Rabu, Januari 29, 2014

Percakapan yang Menyakitkan

Malam ini lagi-lagi percakapan panjang terjadi, lanjutan dari percakapan beberapa hari yang lalu di mulai tanpa sengaja. Dan kini, semakin hari semakin menjadi-jadi. Yang sebelumnya bagaikan manusia yang tidak saling kenal, sekarang justru sangat akrab bagaikan sudah berteman sangat lama dan sangat mengenal luar dalam, hanya karena percakapan beberapa hari terakhir ini. 

Teman semasa SMA itu hadir lagi dalam kehidupan. Setengah tahun lamanya terpisah, tanpa tahu kabar dan bagaimana keadaannya, Kini dia muncul lagi di hadapan. Dia menghadirkan senyumnya lagi dan memamerkan bola matanya yang anggun itu. Jujur, aku terpesona. Aku sangat terpikat dan sangat terpukau akan semua yang tengah aku saksikan kini. Sebuah pencahayaan yang begitu indah hadir (kembali) tepat di depanku. Seperti memberi sebuah harapan. Harapan yang sejak SMA sudah tertanam, dan tetap berada di dalam hingga seragamku penuh dengan coretan, dan kini, bahkan sampai seragam ku sudah tergantung indah dalam sebuah lemari, harapan itu masih tetap menjadi sebuah harapan yang masih tertanam. Belum muncul ke permukaan dan belum ada tanda-tanda akan terwujud seperti keinginan selama ini. Biarlah kesabaran bersama waktu yang akan terus berjuang hingga semua yang di inginkan ini tercapai.

Jujur, percakapan panjang ini sebenarnya adalah luka yang dalam untukku. Hati kecil ini ingin lebih dari sekedar percakapan semata. Rasa sakit itu menggerayangi ketika saling berjawab kata. Ada sebuah keinginan lebih yang masih tertanam. Namun keinginan tinggallah keinginan. Sesuatu yang kini sulit menjadi sebuah kenyataan dalam situasi yang serba tidak enak seperti ini. Harus memilih salah satu diantara dua pilihan sulit. Ada kendala saat ingin berkata jujur. Ada aral melintang saat hendak mengeluarkan isi hati. Membuat semua tidak bergerak sama sekali. Perasaan menjadi tak pernah terungkap dan tetap saja tidak ada jalan untuk mengeluarkannya. Jikapun sempat keluar dan muncul di permukaan, akan ada yang menjadi korban dan akan ada yang terluka. Sehingga ini yang membuat kepala ini berfikir, sebaiknya tetap tersimpan dalam jiwa tanpa seorangpun yang mengetahui. Rasa sakitnya tidak akan separah yang terjadi apabila rasa ini terungkap. Namun memendam rasa ini pun, meninggalkan sebuah bekas yang terus menerus membayang.

Lebih dari cukup untuk membuat dada menjadi sesak. Menjalani kisah dengan sebuah rahasia yang masih tersegel rapi, walaupun baunya sudah mulai keluar, namun tiada yang menyadari akan semua itu. Hanya kesia-siaan. Dan hanya ketidaktenangan dalam raga yang terus hadir selama ini. Entah mengapa percakapan ini harus hadir di tengah-tengah kesendirian yang sedang menghampiriku. Seolah keadaan tak pernah berpihak. Dan aku harus menjadi korban dan tumbal perasaan dalam masalah ini. Rasa yang aku punya tak pernah bisa terungkap. Dan dalam kenyataan aku harus melihat, seseorang menggandeng tangan lembutnya. Sementtara aku hanya memperolaeh percakapan panjang yang penuh harapan (kosong) darinya. Itu lebih menyakitkan lagi. 

Rasanya sudah tidak ada lagi kata sabar untuk hal ini. Aku ingin membuka mata. Aku ingin melihat ke sekelililng. Aku ingin tidak ada keterikatan lagi akan perasaanku. Aku ingin menentukan pilihanku. Namun hati tak perrnah bisa berbohong. Bahwa aku memiliki rasa yang besar untuk seseorang yang tangannya telah di sentuh. telah bergandengan dengan orang lain di seberang sana. Dan telah menemukan sang pangeran yang akan menjaga dan membahagiakannya. tinggallah aku sendiri menatap mentari yang muncul dan tenggelam dan di setiap pagi dan sore. Menemani kesendirianku dalam menjalani hidup.




