Kamis, Februari 13, 2014

Kegagalan itu Menjadi Bungkusan Kenangan

Ingatkah ketika kita dulu bersama dalam sebuah kelas? Mereka membiarkan kita bersama, hanya kita berdua yang ada dalam kelas ketika itu. Mereka mengerti, mereka paham akan semua yang sedang terjadi ketika rasa itu mulai tumbuh. Semua mendukung, semua membantu dan semua menyetujui yang terjadi ketika itu. Dukungan penuh mereka berikan untukku, lebih tepatnya untuk kita.
                Namun dukungan mereka bukanlah sesuatu yang memudahkan, tidak ada efek yang berarti terhadap hubungan yang tengah bergejolak ketika itu. Bukan saja sebuah rasa yang tumbuh karena berada dalam lokasi yang sama. Namun sebuah tatapan ketika awal dulu ternyata menjadi benih yang tak bisa hilang dan tumbuh semakin dewasa.
                Kini mungkin hanya aku yang merasakan bahwa itu tidak lagi sekedar benih, bahkan mungkin telah tumbuh lebih besar dari sebuah kecambah. Dan dirimu, apa yang terjadi?? Apa yang kau rasakan?? Samakah isi dalam hati kita saat itu??
                Sulit untuk menebak dan sulit untuk mengetahui. Ketertutupan itu membuatku tidak bisa bergerak banyak dan membuatku lebih banyak untuk terdiam ketika memandangmu yang berjalan dengann begitu anggunnya. Oh sungguh sangat menggetarkan hati lenggok tubuh itu. Betapa aku ingin memilikinya. Bukan skedar untuk nafsu belaka. Tetapi aku ingin menjaga keutuhannya dan memiliki seutuhnya.
                Tidak ada yang bisa aku lakukan kecuali berharap dan terus mencoba untuk mendekati. Entah mengapa kali ini aku terlalu ambisius untuk sebuah rasa yang bersifat ilusi ini. Selalu saja baying keindahannya membuat seluruh urat syaraf terfokus pada satu titik. Hanya itu, hanya sebuah titik yang begitu besar yang menjadi tempat tercurahnya seluruh elemen yang ada dalam tubuh ini. Yang mengendalikan alam sadar dan alam bawah sadar.
                Semua itu kini sudah menjadi kenangan. Sudah tidak bisa lagi harapan besarku untuk menyentuh itu semua. Tidak ada lagi hak ku untuk bisa mendapatkan seperti yang aku inginkan dulu. AKu hanya bisa tersenyum melihatmu kini yang sudah berada dalam lindungan orang yang memang kau mau. Dan itu bukan aku. Sedikit terpaksa memang, namun aku terus mencoba untuk memahami dan mengerti pilihan yang telah kau ambil. Aku berusaha ikhlas, meskipun dulu kebencian sempat tertancap saat melihat orang yang beruntung mendapatkanmu kini.
                Aku sadar, sudah tidak ada lagi gunanya untuk menyimpan kebencian yang tak ada landasan itu. Itu adalah pilihanmu. Itulah yang menurutmu terbaik, meskipun aku merasa ada yang lebih baik dari pilihan yang telah kau ambil. Tapi sekali lagi, aku berusaha untuk ikhlas dan mencoba untuk menerima keputusanmu.
                Kini kenangan itu akan kusimpan, ku bungkus rapi dalam sebuah kotak yang aku ikat dengan pita merah agr menjadi lebih indah. Suatu saat mungkin kau akan membutuhkannya. Aku siap kapan saja untuk itu. Mmberikanmu yang terbaik, dan membuatmu untuk selalu tersenyum.

                Aku tidak mengharapkan ini terjadi, namun ketika suatu saat nanti, kau terjatuh tanpa ada pegangan dan tengah berada dalam kesendiriaan, berjanjilah untuk datang padaku. Tidak ada alasan untukku akan menolakmu karena itulah yang aku inginkan sejak dulu. HAdirlah di hadapanku dan pancarkan senyum indah itu untukku. Hapuslah air matamu dan aku akan membuat itu adalah air mata terakhir yang pernah kau jatuhkan.

