Jumat, Februari 24, 2017

Kalimat Yang Mengubah Semangat


Kau tahu bagaimana cara menjadikan hidupmu baik? Bermakna? Berarti? Bahagia? Layak diingat setiap detiknya? Jangan risau jika kau rasa belum mendapatkannya. Hanya waktu dan keadaan saja yang belum berpihak. Semua akan menyapamu jika kau sendiri pandai bermain dengan peran dan keadaan yang ada.

Ada banyak orang yang berlalu lalang disetiap harimu, sebagian dari mereka menyapa, tetapi yang lain tidak. Sebagian dari mereka cukup akrab denganmu sementara yang lain tidak peduli sama sekali bahkan tidak kau kenal, banyak malah. Kau perlu paham bahwa sebagian makna kehidupanmu ada pada kehadiran mereka yang menyapa. Mereka, jika kau berdamai dengan peran dan keadaan, maka akan membuat hidupmu terasa baik dan berarti.

Jangan tanyakan dulu apa kau bahagia atau tidak dengan kehadiran mereka, kau hanya perlu menyadari, apakah hari-harimu setelah dan sebelum ada mereka berbeda? Apakah kehadiran mereka membuat setiap detik di hari-harimu layak untuk diingat?

Aku sendiri yakin, dari sekian banyak mereka yang hadir, ada satu yang mempengaruhimu secara menyeluruh. Jika kau bicara dengannya, maka setiap kata yang terbit dari pita suaranya bagimu adalah suara merdu yang menimbulkan semangat. Dan jika kau dan dia saling berbalas pesan atau chattingan, maka setiap kata dalam tulisannya akan berevolusi menjadi kalimat-kalimat yang khidmat sekali kau resapi.

Senin, Februari 20, 2017

Percakapan Tanpa Ujung

Ada pertanyaanku yang rasanya butuh sekali untuk kamu dapat menjawabnya. Tidak begitu penting, tetapi penasaran seperti memaksa untuk aku terus menagih jawabanmu melalui gejolak-gejolaknya.

Menurutmu apa yang membuat kita tiba-tiba menjadi akrab? Aku tidak begitu yakin dengan jawabanku. Barangkali karena baru saja aku telah menemukan watak yang memang sedang dibutuhkan. Sebuah pikiran yang pandai menyesuaikan dengan keadaan. Satu sikap yang mahir sekali memainkan peran. Itu versiku. Lalu versimu, apa yang sebenarnya membuat kamu tiba-tiba enggan mengakhiri percakapan?

Sejauh ini aku dan kamu masih berusaha untuk sekedar saling mengenal. Entahlah yang akan terjadi di hari berikutnya. Kita sudah cukup banyak membahas hal, mulai dari yang remeh temeh sampai yang sedikit berbobot, mulai dari yang konyol hingga yang agak serius. Tidakkah kamu merasa ada yang janggal?

Terlepas dari kamu sadar atau tidak, kita nyatanya telah mengobrol lebih dari sekedar untuk mengisi pembahasan hari ini saja, melainkan sedikit demi sedikit juga tanpa sadar sudah kita coba sematkan tentang hari di depan nanti meski belum jelas betul ujung pangkalnya. Jadi inti pertanyaanku, ada apa antara aku dan kamu yang sedang larut dalam percakapan tanpa ujung?


Sabtu, Februari 11, 2017

Fotogenik

Padang, Januari 2017

“Tidak, yang seperti itu bukan wajah orang sini. Nampak beda sekali. Kulitnya tidak sawo matang melainkan putih, matanya juga terlalu sipit untuk ukuran orang sini. Tapi bahasa dan logatnya sangat kental, sepertinya terlahir dan besar di sini.”

Memangnya kenapa? Ada masalah apa kalau dia memang bukan orang sini tapi lahir dan besar di sini?

“Tidak, aku hanya tertarik saja ketika dia datang, ketika dia ikut bergabung lalu membuat suasana menjadi lebih ramai. Suaranya lebih dominan daripada yang lain, gerakan tangannya lebih aktif daripada yang lain. Dan terakhir, ketika dia tertawa atau tersenyum, kedua mata sipitnya itu nampak hilang tertelan kulit pipi dan alis tebalnya.”

Kapan kamu saksikan?