Selasa, Januari 28, 2014

Lemari Kenangan

Aku ingat akan almamater hitam bergaris putih yang aku tinggalkan di rumah. Tergantung dalam lemari sederhana yang keluarga kami buat sendiri dari bahan-bahan seadanya. Ketidakadaan biaya ketika itu memaksa kami memutar otak dan bekerja sedikit lebih keras untuk mendapatkan yang kami butuhkan. Termasuk lemari sederhana ini adalah salah satu bukti kesungguhan kami untuk benar-benar bisa mendapatkan apa yang sedang diperlukan. Beberapa hari lamanya, waktu yang sedikit kosong kami manfaatkan untuk mengubah kayu-kayu tak terpakai di samping rumah menjadi benda yang bermanfaat dalam jangka waktu yang cukup lama. 

Lemari itu membuatku mengingat kembali kenangan-kenangan indah akan kampung halamanku. Lemari itu adalah wujud kesederhanaan keluargaku yang saat itu tidak bisa membeli sebuah lemari mewah keluaran pabrik. Sehingga tangan-tangan sederhana yang berdebu ini berusaha untuk menjadi pabrik sendiri demi menciptakan lemari yang ketika itu sangat di butuhkan. 

Keuletan dan kesungguhan akhirnya benar-benar membuat sebuah lemari cukup megah berdiri di pojok kamarku. Hanya satu pintu dengan lebar hampir satu meter. Hasil karya aku dan ayahku kini dapat dipakai untuk keperluan penyimpanan barang-barang dan pakaian. Yang akhirnya hanya berisi pakaianku saja karena terletak di kamarku dan sudah ada lemari lain yang jauh lebih besar di ruangan depan tempat menyimpan barang-barang lain. 

Lemari buatan sendiri ini tidak di cat, hanya di beri dompol kayu agar warnanya terlihat lebih cerah, dan kayunya terasa lebih hidup. Bahkan warnanya jauh lebih mewah daripada lemari jati yang dibeli keluargaku beberapa tahun lalu.

Di lemari inilah, aku meninggalkan dua pakaian kebanggaanku sebelum berangkat menuju tanah jawa untuk melanjutkan kuliah. Sebuah almamater ketika SMA sebagai tanda kepengurusan OSIS ketika itu, sehingga kami para pemakainya sedikit disegani baik oleh siswa lain, maupun para guru. Karena dengan ini akmi 'bekerja' sebagi nakhoda bagi teman-teman dan penyalur aspirasi mereka, penuh kesibukan dalam keseharian, namun tetap dalam prestasi di bidang akademik. Dan satu lagi, Sebuah kemeja putih bersaku dan berlogo di dada kiri. Seragam SMA ku. Seragam putih yang kini telah penuh coretan berbagai macam warna dan tanda tangan. 

Dua pakaian yang tidak mungkin aku bawa merantau. Dan keduanya kini tetap tergantung indah dalam lemari sederhana yang belakangan aku ketahui bahwa penampang untuk penggantungnya ternyata berasal dari tongkat pramuka milikku yang hilang bersamaan dengan pembuatan lemari sederhana ini.

Kini aku berada di perantauan yang jauh di seberang laut. Masih lama untuk tiba waktunya aku bisa pulang kembali. Melihat lemari sederhana buatan sendiri dan melihat serta mencium isi nya. Dua pakaian yang kini tergantung indah bersama banyak kenangan yang juga begitu indah ingin aku pakai kembali dan kembali melangkah ke sekolah lamaku. Sekolah yang memberikanku banyak ari dalam hidup ini. Sekolah yang memberiku pengalaman dan sedikit kemampuan sehingga kini aku bisa melangkah bersam orang-orang hebat di perantauanku. Bersaing, berjuang, dan berusaha untuk menjadi yang terbaik, meninggalkan lawan sejauh mungkin di belakang, atau merangkul mereka untuk bisa berjuang dan bekerja sama.