Rabu, Februari 12, 2014

Rasa dan Ilusi

                
Waktuku akhirnya habis tersita untuk sebuah penantian yang seperti terliaht sia-sia. Hanya karena seorang wanita, yang bahkan tak pernah menghargai perasaan orang yang menyayanginya dengan tulus. Bertahun-tahun menghabiskan waktu dalam penantian panjang yang tak berguna. Telah banyak yang terkorbankan atas penantian selama ini. Yang berakhir dengan tumpahan air mata kesedihan. Begitu kisah yang di awali dengan senyum dan kegembiraan dulunya, kini malah terjepit oleh kekecewaan dan kesedihan.
                Adalah sesuatu yang sangat menyakitkan, melihat tangan lembutnya kini sudah ada yang menyentuh. Mereka berada dalam senyum kebahagiaan, Seolah menancapkan sebuah tombak cemoohan yang luar biasa panas atas penantian dan kesia-siaan selama ini. Mereka tertawa, memperlihatkan betapa bahagianya mereka saat itu. Mereka tahu, seorang di sana, di belakang mereka tengah melihat dengan kesedihan yang begitu hebat. Mereka menyadari itu, namun tidak tersentuh sama sekali untuk sedikit meredam kebahagiaan yang sedang mereka umbar. Bagaimana sakitnya seorang dalam penantian yang sia-sia dan kini berada dalam genggaman orang lain.
                Begitu banyak kesedihan yang terdapat di atas bumi. Namun taka da yang sesakit ini. Di kala melihat mereka berjalan bergandengan tangan, melihat mereka berada dalam kemesraan dan melihat mereka saling pandang dengan sebuah senyum yang saling terkasih.
                Sangat berat rasanya untuk mendoakan yang terbaik bagi mereka yang tengah dilanda kebahagiaan. Sungguh sangat sulit mendapatkan rasa ikhlas bagi mereka. Tetapi adalah sebuah perjuangan yang begitu indah jika itu semua berhasil. Mengikhlaskan yang di sayang untuk mendapatkan kebahagiaan sejatinya.
                Dan kini mencoba untuk memasuki dunia yang baru terasa begitu sulit. Tanpa hadir sang pujaan, mungkin itu memang lebih baik, tapi butuh waktu yang cukup untuk segera bisa menerima kehadiran orang baru. Orang yang lebih baik dan lebih tepat. Yang lebih bisa memahami dan mengerti.

                Tidaklah mudah karena bayangan lama masih selalu saja mengikuti. Seperti belum mengikhlaskan meski dia sudah berada dalam lindungan seorang yang menurutnya lebih baik. Dan itu adalah sebuah ilusi. Aku sadar itu namun sangat sulit untuk mempercayainya. Dia tidak akan kembali, tetapi aku tetap sajakeras kepala. Orang lain telah mendapatkannya, tetapi hati masih saja terus berharap. Sungguh seorang yang bodoh. Tidak mampu lagi menimang mana yang baik dan benar, tidak mampu lagi membedakan mana yang nyata dan ilusi. Itulah efek dari rasa yang terlalu berlebihan

Menyakitkan dan Sebuah Penantian

                
Ini adalah sedikit kisah pahit yang membumbui perjalananku di masa putih abu-abu beberapa bulan yang lalu. Sebelumnya, kin aku duduk di bangku kuliah Universitas Brawijaya Malang semester 1 di jurusan agroekoteknologi. Jurusan yang sampai sekarang belum aku ketahui kedalamannya, karena dari awal, sejak SMA dulu tujuanku adalah Jurusan Psikologi Universitas Padjadjaran Bandung. Dan sayang sekali kini sepertinya sudah benar-benar aku lepaskan. Dan mulai ikhlas untuk menjalani duniaku yang ada saat ini.
                Berbicara tentang kisah pahit di SMA, sangat tidak mungkin untuk lepas dari kehadiran seorang wanita. Kaum hawa yang begitu berpengaruh banyak terhadap roda kehidupan siapapun di atas dunia ini. Tidak mengnal kasta, jabatan dan juga tempat, bahkan umur sekalipun. Lawan jenis ini selalu menjadi sebuah pengaruh dan magnet.
                Seorang wanita berparas manis dan berkaca mata telah mngusik kehidupan remajaku. Masa-masa di mana kelabilanku benar-benar sedang di uji. Masa di mana banyak orang mengatakan kehidupan terindah sedang dijalani. Dan begitulah, wanita berkaca mata itu adalah bumbu dalam kisah hidup dalm 2 tahun terakhir aku berada di SMA.
                Memang sudah sangat familiar wajah itu. Wajah yang sering tertunduk saat berjalan, dan suara lembut yang keluar dari bibir mungilnya. Adalah tetangga kelas ketika aku masih berada di tahun awal perjalananku selama ditutupi kain putih dan abu-abu. Tidak kenal, dan sama sekali tidak ada rasa. Hanya saja sebuah ketertarikan untuk memandangnya lebih lama. Mungkin juga sebuah keinginan untuk saling beradu tatap dengannya. Namun sangatlah mustahil ketika itu. Berjalan dengan wajahnya yang hampir selalu tertunduk, membuat sebuah kemustahilan itu seolah memang benar-benar nyata. Mustahil mata elegan itu akan beradu tatap dengan mataku yang hamper selalu dengan ekspresi sayu seperti orang habis begadang dan kehilangan sandal.
                Ya, mungkin memang tidak ada kesempatan, tapi paling tidak aku bisa melihatnya hampir setiap hari. Hanya melihat !! tidak ada yang lain. Cukup sekedar memandang saja. Dan begitulah kehidupan berlalu setiap hari di tahun awal ku sebagai seorang siswa Sekolah Menengah Atas. Masih dalam tahap perkenalan kata mereka yang sok menjadi penguasa saat MOS dulu.
                Setahun habis hanya untuk melihat dan menatap saja. Lebih parah lagi, tidak ada balasan sama sekali. Dan juga orang yang di maksud tidak mengetahui apa yang terjadi, sehingga tidak ada balasan sama sekali. Memang butuh perjalanan panjang untuk semua itu. Bahkan ketika sudah tidak lagi menjadi yang terbawah. Ketika sudah menduduki kelas XI pun, tidak ada perkembangan yang terlalu berarti. Hanya saja, kini aku bisa melihatnya lebih dekat dan mengetahui namanya. Jujur selama satu tahun penuh aku mengamati gadis itu, tak pernah aku tahu siapa namanya, di mana rumahnya, apalagi mengetahui lebih jauh tentang hal yang lebih pribadi.
                Kini sudah tidak lagi menjadi yang terkecil. Satu angkatan kakak kelas telah angkat kaki dari sekolah ini. Ada keluarga baru. Namun yang terlihat di awal tetaplah menjadi sebuah daya Tarik yang jauh lebih kuat. Betapa rasa itu sungguh tak bisa hilang, apalagi kini, setelah naik kelas, sesuatu mulai berpihak, kami di tempatkan di kelas yang sama. Dan perjuangan serta kisah pun di mulai dari sini.


