum, menatapku sejenak dan membalas sodoran tanganku dengan sebuah genggaman yang begitu hangat. Kami mulai melangkah menyusuri lorong akhir dari perjalanan di museum dengan tangan yang saling menggenggam. 

Udara dingin di luar begitu menusuk, tulang seolah bergetar akibat angin malam yang berusaha merasuki tubuh. Kami melanjutkan malam di alun-alun kota. Alun-alun indah yang menjadi icon kota ini. Duduk bersama diantara ramainya pengunjung dan kerlap kerlipnya lampu yang menghiasi. 

Kami berjalan mencari tempat nyaman untuk bisa menikmati malam perpisahan. Di bawah komidi putar kami berhenti dan disanalah kami kembali bercerita banyak tentang apa saja. Udara malam semakin dingin, hembusan angin pun semakin kencang.

Dia menatapku dalam-dalam. Matanya jelas menusuk jauh ke dalam bola mataku. Dia tersenyum, dan aku mulai memahami maksudnya. Tangannya kuraih dan kembali aku menggenggam jemarinya yang lebih mungil dari jari-jariku. Dia tersenyum dan tetap menatap ku dalam senyum. Kemudian sandaran kepalanya di bahuku membuat rasa dingin benar-benar terusir. Begitu lama kami berada dalam keadaan demikian. Menikmati malam yang semakin larut bersama seorang yang namanya kini ada di ruang hati yang paling megah. 

Begitu indah malam yang kini aku nikmati. Sentuhan lembut dari kulitnya menghilangan rasa dingin yang menyelimuti Kota. Gerak rambutnya yang membelai wajah membuat aku benar-benar merasa manja. Dan dia, ketika kepalanya bersandar di bahuku, tampak senyum indah menghiasi bibir tipisnya, memperlihatkan lesung pipinya yang membuat ia tambah cantik malam ini.

Jumat, Juni 27, 2014

Rindu Setia

Aku butuh sebuah kata bernama 'kesetiaan' yang membuat keyakinan mengalir di hati. Aku butuh sebuah bukti kecil yang membuat rinduku tak sia-sia. Juga aku butuh kepercayaan untuk menjaga semua yang berhubungan dengan kita. Kita masih terlalu muda, masih terlalu dini untuk berbicara mengenai kesetiaan. Kita belum bisa memaknai kesetiaan itu seperti apa. Tetapi kita dapat merasakan bahwa kerinduan ada dalam dada saat jarak menjadi pembatas. Saat mata tak saling menatap, rindu selalu berbicara dalam sebuah harmoni, mengungkap rasa pada jiwa-jiwa yang tengah kesepian

Kamis, Juni 26, 2014

--------

Ada kisah baru di beberapa kata yang ada saat ini terangkai. Pertama dalam keisenganku membuat kata-kata tak bermakna ditemani seorang yang selama ini secara tidak langsung namanya sudah terpampang dalam postingan-postingan sebelumnya. Sedikit bergetar jemari untuk berkolaborasi dengan tuts-tuts yang ada. Sedikit lebih susah untuk berfikir, kata apa yang sebaiknya tercipta saat telunjuk dan yang lainnya menyentuh beberapa huruf yang tertera. Seolah otak belum mampu untuk menyatakan apa yang sebenarnya hati rasakan sekarang. Ada cerita tak terungkap dibalik ini semua. Duduk berdampingan dengan seorang yang selama ini menginspirasi. Mata yang sedikit nakal berusaha untuk melirik ke samping, memperhatikan ekspresi wajah yang kini ia tampilkan. Ada rasa yang masih terus membelenggu hati dan ini adalah sebuah siksaan. Sangat tampak bahwa sifat pengecut terhampar di hadapannya kini. Hanya mampu bermain kata dalam tulisan untuk mengungkapkan kekaguman. Bahkan saat ini, ketika dia berada di sisi, tetap saja keberanian belum mampu untuk mengungkap isi hati yang berisi pujian dari sebuah ketulusan.

Minggu, Juni 22, 2014

Politik Versi

Sedikit berubah arah mengenai topik yang akan gue share hari ini. Ada beberapa bisikan yang menyuruh untuk tidak menulis cerita galau dan absurd melulu, sekali-sekali rubahlah untuk berekspresi lebih ceria.