Jumat, Januari 24, 2014

Penggores Luka

      Maksud dari kehadiranmu kini aku pertanyakan. disaat aku mulaai bisa lupa akan semuanya, mulai lupa akan kenangan yang pernah kau ukir dalam hati ini, di saat semua sudah berangsur normal kembali dan aku mulai bisa untuk hidup seperti biasanya, hidup seperti sebelum kehadiranmu yang telah menggores luka, kau kembali menghantarkan kenangan pahit itu. Kau datang lagi, dan kau membuat semua seperti akan kacau kembali. kau mengadirkan luka lama yang berusaha untuk aku sembuhkan. Namun disaat luka itu mulai kering dan bekasnya mulai menghilang, kau kembali hadir membawa pisau itu dan luka yang mulai kering ini serasa akan robek kembali. Aku tidak ingin itu terjadi kembali. cukup sekali, cukup sekali saja aku merasakan bahwa luka itu memang sangat sakit. Luka yang kau goreskan ketika itu, ketika seragam putih abu-abu masih melekat. Kenangan terindah yang pernah aku rasakan selama hidup ini dan juga langsung di ikuti dengan kenangan pahit yang kau hadirkan untukku. Aku tidak akan lupa semua itu, akan selalu teringat dan membekas dalam jiwaku, karena sebenarnya, dari lubuk hati yang paling dalam, dari bisikan hati kecil ini, aku menyadari bahwa aku masih menginginkanmu, aku menyadari bahwa aku butuh dirimu untuk melengkapi hidup ini. Kau yang pernah menggoreskan luka yang teramat sangat perih itu, dan kini aku berharap, kini aku menunggu bahwa kau adalah obatnya. Kau adalah penyejuk dari keperihan itu. Kau adalah penyembuh dan pengering luka itu. Kau adalah penghilang bekas dari semua kesakitan yang aku rasakan dua tahun lalu. Ketika aku masih merasakan bahwa keindahan ada di depan mataku, dan keindahan itu adalah dirimu. Namun segera berubah ketika kau mulai berpaling dan aku tidak tahan untuk melihat semua itu.
      Jujur sedikit rasa yang ketika itu menggebu kini masih tersimpan, masih ada secercah rasa yang aku sangat brharap akan itu. Namun kemustahilan akan semua itu jauh lebih mungkin untuk terjadi jika melihat semua yang terjadi kini. Mungkin sebenarnya aku terlalu bodoh untuk ini semua. Terlalu berharap akan sesuatu yang sangat jauh untuk bisa kucapai. Dan susuatu yang jauh itu tidak lain dan tidak bukan adalah dirimu. Hanya satu kata Maaf yang bisa aku ucapkan padamu, dan itupun tidak lewat ungkapan dari bibir. Hanya goresan-goresan warna hitam ini yang bisa yang mengantarkannya kepadamu, karena aku hanyalah seorang yang pengecut dan berharap akan sesuatu yang tidak mungkin untuk ku raih. Terima kasih adalah kata sakral yang harus terucap dari bibir, dan terima kasih atas semuanya karena telah memberikan warna dalam kenangan-kenanganku selama mengenal dirimu.

       