                Tidak terjadi apa-apa sama sekali ketika di bulan-bulan awal kelas XI di mulai. Hanya pembuatan struktur dan pemilihan petinggi-petinggi kelas. Semua seolah focus pada tujuan utama mengapa mereka berada di sini. Motivasi kuat sedang melanda ketika itu, Melihat kakak-kakak kelas mencoret baju dan kini mereka berada di Universitas TOP negeri ini. Semangat untuk segera menyusul mereka sedang terpatri dalam hati yang kini menguasai jiwa. Rasa persaudaraan dan semangat solidaritas juga sedang hadir di Antara kami, meskipun ketika itu taka da seorangpun yang menyadari akan hal itu.
                Beberapa saat lamanya kami terfokus, tanpa selingan, dan tanpa hiburan kecil. Sebelum akhirnya, sahabat karibku kini, yang dulu adalah orang yang aku benci bersama kawan kelasku yang lama, membuka sebuah cerita yang akhirnya menjadi sebuah kisah yang benar-benar indah apabila kini aku mengingat hal itu.
                Orang jahil ini secara tidak sengaja mengetahui, bahwa tatapanku kini sedang menuju kepada seorang di pojok sana, yang sedang menulis, entah apa yang di tulisnya, karena ketika itu adalah jam istirahat. Mulutnya yang lumayan lebar dan sedikit tidak bisa ditahan membuka semua rahasia yang selama ini aku pendam sendiri. Meskipun tak pernah kuberi tahu, namun yang ada di hati tetaplah tidak bisa dipungkiri. Dan itu membuat aku terdiam ketika candaan dan sedikit lelucon mulai datang dari mereka. Antara aku dan wanita itu tentu saja.
                Sejak saat itulah, mungkin juga karena efek dari lelucon yang emnggerayangiku setiap hari, rasa itu mulai muncul. Tidak lagi sekedar ketertarikan untuk melihat, namun kini rasa yang lain, yang lebih ingin dekat, sepertinya mulai hadir. Dan kemungkinan itu semua membuatku menjadi lebih bersemangat melangkah ke lahan seluas sekitar 100 m2 itu. Hari-hari indah kini sedang aku lalui. Meski tidak banyak waktuku yang habis bersamanya, melihat senyum dan matanya setiap hari sudah membuatku jauh merasa lebih senang. Ada beberapa momen ketika hanya aku dan dia, hanya aku dan wanita berkaca mata itu, namun tak pernah rasa yang ada itu terungkap. Selalu terpendam dan tidak ada keberanian untuk menyatakannya.
                Respeknya yang juga tidak terlalu baik terhadap yang tengah aku rasakan, semakin membuat rasa itu semakin tak berani muncul. Selalu saja jutek, dan sangat jarang untuk mau berbicara denganku. Sejak itulah bumbu-bumbunya mulai masuk dan menjadi lika-liku dalam perjuanganku. Tidak ada respek sama sekali. Membuat rasa penasaran yang semakin menjadi-jadi merenggut pikiran jernihku saat itu.
                Berbagai hal bahkan sampai aku pelajari di internet. Termasuk tentang wanita. Mengetahui karakter seorang wanita, yang kemdian aku hubungkan dengan ilmu kejiwaan dan juga psikologi, jurusan yang ingin aku masuki setelah tamat SMA. Sama sekali bukan untuk menentukan dia waras atau tidak, hanya sekedar cerminan awalku sebagai calon psikolog (gagal) bagaimana aku mengetahui, karakter, pikiran dan kepribadiaan seseorang.
                Aku terus berusaha, terus mencoba mendekati di tengah rasa takut dan minder yang juga kadang hadir setengah-setengah. Beberapa bulan lamanya perjuangan tanpa hasil itu berlanjut. Dan kelelahan mulai terasa ketika itu, ketika sebuah kalimat keluar dari bibir mungilnya. Kalimat yang jarang ia keluarkan untukku, dan sekali keluar ternyata cukup untuk membuatku terhenyak dan berhenti sejenak untuk mengejarnya. Tidak ia sadari bahwa sebenarnya cukup menyakitkan yang aku rasa tidak perlu ia keluarkan, meskipun kadang aku memang juga tidak tahu diri akan keinginanku yang ingin mendekatinya terus-menerus. Tapi paling tidak ia bisa sedikit menghargai apa yang au rasakan.
