Selasa, April 11, 2017

Tidak Mudah Ditebak, Dan Tidak Ada Romantis-Romantisnya

Jika kau ingat dari detik ini sampai ke belakang sana saat kita bertemu pertama kali, menurutmu apa dan kapan detik teromantis yang pernah kita lalui? Jangan bertanya balik. Aku bertanya karena bingung, dan sampai saat ini kurasa tidak ada sesuatu yang begitu romantis yang pernah kita lewati. Entahlah, aku tidak begitu paham dengan yang disebut romantis. Kata orang rasanya berbunga-bunga, ketika sudah lewat dan dikenang lagi akan membuat tersenyum, lalu mengkhayalkannya. Benar demikian?

Setiap kali mengingat apa-apa tentangmu -maksudku tentang aku dan kamu, tentang waktu yang pernah kita habiskan bersama, aku selalu tersenyum saat membayangkannya. Apakah itu artinya setiap detik yang kita lewati adalah sebuah keromantisan? Tapi kamu selalu bilang, aku bukan laki-laki romantis, aku pun mengakuinya. Aku tidak merasa dekat sekali dengan romantis yang kamu dan orang-orang maksud, aku bahkan tidak kenal dengannya. Aku tidak pandai berlaku layaknya laki-laki yang membuat perempuan yang disayangnya menjadi berbunga-bunga. Tidak, aku bukan tipe yang seperti itu. Terakhir kali kamu protes, aku hanya bisa diam saja. Harus dengan kalimat yang bagaimana, aku bingung menjawabnya.

Hanya kamu juga selalu bilang, aku tidak mudah ditebak. Apa yang kulakukan selalu menjadi surprise buatmu. Katamu kamu tidak pernah bisa menerka apa yang kulakukan, terutama di hari-hari penting kita. Yang kulakukan selalu berada di luar yang kamu sangka. Apakah boleh aku menganggap laku demikian sebagai sesuatu yang romantis? Setidaknya untuk mengurangi bebanku karena protesmu yang selalu menganggap aku tidak ada romantis-romantisnya.

I L U S I

Aku tidak akan pernah bisa menyentuh perempuan-perempuan sepertimu. 

Tidak akan pernah aku dan kamu berada di satu jalur yang sama. 

Kita selalu saja akan melangkah secara  tidak beriringan. 

Sedetikpun adalah ketidakmungkinan untuk aku dapat membersamakan diri denganmu. 

Aku tidak cukup berhasil mengimajinasikanmu dalam masa depanku.


Karenanya aku mulai diam, mulai tidak bersuara, dan mulai memperlambat langkah. 

Kamu memang sebaiknya berada di depan sana. 

Jauh di sana yang bahkan punggungmu saja hanya dapat kulihat samar

Begitulah kita. . . . . .


Selama ini kita terjebak, aku dan kamu sama-sama tidak sadar

Pertemuan kita nyata, tapi tidak untuk harap dan imajinasi yang terangkai

Semuanya semu dan palsu 

Rencana yang kita buat tidak lebih dari sekedar wacana

Tidak akan pernah ada wujud nyatanya


Percuma. . . . . . . .

Sebaiknya aku berhenti menghubungimu

Pun kamu sebaiknya tidak perlu meresponku

Ini ilusi, dan selamanya akan menjadi ilusi

Selasa, April 04, 2017

Karena Dipermainkan Oleh Jarak

Kamu yang pernah bertemu denganku, masih ingat dengan liburan yang pernah kita rencanakan tempo hari? Ah, aku rasa sudah lupa. Jangankan dengan rencana liburan, denganku saja mungkin kamu susah untuk mengingat lagi. Aku sudah tertelan oleh kesibukanmu, terbenam oleh banyaknya orang-orang baru yang kamu kenal. Jarak juga sama, berkolaborasi dia dengan waktu untuk membuat kita seperti dua orang yang tidak saling kenal. Mereka kejam, egois juga kurasa. Sedikitpun tidak mau mengalah. Dia buat kita terpisah dalam hitungan kilometer yang entah berapa ribu, juga dalam jeda waktu yang tidak tahu sampai kapan batas akhirnya.

Malam tadi rasanya aku baru saja memimpikan kamu. Tidak begitu jelas kuingat, tapi cukup berhasil membuka lagi lembaran pertemuan kita yang sudah lama berlalu. Rasanya seperti membersihkan debu pada kulit buku yang lama sekali tergeletak di atas meja di rumah tak berpenghuni. Tidak ada selama ini tangan yang menyentuh. Luput dari perhatian dan kepentingan.

Sama denganku, aku bukan seorang yang layak untuk dapat perhatian, bukan juga seorang yang bisa kamu anggap penting. Aku seorang yang layak terlupakan, seorang yang tidak ada gunanya untuk diingat. Sampai kapanpun sepertinya akan begitu.

Ya sudah, mungkin sudah begitu garis hidupku, aku tidak akan mampu membangun komunikasi yang baik denganmu. Kita terlalu fokus pada banyak hal di luar ini. perhatian aku kepadamu atau kamu kepadaku tidak pernah berjalan baik, yang ada adalah perhatian kita tercurah pada kehidupan masing-masing, dan kita -khususnya aku seperti tidak berusaha untuk membersamakannya.

Membersamakannya pun buat apa? Aku dan kamu agaknya tidak akan pernah bisa menjadi kita. Aku yang saat ini sedang rindu, bukanlah merasakan rindu yang sebenarnya. Hanya rindu semu, rindu yang tercipta karena dipermainkan oleh jarak.