Kamis, Januari 23, 2014

Satu Pandangan dan satu Wajah

     Tetap pada satu pandangan. Hanya menatap satu wajah yang kala itu hadir dan kini masih membekas. Tidak mengalihkan pandangan ke arah lain, karena mata ini hanya tertuju pada satu keanggunan seorang wanita. Wanita yang begitu luar biasa, wanita yang mengisi hari dan menghiasinya dengan berbagai perasaan dan peristiwa. wanita yang membuat mata ini hanya fokus pada satu titik. Tidak ada titik lain yang terlihat kecuali yang telah di fokuskannya. Dan itu berlangsung sampai sekarang. Lebih dua tahun sudah ketika peristiwa itu terjadi, dan kini masih membekas dan belum ada pengganti. sempat mencari pelarian sementara waktu, namun kembali, bahwa hati memang tidak bisa berbohong dan tidak bisa berubah. 
      Sempat hati ini memiliki pengganti untuk beberapa waktu, tetapi tidak bisa untuk menggantikan posisi spesial yang telah dimilikinya. Beberapa kali mencoba untuk membuka mata, agar bisa membuka lembaran baru, namun lagi-lagi hanya sebuah kesia-siaan. Kembali hati ini berpaling dan satu wajah itu tetap tidak bisa terganti. Bola mata yang selalu bersinar itu seolah menjadi magnet ketika mata ini menatap. Tidak ada kata bosan untuk selalu memandang, dan tidak ada kejenuhan sedikitpun ketika melihat mata itu berkedip. Selama mungkin aku ingin selalu untuk menatapnya. Menatap wajah yang membuat hati ini menjadi damai, memperhatikan bola mata yang berkedip dan kelopak mata yang bergerak dihiasi bulu mata yang lentik. Sungguh elegan dan anggun sekali. Wajar saja tidak ada kebosanan ketika mata ini memandang semua itu.
      Ketidakberanian untuk berucap adalah kesalahan fatal yang aku lakukan. Mulut yang kelu dan terkunci saat hendak mengucap kata yang agung itu membuat semua impian yang selama ini telah terpatri menjadi sirna. Hilang sudah semuanya ketika tak ada kata yang mampu terucap. Sedikit kata yang akan bermakna sangat besar dan mengubah semua seperti yang aku harapkan, tidak pernah keluar dari mulut ini. Sangat bodoh. hasrat yang sangat besar ini gagal saat mulut tak bisa terbuka. Tidak ada keberanian. Dan tidak ada hal baru yang terjadi akibat kekeluan mulut yang sebenarnya sangat berpengaruh ini. Sedikit kata sebenarnya yang harus terucap, namun kata yang sedikit itu tak pernah terdengar dan tak pernah keluar. Kata maut yang akan berpengaruh besar dalam mengisi hari setelah ini tetap bersemayam dalam jiwa. Tak pernah mampu untuk keluar dan tetap terkurung dalam kebisuan. Mulut tetap saja bungkam meski hati ini terus bergejolak dan memaksa. terus memberontak namun sia-sia karena mulut ini tetap tidak terbuka. Seolah terjadi ketidaksepahaman antar organ tubuh dan seperti tidak terpusat saraf yang kini tengah bekerja. Semua kendali berada di luar kemampuan sel otak dan sel saraf. Hati terus memaksa namun mulut tetap dengan keteguhannya. 
      Dan kini semuanya sia-sia. Wajah anggun dan menawan itu semakin menjauh. tidak lagi memiliki respek kepada mata yang sedang memandang dengan ikhlas dan kebahagiaan ini. Begitulah, dia mulai melangkah meninggalkan. Mulai menjauh dan mencari pelabuhan hati yang tidak pengecut seperti jiwa yang hanya mampu berharap ini. Mencari yang jauh lebih tangguh dan lebih baik. Meninggalkan semua harapan besar ini dengan kegalauan hati yang kini tak terbendung. Melihat yang selama ini menjadi impian, kini telah jatuh di pelukan orang lain. Telah mendapatkan senyum dan bahagianya.
     Kini hanya ucapan selamat yang bisa diungkap dan hanya kesabaran yang bisa dan harus diperkuat ketika keberhasilan menghampiri orang lain disaat kekecewaan melanda diri.