                Dan aku mulai menjadi seorang yang bodoh sejak saat itu. Begitu banyak mulut kini yang menyuruhku untuk segera berpaling dan melihat keluar. Dan masih banyak yang lebih baik yang akan kutemukan di luar sana. Kata-kata itu hanya seolah sebuah kesyirikan beberapa orang. Aku sudah tidak sadar, aku tidak lagi bisa memilah, mana yang baik dan mana yang tidak baik. Memang sejak kata-kata itu ia keluarkan, semua dukungan kini berbalik untuk menghentikanku. Menyruhku untuk membuka mata lebar-lebar, bahwa sebenarnya sebuah penghinaan telah wanita itu lakukan terhadapku. Namun orang yang tengah buta hati ini terus saja mengejar dan berharap, menanti entah sampai kapan, meluluhkan hati sekeras batu yang tak tahu kapan berakhirnya. Banyak orang telah menasehatiku untuk tidak lagi mengejarnya, namunentah mengapa, seolah ini adalah sebuah pengujian yang ia lakukan untuk melihat sejauh mana kesetiaanku.
                Pahitnya sudah mulai terasa dan lika-likunya juga sudah mulai aku jalani. Entah dimana letak keindahan putih abu-abu itu yang kata mereka tiada duanya. Mereka yang telah lulus lebih dulu berkata demikian, namun yang aku rasakan sekarang?? Bertolak belakang. Sama sekali tidak ada kemiripan Antara yang diucapkan mereka yag telah lulus dengan yang aku alami saat ini.
                Wanita itu membuatku frustasi. Senyum manisnya memang membangkitkan semangat, namun sama sekali tak dapat aku miliki. Tatapan bola matanya di balik kacamata itu sungguh menawan, namun tak pernah lahir untukku. Aku hanya mendapat jutekan, cemberut dari wajah manisnya, dan tatapan kebencian yang selalu ia lemparkan. Seolah aku orang tak punya harga diri yang terus saja mengejar. Mendapatkan sesuatu yang sudah tak mungkin.
                Ini begitu menyebalkan ketika itu. Bahkan ketika naik kelas pun, tidak pernah sama sekali secercah harapan itu lahir. Tidak ada senyum, tidak ada tatapan menawan, dan tidak ada raut wajah bersahabat untukku. Namun entah mengapa, tidak ada kebencian yang muncul kepadanya atas semua itu. Selalu saja, yang hadir dalam pikiranku adalah, ‘ia hanya sedang menguji seberapa besar kesetianku’. Dan betapa bodohnya aku ketika itu, masih sempat berpikir demikian yang sama sekali tak ada. Di bodohi seorang wanita yang aku sayang, sungguh sebuah hal yang sebenarnya memalukan, sangat memalukan. Namun kasih yang tulus telah menutupi semua itu. Bahkan menutupi akal sehatku. Sebuah penderitaan yang benar-benar nyata mulai ku alami. Tidaklah menyenagkan mendapat sebuah penolakan, apalgi dengan cara yang tidak bersahabat. Lebih dan terlalu menyakitkan.
                Lalu mengapa kami tetap sekelas ketika sudah berada di kelas XII?? Apakah ini pertanda baik yang akan segera menghampiriku? Bodohnya aku ketika itu. BUkan pertanda baik. Sama sekali bukan. Tetapi adalah sebuah hal yang benar-benar menghancurkanku. Lebih parah dan lebih berat lagi yang aku alami. Rasa itu tak kunjung hilang, membuat aku tetap saja mnjadi seorang tak punya harga diri.
                Sama sekali bukan pertanda baik, namun ini adalah derita baru yang lebih menyakitkan. Beberapa saat lamanya di kelas tingkatan Terakhir itu, wanita itu, yang selama ini menjadi tujuan persinggahan hatiku, kini telah memiliki hubungan spesial dengan seorang di kelas itu. Betapa menyakitkan melihat kemesraan mereka umbar di depanku. Tidak sekedar kemesraan, namun seorang di balik kemesraan itu. Yang membuat aku benar-benar down ketika itu. KAwan dekatku, teman seperjuanganku selama ini dalam kegiatan ekstrakurikuler. Di mana kami sudah mengetahui luar dalam satu sama lain. Sungguh biadab mereka ketika itu. Hampir saja air mata jatuh saat mereka tengah berada dalam kemesraan. Namun kini, sebuah kekuatan mulai hadir. Logika mulai masuk ke kepalaku. Dan aku mulai sadar akan semuanya.