“Waktu aku main ke kampusnya. Di kantin kampus kami duduk, dengan kawan-kawannya awalnya –yang hari itu baru kukenal secara nyata, sebelumnya cuma via media sosial. Dia lalu datang dan ikut bergabung.”

Sudah kenalan?

“Waktu itu kami berjabat tangan, menyebutkan nama masing-masing yang sebenaranya jika tidak disebutkan pun kami sudah sama-sama tahu. Dia sendiri yang bilang begitu, mungkin karena kami sudah saling berteman di dunia maya.”

Lalu apa yang membuat dia jadi menarik?

“Aku tidak begitu paham. Mungkin karena sebelumnya dia sering muncul di timeline, kadang kami saling berbagi like tanpa berpikir apa-apa kecuali ‘main sosmed’. Dan hari ini ternyata ketemu aslinya.”

Jika dipandangi, lebih menarik di Sosmed apa yang asli?

Setiap orang nampaknya adalah fotogenik dengan aura tersendiri. Aku rasa itu sudah cukup mampu menjawab, kan?”

Itu percakapanku dengan kawan lama, menggunakan bahasa daerah yang telah dimodifikasi kalimatnya, tapi sama sekali tidak mengubah maksud dan benang merah topik pembicaraan. Hingga akhirnya kota malam itu diguyur hujan deras, entah sampai jam berapa, aku sudah terlanjur larut dalam kenyamanan bersama selimut tebal sebelum tengah malam menjelang. Yang masih kuingat sebelum mata benar-benar terpejam, terakhir kali aku menyaksikan layar gadget yang menampilkan fotonya, foto perempuan yang tadi aku dan kawanku bicarakan, sepertinya dia akan mulai menjadi topik di beberapa tulisan di blogku. 

Kamis, Februari 09, 2017

Pluviophile; Aroma Kopi dan Detik-Detik Terbaiknya

Aroma seduhan kopi panas? Itu sama sedapnya dengan aroma tanah yang muncul setelah hujan reda. Rona harumnya berbeda, tetapi keduanya sama-sama menghasilkan nuansa penenang jiwa. Adalah nikmat istimewa ketika seorang pecandu kopi menyadari ternyata dirinya juga seorang Pluviophile. Nikmat yang tidak terbiaskan ketika suasana dingin sesaat setelah hujan berhenti menyiram bumi berpadu dengan kepulan asap dari segelas kopi yang terhidang. Beradu baunya, lalu menyatu menghasilkan aroma baru yang semakin membuat candu.

Tidak jauh berbeda denganmu, kehadiranmu adalah bagaikan senja. Pembatas siang dan malam yang jingganya tiada sungkan memberi pesona. Dibuat candu? Rasanya iya. Tapi tidak, ini candu yang berbeda. Entah bagaimana pula rasanya ada kamu saat kopiku terhidang, ketika sedang menikmati senja yang baru saja berhenti diguyur hujan. Mungkin jingganya tidak sepekat biasa, tetapi berkatmu hari menjelang malam menjadi tidak surut indahnya.

Begitulah kadang. Jiwa butuh beberapa nuansa yang tidak sama untuk saling dipadukan, hingga akhirnya didapat suasana terbaik yang diinginkan hati guna menciptakan detik-detik terbaiknya.

Kamis, Februari 02, 2017

Candu

Jika kamu tanyakan semenjak kapan aku menjadi seorang Pluviophile, maka tidak bisa kujawab tepatnya kapan. Aku lupa, maksudku aku tidak pernah peduli dengan segala macam istilah tentang hobi anehku ini. Menyukai hujan? Tidak, aku tidak begitu tertarik. Hujan seringkali membuatku malas. Tetapi hujan reda membuat semuanya jadi indah. Bukan, bukan pelangi seperti yang disangka banyak orang. Yang selalu memamerkan keeleganan warnanya begitu butir-butir air berhenti menyiram tanah. 

Yang kusuka saat hujan reda adalah ketika tanah yang disiraminya menimbulkan aroma. Barangkali tidak dapat kamu nikmati sensasinya. Aku pun mulanya tidak peduli, tetapi aroma tanah setelah hujan selalu mendatangkan candu. Seringkali menghadirkan inspirasi, sedikit cerita selalu diukirnya, atau dibawanya aku ke kisah masa lama yang sarat makna. Juga, alasan lain yang membuatku candu, aroma tanah setelah hujan selalu mampu menangkal rindu.