Rabu, Januari 22, 2014

Dia, Kesabaran, dan Kebahagiaan

     Semuanya butuh kesabaran. Termasuk dalam satu penantian yang cukup panjang ini. Kisah ini adalah sebuah perjuangan yang penuh kesabaran ketika seorang wanita baik dan manis hadir di kehidupanku. Dia memberikan warna yang teramat cerah untuk menghiasi hidup ini. Bahkan saking cerahnya aku malah terlalu terpesona dan tidak bisa lagi untuk pindah dan melihat dunia luar lagi yang memiliki lebih banyak pilihan. Namun terlambat sudah untuk itu semua terjadi. Aku kni telah terjebak, dan aku kini telah terperangkap dalam sebuah ruang yang membuatku harus tetap bersabar menunggu hingga waktunya tiba.
      Seketika aku sangat terkejut mengetahui bahwa sudah ada yang memilikinya. Dia tidak lagi sendiri. Sudah ada yang berada di sampingngnya. Namun intu bukan aku. Aku yang mengharapkan posisi itu dari lama, kini sirna sudah. Tidak ada harapan lagi. Tidak bisa berharap lagi dalam waktu dekat ini. Hanya terdiam dan terpaku mendengar kenyataan yang kini tengah terjadi. Berusaha untuk menghibur diri. Bahkan dengan mengorbankan perasaan orang lain yang tiada bersalah apa-apa. Menjadi orang egois dan tidak berperasaan seketika, mendengar kenyataan yang pahit ini. 
      Aku benar-benar merasa yang paling bodoh ketika itu. Begitu lamanya waktu yang tersedia untuk aku menunjukkan rasa sayangku kepadanya, begitu lebar peluang yang terbuka untukku bisa menjadi orang yang lebih baginya. Dan kini sebuah penyesalan hadir di tengah keremukan yang sedang melanda jiwa. Tawa lebar yang dulu selalu hadir kini berganti dengan kelemasan yang jelas terpampang di raut wajah. Sangat tidak indah lagi pelangi yang sedang muncul di atas langit. Sangat tidak nyaman lagi pakaian putih abu-abu untuk dikenakan hari ini.
       Dan apa yang membuat wanita itu langsung berpaling? Mengapa? Jauhkah aku dari orang baru itu? Apakah aku terlalu kuat memiliki rasa ini sehingga ketika terjatuh terasa begitu sangat sakit?
       Aku kini hanya berfikir di tengah hati yang sedang remuk, bahwa tuhan tidaklah sia-sia melakukan semua ini. Akan ada imbalan yang akan aku dapat setelah kejadian berat ini terjadi. Akan ada balasan lebih baik yang akan aku terima setelah ini, semoga saja. Dan aku sangat berharap akan hal itu. Suatu saat aku bisa menemukan sebuah kebahagiaan, meskipun dalam hati kecil ini masih berfikir, bahwa yang terbaik hanyalah dia dan tetaplah dia. Tidak ada yang lain lagi.
       Sempat aku berfikir bahwa saat ini dia sedang khilaf dan tidak sadar apa yang telah ia lakukan. Aku berfikir ini adalah sesuatu yang berjalan di luar kendalinya. Ssuatu ayng membuatnya melakukan ini semua bukanlah kehendak hatinya. Tapi, seberapapun aku berpikir, tetap saja dia tidak lagi di sini. Dia sudah menjadi milik orang lain. Ada seseorang di sampingnya yang bersiap melindunginya kapan saja dan dari siapa saja.