                Tapi sesadar-sadarnya aku ketika itu, rasa ini tetaplah tidak bisa berbohong. Senyum mulai bisa aku layangkan ketika melihat mereka kini telah berada dalam sebuah genggaman tangan. Jauh di dalam, hati ini tetap bertekat, bahwa penantian akan menjadi temanku kini. Kesepian tidak akan menggoyahkanku untuk sebuah penantian yang tak tahu kapan akan berakhir. Yang pasti rsa itu kan selalu ada dan akan selalu tertanam pada tempat yang sangat special. Untukmu yang meiliki senyum indah, yang untukmu yang memiliki bola mata menawan dan untukmu yang memiliki wajah anggun penuh pesona. Suatu saat persinggahanmu akan aku tempati dan akan menjadi milikku. Persiapkanlah sebaik  mungkin. 

Minggu, Februari 09, 2014

My Second City

Di sini, di kota ini, kenangan itu lahir. Sebuah cerita hadir di sini. Mengisahkan perjalanan hidup seorang lelaki perantau dari pulau seberang. Merintis sebuah masa depan melalui sebuah pendidikan. Mendapatkan pendidikan yang lebih tinggi di perantauan, berusaha untuk menjadi lebih baik, dan terus berkembang untuk menjadi pribadi yang benar-benar matang untuk kehidupan masa depan kelak. Menyadari kesusahan hidup yang sdang terjadi, dan berbuat sesuatu untuk segera mengubahnya. Di kota ini, semuanya diawali. Memulai kisah untuk sbuah rintisan masa depan. menuntut ilmu membawa nama keluarga. Meningkatkan derajat di mata masyarakat.

Tidak sekedar sebuah perjuangan untuk pendidikan. Tetapi sesuatu terjadi di sini. Selingan perjalanan hidup menghiasi. Seiring dengan bertambahnya ilmu, pengalaman pun mengikuti. Di kota ini, pertemuan dengan orang-orang baru tentu saja tak terelakkan. Sebatang kara berada di kota sejuk ini, membuat hidup harus benar-benar berpandaipandai. Mencari kolega dan teman yang akan mengisi dan menemani dalam hidup. Berusaha mengenal orang sebanyak mungkin di sini. Di tanah kedua.

Sebuah pertemuan yang berkisah panjang kemudian terjadi dikala seorang gadis Lampung menghadapkan kamera SLR yang sedang berada dalam genggaman tangan dan tergantung di leher jenjangnya. Senyumnya seketika melayang dan tampak begitu indah ketika itu. Baby face nya membuat sebuah getaran langsur hadir di dada. Tatapannya yang anggun segera menyihir mata ini. Tatapan menjadi tidak lepas terhadapnya. pesona itu menyihir naluri seorang lelaki yang sedang kesepian ketika itu. Sungguh datang di waktu yang tepa. Sungguh sangat sempurna. Sungguh anugrah Tuhan yyang begitu indah. Di Kota ini, sesama perantau dari pulau seberang di pertemukan. Sedikit ada rasa dimana ketika itu, ketika awal dari semuanya itu di mulai. Kesepian perlahan mulai hilang. Kini timbul sebuah rasa. Tidak lagi sebuah rasa kesepian namun kini berganti dengan rasa penasaran untuk mengetahui lebih jauh pribadi yang mulai membuat debaran dalam dada ini.

ya, inilah kota yang menjadi saksi bisu pertemuan itu. Inilah kota yang menghadirkan sebuah keindahan di tengah derita seorang perantau sebatang kara. Kota sejuk ini akan menjadi kota kenangan. Akan ada magnet untuk suatu saat kembali ke kota ini lagi. Bernostalgia bersama untuk sebuah kisah masa lalu yang terjadi di sebuah kampus perjuangan. 

Di kota yang baru ini, yang menjadi rumah kedua, yang menjadi saksi hidup, sebuah cahaya cinta yang sejati mulai tampak. Tidak lagi cinta dan bayang semu seperti sebelumnya yang selalu berakhir dalam sebuah kegagalan. terima kasih bumi Arema yang telah mempertemukan kami. Walau mungkin masih terlalu dini untuk semua itu. Namun yang terasa kini tidaklah sekedar rasa suka. Ada perasaan lain ketika dia hadir. Ada kegembiraan yang hadir ketika melihat senyumnya, ketika tatapannya yang dalam beradu dengan bola mata ini, dan juga ketika genggaman tangan sedang terjadi. Ada sebuah kebahagiaan yang ia janjikan. Sebuah kesetiaan seakan sudah resmi untuk mengikat rasa yang kini saling berbalas.

Tidak akan ada kata lupa untuk sebuah jasa. Selalu akan terkenang. Dan balas budi akan terjadi suatu hari nanti. Tunggulah saatnya kembali. Suatu saat akan ada sepasang manusia dari pulau seberang berada di tanah ini lagi. Kembali ke kota ini. Dan akan menjadi bagian dari kota ini selamanya. Because its my second city. 