Di sini bisikan itu menuju ke arah poitik. Apa yang terbayang saat politik itu terdengar di telinga? Tak perlu memberi jawaban karena 95% tebakan dari jawaban gue dijamin benar. Ketika kata politik mengudara dapat dipastikan (jika kalian orang indonesia) bahwa yang ada dalam pikiran saat ini adalah carut marut negeri, debat saling menjatuhkan, perebutan kekuasaan, dan tentu saja KORUPSI. Jika mungkin pikiran kita tidak sama, setidaknya secara kasar itulah gambaran yang ada di benak kalian saat kata 'politik' mengudara. Jujur aja gak usah ngebantah.

Sekarang gue mau ngeshare politik ibu pertiwi saat ini dari penglihatan, dari pengalaman, dan dari kesimpulan yang dapat gue ambil setelah melihat berita-berita di tipi. Ya, ini adalah cerita politik versi gue, jangan ngebantah, jangan tersinggung, dan jangan banyak koment. Ini ekspresi gue tentang politik. Jadi kalo gak setuju mending gak usah dibaca. OK !!!!

Ini 2014 men !!! Jiiaahh dan ini rencananya adalah tahun pertama gue milih pemimpin negeri ini (kalo ntar sempet). Gak ada yang aneh emang, sebab bagi mereka yang KTP nya udah lewat 17 tahun kayak gue (umur pemilik maksudnya, bukan umur KTPnya) itu udah dibolehin milih. Bener gak. Ya bener dong. Maka dari itu, bocah yang sekarang kuliah di UNIBRAW (Universitas Negeri Berbau Swasta) ini udah punya hak buat nyoblos muka para mulut besar yang penuh janji minim realisasi.

Bukan bermaksud menjelek-jelekkan calon pemimpin bangsa, karena emang udah jelek dari sononya, ini hanyalah isi hati gue. Mari kita lihat mereka (calon pemimpin bangsa rek) dari sisi lain, dari sudut lain yang jarang terpikir oleh banyak orang. Beberapa bilang kata kerennya sih 'dibalik layar', sama kayak judul postingan gue beberapa waktu yang lalu berarti. 

Kita tahu mereka adalah calon pemimpin kita untuk 5 tahun ke depan. (yaiyalah, secara udah ngabisin duit buat kampanye segitu banyaknya). Mereka adalah panutan yang akan kita ikuti jejaknya. Mereka adalah orang yang akan kita patuhi perintah dan aturan mainnya. Mereka adalah orang yang akan melindungi kita, sekaligus mereka adalah orang yang akan membodohi kita untuk lima tahun ke depan. Mengapa begitu? Kalian pikir aja sendiri, renungkan saat bintang malam jatuh dan menyentuh tanah, atau saat mentari mulai tersenyum dari sisi timur ketika embun pagi masih berjaya (galau lagi). 

Cobalah buka hati, mata dan telinga (lirik lagunya maliq n' decentials) saat mereka berkoar dalam kata, saat mata mereka berapi-api mengutarakan ide-ide brilian untuk bangsa. Perhatikan dengan seksama, melalui hati, mata dan telinga yang tadi gue bilang, akan terlihat sedikit senyum miring tersungging di bibir mereka yang baru saja disinggahi busa-busa omongan besar untuk sebuah janji palsu. Dan itu pulalah yang sangat tidak terlihat oleh 200 jutaan pemirsa negeri ini. Pemirsa tertipu oleh kepandaian moderator debat dalam memainkan peran dan mengalihakan perhatian.

Tidak jelas siapa yang benar siapa yang salah. Debat pemimpin itu hanyalah permainan kata dalam bualan semata. Mereka berkata untuk sebuah wibawa, bukan untuk sebuah aspirasi. Mereka bersuara untuk sebuah tahta, bukan cinta terhadap yang dibawah. Itulah mereka, berusaha untuk menjadi seorang publik speaking yang baik, yang akan berimbas pada banyaknya paku yang akan mencoblos batang hidung mereka di TPS nanti. Katanya mereka adalah pemimpin yang baik dan pemimpin yang amanah. Lalu, adakah karakter seperti itu mereka miliki kalau dalam persaingan masih terus menjatuhkan kubu lawan. Itukah yang namanya pemimpin?

Ok, segitu dulu dari gue. Udah jangan galau, itu kalian, dan ini gue. Gue hanya menyuarakan isi hati  yang sedikit berbeda dari mereka yang berpihak ke salah satu kubu. 

Good bye :D :D