      Menjauh. Mungkin ini adalah salah satu caranya supaya aku bisa melupakan kenangan pahit ini. Kenangan yang aku ingin tidak pernah terjadi dalam roda kehidupanku yang penuh dengan berbagai hal yang tak terduga dan sangat tidak mudah untuk di ceritakan ini. Ya, kini aku memang harus menjauh. Akan merasa sangat sakit ketika melihatnya berada di sisi orang lain. Pengecut memang, ketika dalam hal seperti ini, ketika dalam masalah seperti ini aku menghilang dan tidak berani berada di dalamnya. Sangat pengecut sekali ketika masalah ini terjadi aku berusaha untuk mengindar dan segera melupakannya. Tidak berani menatap bahwa ini adalah sebuah pelajaran, ini adalah perjuangan yang belum selesai, dan ini adalah sebuah pengorbanan. Berkorban untuk sebuah kebahagiaan, berkorban untuk yang disayang, dan berkorban untuk diri sendiri agar tidak menyakitinya. Memberinya pilihan, membiarkannya melangkah menjauh bersama seseorang yang menurutnya lebih pantas membimbing tangan halusnya. 
      Semakin sulit rasanya, dan semakin sakit, ketika aku mulai menjauh dan mulai menghilang dari kehidupannya. Semakin tidak cerah hari yang kujalani, dan semakin suram saja setiap aku mencoba menatap ke depan. Aku mencoba berjalan di tengah malam yang penuh bintang terang benderang. Sangat tidak melukiskan hatiku saat itu. Sangat bertolak belakang dengan yang aku rasakan. Namun sedikit menghibur, paling tidak ada yang sedikit lebih cerah ketika aku menengadah. Mungkin Sabar adalah jalan satu-satunya yang harus aku lalui saat ini. Sambil berkeyakinan bahwa rancana tuhan selalu lebih indah dari apa yang kita harapkan.
     Waktu terus berjalan dan bumi terus berputar. Kemesraan mereka semakin hari semakin luar biasa. Lebih dari cukup untuk membuat nafasku sesak dan bergetar hebat lalu kemudian melemah. Benar-benar menyiksa ketika aku menyakisikan kemesraan itu, yang semakin hari semakin menjadi-jadi. Membuat aku merasa tidak ada peluang lagi dan kini tengah berusaha untuk berpaling. Sangat tidak mudah, karena daya tarik yang luar biasa itu masih terus menarikku untuk tidak segera berpindah menatap yang baru. Seolah bisikan ia berikan bahwa ini hanya sementara. Dan seolah menyuruhku untuk sedikit bersabar. 
     Betapa sulitnya melalui hari demi hari. Semakin hari semakin layu. Dan lukanya kian membesar. Kini tidak ada lagi semangat untuk segera melangkah ke depan. Hanya berpikir bahwa hidup ini hanya seperti air dan biarkan dia mengalir apa adanya. Hanya saja sebuah kesabaran harus tetap terpatri, karena tuhan memiliki rencana yang jauh lebih indah. Aku percaya itu, namun tetap saja melupakan semua ini adalah hal yang sulit. Belajar bersabar melalui sebuah kekecewaan adalah sesuatu yang mesti dijalankan agar menjadi pribadi yang lebih baik dan lebih matang. Mungkin aku memang bukanlah yang terbaik untuknya. Tapi suatu saat kesabaran dan penantianku ini akan berbuah. Hasil yang manis akan aku dapat di akhir nanti. Baik bersamamu ataupun tidak, yang jelas aku akan tersenyum di suatu saat nanti. kebahagiaan akan menghiasi wajahku. Tetap dengan doaku bahwa dialah yang menjadi pendamping dan berada di sisiku saat menuai kebahagiaan nanti. Tuhan tahu apa yang terbaik, Tuhan tahu apa yang akan terjadi, dan Tuhan tahu apa yang harus dan sedang dilakukanNnya. Buah dari kesabaran ini adalah dirinya yang kelak akan menjadi kebahagiaan dalam hidupku