Sabtu, Februari 08, 2014

Broken

Patah hati. kata yang begitu menusuk hati. Kata keramat yang membuat semangat dan mood benar-benar menjadi hilang. Dan sangat tidak pernah seorang berharap untuk patah hati. Sedikit kata ini bahkan menimbulkan sebuah trauma mendalam yang membuat seseorang benar-benar berada dalam ruang kesadaran yang sangat minus.

Rasa sayang terhadap seorang yang benar-benar dicintai adalah alasan utama penyebab masalah ini. Rasa sayang yang tidak terbalas tentu saja. Rasa yang mungkin terbalas, namun terbagi dua.

Berdasarkan pengalaman dan penelitian, tidak ada alasan bagi seorang wanita untuk tidak berselingkuh, kecuali rasa sayang yang telah dimilikinya dengan tulus dan telah bersiap untuk menanggung susah senang hidup bersama. bagaimanapun sifat seorang wanita, murah senyumkah, cuekkah, atau polos sekalipun kah, tidak ada yang menjamin kesetiaan mereka.

Setidaknya ini pernah terjadi dan mudah-mudahan cukup sekali saja. Pengalaman yang benar-benar menyesakkan dada itu adalah perjalanan hidup ketika masih sangat akrab dengan pakaian putih abu-abu dulu. Sebuah cerita, yang entah sedih ataupun kecewa ini, terjadi di luar dugaan semua orang. Tidak ada sangkaan sama sekali, Namun fakta telah bicara.

Senyum dan kepolosan sifatnya menipu semua orang, termasuk orang yang saat itu menyayangi dengan tulus. Sebuah kebencian kini langsung hadir begitu saja. Mengalir dengan deras menutup rasa sayang yang dulu begitu besar. rasa sayang itu kini telah hanyut, berganti sebuah kekecewaan  mendalam yang berangsur menjadi sebuah kebencian.

dan cerita itu sudah lama berlalu sebenarnya. Hanya saja malam ini teringat lagi, kisah setahun lalu. Perayaan hari kelulusan yang terganggu dan ternoda oleh sebuah penghianatan. Penghianatan seorang wanita yang membuat hari yang seharusnya dipenuhi pelangi, malah harus berada di bawah langit mendung dan kilat yang selalu menyambar.

Ingatan akan penghianatan itu sudah lebih dari cukup untuk membuat mata ini sekarang tak bisa terpejam. Kisah suram itu seakan mengubur sebuah mimpi dan masa depan cerah yang akan dijalankan dengan sebuah keyakinan, tekat dan keceriaan.

Bukan berniat balas dendam atau semacamnya, namun hati ini lebih ingin untuk berkata jujur. Dan kejujuran itu mungkin sedikit menyakitkan. Bahwasanya, melihat penderitaan yang dialami sang penghianat itu seolah akan menjadi sebuah kebahagiaan. Wanita itu, ya, yang pernah menjadi pengisi relung hati masa lalu, seolah harus mendapat sebuah balasan yang cukup keras. Merasakan bagaimana penghianatan itu begitu tidak menyenangkan.

Beruntung, kini keberadaan terkhianat ini berada jauh di perantauan. seandainya masih ada pertemuan, mungkin banyak hal akan terjadi. Wanita penghianat seperti itu tak akan pernah lagi hidup dalam sebuah ketenangan. Air mata akan menjadi teman setia seorang penghianat. Dan tidak ada lagi senyum tulus yang akan keluar dari mulut seorang penghianat yang membuat hati menangis dan sekarang tengah menjauh bagai seorang pengecut. Menghindari kenyataan. Dan berusaha sebisa mungkin agar tidak ada hubungan lagi. Untuk sementara, mungkin berhasil. Setidaknya selama 7 bulan terakhir ini. Namun malam ini, kenangan kisah itu muncul kembali dan mengahdirkan insomnia berat. Di tengah-tengah kelelahan jiwa dan fisik di tanah orang, kelelahan perasaan juga ikut menjamahi tubuh. Dan untukmu wanita penghianat, Bersiaplah menerima kebencian yang akan terus mengalir ini !!!

Kamis, Februari 06, 2014

Bukan sakit Fisik Bukan Sakit Mental

Ketakutan yang sungguh luar biasa ini pun mulai melanda. Ketika semua orang sedang mengumbar senyum untuk sebuah kebahagiaan mereka, ketika itu pula rasa takut ini hadir dan menghampiri. Tidak ada kata lain, hanya sebuah isyarat yang bisa berkata. Raut wajah yang menjadi bukti ketidaktenangan  dalam jiwa tampak sangat kontras. Sungguh sangat luar biasa ketika ini terjadi di tengah-tngah lingkungan yang sama sekali tidak sesusai. Layaknya demam berat yang sedang melanda. Suhu panas dalam tubuh tidak sesuai dengan suhu di luar yang begitu dingin. Sungguh sangat tidak ada kenikmatan ketika itu terjadi. Hanya rasa sakit mendalam yang diwakili oleh sebuah ketakutan luar biasa. Sebuah beban yang kini terletak di pundak. Sebuah rasa yang terus dilanda ketidaksesuaian dengan bathin. 