Duafa Wi-Fi

      Setelah dua hari lalu menggembel di Surabaya untuk mengisi kekosongan kuliah, kali ini ada jadwal dan hal baru lagi yang aku lakukan untuk mengisi liburan ini. Pulangkah? Ah sungguh jauh rasanya. Ke tempat saudara? Tidak ada saudara di sini. Berlibur di tempat teman? Kebanyakan nggak enaknya sehingga tidak pernah jadi sampai sekarang. Lalu??
     Kebosanan melanda pagi ini ketika aku menyelesaikan dua rakaat kewajiban. Tidak ada kegiatan yang harus aku lakukan lagi. Sudah cukup letih rasanya untuk tidur-tiduran saja. teringat kampus tercinta seketika dan langsung terbayang, bagaimana penduduknya saat ini? ramaikah? apakah tetap seperti biasa walaupun sudah banyak yang minggat ke kampung halaman? Ini menimbulkan sebuah ide. 
     Aku langsung capcus ngampus di liburan ini. Bukan libur hari minggu atau libur hari besar. Tetapi libur semester selama satu bulan. Wajar saja banyak yang kembali ke kampung halaman karena libur yang cukup panjang. Satu bulan lebih, bukanlah waktu yang singkat untuk tetap Stay On Malang. Rumah pasti lebih nyaman bagaimanapun keadaannya. Dan aku tidak menikmatinya dalam liburan ini karena terkendala masalah keuangan dan juga KRS yang harus diurus di tengah libur ini. Jadilah kini aku tetap berada di sekitar kampus tercinta mengisi waktu libur dengan  kegiatan-kegiatan yang aku suka. 
      Langkah kaki langsung mengantarkan aku ke tempat yang sehari-hari menjadi tujuanku. Sebenarnya bosan, tetapi tidak ada pilihan lain. Hanya inilah yang akan mengusir kebosanan dan kejenuhanku beberapa saat ini. Ke kampus dengan berjalan kaki sambil menikmati jalanan Malang raya yang sudah sangat sepi di tinggal penduduk migrasinya. Sangat nyaman keadaan kota saat ini. Tidak panas, tidak sesak dan sangat sejuk. Sesuai dengan julukan awal kota ini sebagai kota dingin yang terletak di pegunungan. 
      Menjadi duafa wi-fi. Itulah kegiatanku hari ini. Aku sudah mempersiapkan semuanya dalam tas sandang yang sedang aku bawa. Laptop plus chargeran dan juga bekal untuk makan siang bahkan juga untuk pengganjal perut saat makan malam tiba. Aku akan menghabiskan hari ini di kampus dengan internetan sepuasnya. Kebetulan tidak terlalu ramai dan koneksi sudah pasti sangat kencang. Maka ini adalah kegiatan yang tidak akan membosankan dan tidak pula membuat emosi naik gara-gara koneksi yang lambat seperti biasanya terjadi saat hari kuliah.
      Tenyata kampus masih tetap ramai ketika aku sampai di gazebo. Masih abnyak motor yang parkir, namun tidak tampak maba yang ada di sana kecuali aku. Semuanya adalah wajah-wajah lama yang menghiasi kampus di liburan kali ini. Dan, bodo amat lah dengan semua itu. Yang jelas pesta internetan segera di mulai. 
      Menghabiskan waktu seharian di kampus tercinta, terasa waktu cepat berlalu. Entah cepat karena terlalu mencintai kampus dan tetap ingin berada di sana, atau karena memang terlalu asyik, aku tidak menyadari ternyata jam digital di pergelangan tanganku sudah menunjuk angka 16.15. Padahal aku sudah stand bye di kampus sejak pukul 08.00. Sudah berapa lama aku larut dalam kegiatan ini? Sudah berapa lama aku keasyikan sehingga lupa waktu seperti ini? (hiyung sendiri saja). 
      Dan itu belum berakhir. Kegiatan sebagai duafa tetap berlanjut. Lagipula itu adalah bagian dari UKT yang aku bayar sangat mahal. Yang sebenarnya melebihi batas kemampuan orang tuaku. Tapi kini aku benar-benar sudah duduk dan siap memberikan yang terbaik. Dan yang aku lakukan hari ini adalah bagian dari semua itu. Aku mengorbankan rasa rindu yang begitu mendalam, tetap berada di sini, tidak seperti mereka yang mengatakan Good Bye Malang selama liburan ini, aku tetap Stay On Malang demi menghemat pengeluaran. Sangat kasian melihat orang tuaku yang terus bekerja keras tanpa mengenal waktu untuk membiayai anak-anaknya.
     Maka dari itu, apapun dan bagaimanapun, aku selalu berusaha membuat Malang menjadi kota kedua dan rumah keduaku. Sehingga aku benar-benar bisa betah disini dan melakukan apa yang bisa aku lakukan untuk membuat mereka tersenyum dan bahagia. Dan kegiatan ini adalah salah satu cara dari semua itu. I Always Love You, You are My Second City. NGALAM

Selasa, Januari 21, 2014

Menggembel di Surabaya

   
Sore itu, terlihat Empat orang remaja sekitar Sembilan Belas Tahun sedang berdiri tepat di depan gerbang utama sebuah kampus maha megah di tengah kota. terlihat pula raut wajah sedikit gelisah dari ke empat orang yang tengah berdiri, sepertinya sedang menunggu sesuatu dan dalam keadaan yang terdesak. Setiap detik mereka melihat ke arah kanan. Menunggu sesuatu akan datang dari sana. Namun sepertinya nasib baik tak berpihak pada mereka. Yang ditunggu tak kunjung datang, dan wajah gelisah yang dikejar waktu semakin terlihat.  
     Wajah yang semakin gelisah itu, membuat salah seorang dari mereka segera melangkah menyebrangi jalan utama yang tidak terlalu lebar itu, dan juga tidak terlalu padat ketika itu. Diikuti tiga temannya dari belakang, kemudian ia berhenti di depan sebuah mobil sedan berwarna putih yang di bagian atasnya ada tulisan empat huruf yang menandakan bahwa mobil itu bisa untuk ditumpangi. Dari kejauhan terlihat yang maju pertama tadi bernegosiasi cukup alot dengan empunya mobil, yang sesekali juga diikuti oleh 3 temannya.
     Beberapa menit kemudian sepertinya terjadiskesepakatan. Sedikit senyum terlontar dari beberapa orang di sana dan akhirnya mereka masuk ke dalam mobil. tanpa menunggu waktu lebih lama, mobil segera meluncur dan mulai hilang dari pandangan. 