Sungguh rasanya sakit tak terkira. Bukan sakit fisik, bukan sakit mental, namun sakit dalam sebuah konteks perasaan. Air mata yang mulai keluar dari bendungan, dan kini siap menerjang dan menghancurkan barikade pertahanan. Mulai mengalir dari sela-sela kecil yang berangsur jebol. Tinggal menunggu kekuatan maha dahsyat yang akan segera menghancurkan palang penahan ini. Tinggal sedikit lagi, maka akan jelaslah semuanya. Rasa takut yang kini terus bergentayangan, sudah mulai tak tertahankan, dan air mata adalah satu-satunya pelampiasan akan hal ini. Kemudian sebuah sungai akan mengalir dengan deras. Melewat pori-pori wajah yang tak terlihat, dan mengalir mengikuti lekukan demi lekukan kontur wajah.

Ketakutan itu semakin menjadi-jadi. Mulai berubah menjadi sebuah kesedihan dan kekecewaan. Memang akan selalu ada harapan yang menanti di depan mata. Namun rasanya harapan itu terlalu jauh berada di depan. Waktu yang terlalu singkat ini memaksa untuk terus berada dalam lingkaran ketidakbahagiaan.  Tidak tampak cahaya cerah bahwa harapan yang terhampar di depan adalah milik seorang yang sedang dilanda sekelumit masalah ini. Perjuangan maksimal selama ini seolah terkubur begitu saja. Tidak ada yang bisa ditinggalkan untuk sebuah jejak kebahagiaan yang masih tersisa. Kini yang tersisa hanyalah jejak dan bukti dari sebuah kegagalan sebuah perjuangan. 

Ada masa dikala ini semua akan berakhir. Namun yakinkah? Memang harus ada kata yakin bahwa ini akan berakhir. Sangat mustahil bahwa ini akan terjadi sepanjang hari. Tetapi ketakutan, kesedihan, dan kekecewaan membuat sebuah kemustahilan ini menjadi sangat tidak mustahil.

Sabtu, Februari 01, 2014

Sejuta Cita Kami

Manusia memang hanya mampu untuk berencana dan semua dengan mudah akan gagal apabila Tuhan inin memberi yang terbaik. Ya, rencana Tuhan jauh lebih baik dan lebih indah. Semoga saja. Flashback ke masa SMA beberapa waktu yang silam, dan melihat keadaan yang sekarang, tak satupun rencana awal kami yang masih terpasang sampai sekarang. Beberapa orang pernah mengucapkan pilihan setelah masa SMA ini berakhir, dan tak satupun diantara kami yang saat ini berada di jalan yang dulu kami ucapkan dan akan kami titi. Semua berbeda dan semua berubah seketika sehingga kami benar-benar berada di jalan yang tidak pernah kami sangka sebelumnya. Paling tidak aku bersam beberapa orang sahabat mengalami hal ini, tak satupun diantara kami yang berjalan di jalan yang 'benar'.

banyak hal yang kami ucapkan untuk masa depan. Bejuta hal terucap tentang masa depan yang akan di jalankan. Menjadi seorang yang berhasil dengan jalan masing-masing. Dan akan segera bertemu kembali suatu saat bersama sebuah kesuksesan. Kami sadar, banyak hal yang harus kami lalui, masih terlalu jauh untuk berpikir tentang sukses. Namun paling tidak, jalan menuju kesana sudah mulai kami usahakan. Kami sudah mulai menemukan jalan yang akan kami lalui. Dan seperti inilah kira-kira, inilah jalan yang akan kami lalui beberapa saat lagi.

Seorang anak Dokter ingin mengikuti jejak ayahnya menjadi dokter, bahkan ingin melampaui ayahnya yang dokter umum dengan menjadi seorang dokter spesialis, kini sedang menyelesaikan study di jurusan Kimia UIN Yogyakarta. Itulah Nanda Alzeta Pratama.

Rendi afrineldi, teman yang selalu menginspirasi dan paling rajin dalam hal ibadah, sejak awal perkenalan kami semasa putih abu-abu telah bertekat mengambil jurusan Farmasi kini justru terdampar di Fisika Universitas Andalas.

Galang Satya Budiman dengan segala mimpinya yang selalu membawa ke dunia khayal kini berada di jurusan Teknik Elektro UIN Sultan Syarief Kasim (UIN SUSKA) Riau. Jauh dari impian yang dia inginkan ketika kami masih bersama dulu. Ia sebelumnya pernah berkata akan melangkah ke UGM bersama Teknik Metalurgi

Laki-laki paling bersih diantara kami, Putra Oktavianto tak pernah mengatakan secara spesifik, namun dia selalu berbicara tentang Teknik Mesin. Kini sedang mengenyam pendidikan di D3 Teknik Listrik. Bersama sang pacar tercinta di Politeknik Negeri Padang walaupun berbeda jurusan.

Si ganteng Rahman Dhuha. Pemilik jiwa seni ini dulu ingin menjadi seorang Sarjana Hukum lulusan UNPAD Bandung. Kini berada dalam persiapan menjadi seorang guru/dosen di Universitas Negeri Padang jurusan Teknik Mesin.

Seorang Leader Bagus Yulianda Putra yang tak pernah menyebutkan secara detail tujuan hidupnya setelah SMA kini berada di Ibukota. D3 UNJ jurusan teknik sipil menjadi jalan hidup yang ia lalui.

Jeffry Kurniawan, sahabat lama Bagus ini tak terlalu memikirkan kemana dia akan segera melangkah. Baginya hidup adalah air yang mengalir. mantan ketua OSIS semasa SMA ini kini bersama sahabat kami Rahman Dhuha berada di UNP dengan jurusan Teknik Pendidikan, sama dengan ketua OSIS Dua masa bakti sebelumnya.

Septian Adi Putra yang dengan bakat menggambarnya berencana dan berbulat tekat menjadi seorang arsitektur, malah jauh terdampar pada jurusan yang tidak ada hubungannya sama sekali. Agribisnis menjadi jalan hidupnya. Dan bersamaku ada di Universitas Brawijaya Malang Jawa timur.

Aku???? Sama seperti kebanyakan teman dan sahabatku di atas, aku nyasar pada jurusan yang sama sekali tak terpikirkan selama SMA dulu. aku yang sejak awal sudah menetapkan diri ingin masuk psikologis, sekarang malah harus berjibaku di Agroekoteknologi Universitas Brawijaya.


Begitulah rencana Tuhan. Kami hanya bisa menyebutkan tujuan setelah tamat SMA, namun penentunya adalah Yang Maha Kuasa. Hampir tak satupun diantara kami yang jatuh pada tujuan yang masing-masing kami sebutkan di bawah payung-payung pinggiran lapangan basket sekolah kami dulu.
Rencan yang menurut kami terbaik ketika itu, ternyata ada yang lebih baik yang telah dipersiapkan tuhan di luar dugaan kami.



Inilah kami dengan sejuta cita-cita. Jeffry Kurniawan (mantan ketua osis), Putra Oktavianto (atlet sepakbola Sekolah), Rendi Afrineldi (Ustad yang selalu menuntun kami), Rahman Dhuha (Seniman bidang Musik), bagus Yulianda Putra (Leader dalam segala hal), Septian Adi Putra (beatboxer dan kawan seperjuanganku di UB), Galang Satya Budiman (Sang Pemimpi yang selalu ceria), Agil Adi Darma (aku, pelengkap mereka sehingga menjadi 9 orang), Nanda Alzeta Pratama (yang selalu tenang dan tanpa masalah).

kesuksesan akan ada di tangan Kami!!! Amiiinn!!!

Semua adalah Kesalahanmu

Apa maksudnya? setelah muncul beberapa saat, kini engkau kembali menghilang. hanya sekedar mengingatkan akan kenangan lama kah? Hanya sekedar ingin membuat hati ini menangis untuk yang kedua kali akibat orang yang sama? Benar-benar keegoisan apabila itu adalah suatu kenyataan. datang hanya untuk sebuah harapan palsu menderaikan air mata.

Tidak habis pikir, mengapa seorang yang begitu sangat tinggi sepertimu, bisa menjadi seorang yang jahat dan tidak memiliki hati. Apa yang akan terjadi jika itu terjadi padamu. Akankah ketegaranmu mampu menahannya? apakah ketegaranmu mampu untuk membuatmu bertahan??

Aku rasa tidak. Setegar apapun, sekuat apapun seseorang pasti akan luluh dan hancur apabila yang menyakitinya adalah orang yang paling ia sayang. Di sanalah kekuatan sebenarnya, dan di sana jugalah sumber kehancuran hidupnya. Tidak akan mampu bertahan apabila justru kekuatan itu sendiri yang menjadi penghancurnya. 

Bagaimanapun semua orang mengatakan dan menyuruh untuk tegar, namun kehancuran tetaplah tidak bisa dibendung. Luka itu akan sulit kering dan akan meninggalkan bekas. Ketika itu terjadi, engkau adalah orang yang paling bersalah. Kau adalah tersangka dalam semua ini. Kau adalah satu-satunya yang bisa dan berhak untuk disalahkan.

Aku tahu, kau akan bersikap dan berlagak sok polos kala menerima tuduhan ini semua. Tapi kita semua tahu, meang hanya kaulah satu-satunya tersangka. Kau yang membuat semua ini menjadi berantakan dan hancur. Keegoisanmu adalah awal dari semuanya. Memang aku yang terlalu menyukaimu, memang aku yang terlalu berharap dan sayang padamu. Namun aku juga hanya manusia biasa yang tidak mampu membendung perasaan. Bukan salahku ini semua terjadi, taetapi akibat hatimu yang tidak memberiku sedikit ruang untuk singgah. Sehingga aku terus emngejar dan mengejar. Berharap dan selalu berusaha hingga akhirnya aku hancur di tengah jalan.