    Stasiun Malang Kota Baru. Ternyata inilah tujuan dari empat orang yang tengah gelisah di depan gerbang universitas tadi. Sepertinya hendak menuju luar kota. Dan memang benar. Karena malam ini, satu-satunya kereta yang akan berangkat adalah kereta Penataran, yang akan menuju kota pahlawan dalam waktu kurang lebih dua jam lamanya.
     langkah kaki ketika turun dari mobil langsung ke arah pintu utama stasiun dan menuju ruang tunggu, karena sebentar lagi kereta akan sampai dan siap untuk berangkat meninggalkan kota apel. 


     Ini adalah malam minggu. Malam minggu di hari libur semester pertama. Dan para remaja ini mengisi waktu mereka dengan mengunjungi ibukota provinsi malam ini. Menikmati malam kota Surabaya yang katanya panas dan dan lebih ramai. Menikmati suasana malam minggu yang tidak biasa. Dan kini keretapun siap untuk memberangkatkan mereka menuju kota terpadat di Jawa Timur. 
     Sesuatu yang baru bagi mereka. Naik kereta api yang sangat jarang di temukan di Sumatera. Dan dengan biaya yang murah, sedikit lebih mahal daripada angkot dalam kota. Dan rasanya ongkos itu sangat main-bagi mereka dan tidak masuk akal jika dibandingkan dengan di Sumatera yang jauh lebih mahal. tetapi bodo amat, yang jelas bagi mereka sebagai mahasiswa dan anak rantau, biaya murah itu lebih baik, dan jika ada yang gratis, mungkin itu adalah pilihan yang akan langsung mereka pilih.
     Kereta kini berjalan, tepat setelah bokong mereka terhempas ke kursi penumpang. Tarikan napas kelegaan langsung jelas terlihat ketika itu. Hampir saja mereka ketinggalan kereta, hampir saja kegagalan menikmati malam minggu di luar kota. Hampir saja mereka tidak jadi menginjakkan kaki di Surabaya pertama kalinya. Hampis saja mereka batal berfoto di depan patung ikan hiu sura dan buaya di balaikota yang menjadi ikon kota ini. Dan hampir saj masing-masing dari mereka rugi Delapan ribu rupiah apabila tidak jadi berangkat, karena tiket yang di pesan adalah tiket PP alias Pulang-Pergi.
     Dan kini menghembuskan nafas sejenak tanda kelegaan sedang mereka lakukan, menikmati suasana kereta dengan melepaskan beban dan dag dig dug nya jantung ketika berada di depan gerbang universitas tadi. Beberapa saat lamanya hingga kemudian mereka mulai bisa menikmati petualangan mereka malam ini.
     Tidak ada sesuatu yang spesial di selama dua jam di atas kereta, kecuali seorang wanita yang tampak sedikit lebih tua dari mereka yang duduknya tepat bersebrangan. Satu-satunya pemandangan indah yang bisa terlihat ketika itu. Dan itu sedikit membuat waktu terasa lebih cepat karena ketidakbosanan untuk memandang ke depan. Di tambah lagi dia ikut tersenyum ketika ada hal lucu yang dilakukan ke 4 remaja perantauan ini, semakin membuat kereta semakin nyaman dan menyenangkan. Menghibur hati para remaja yang tidak punya pasangan untuk menghabiskan akhir pekan, sehingga harus melangkah ke luar kota untuk sedikit menghibur diri. 
      Dua jam pun terasa menjadi cepat berlalu. Kereta mulai memasuki Surabaya dengan kegemerlapan yang ia tampilkan malam ini. Sangat jauh dari Malang yang sejuk dan berada di pegunungan. Metropolitannya semakin terlihat ketika kereta semakin memasuki kota. Senym terhampar dari bibir ke 4 anak ini dan sang wanita tadi juga turut mengikuti apa yang mereka lakukan. sepertinya sudah termakan kegilaan mereka-mereka yang kurang sehat ini.
     Pemberhentian pun sampai. Tulisan Wonokromo tampak di luar disinari lampu putih yang terang. Senym mereka segera hilang. Kebimbangan kembali mulai datang. Dan keraguan juga mulai tiba. Ada dua stasiun di kota ini yang menjadi pemberhentian kereta penataran. Di tiket yang mereka pegang tertulis tujuan Stasiun kota Surabaya. Dan   sekarang berada di Wonokromo, satu stasiun lagi setelah ini yang mereka tahu bernama Gubeng. Lalu, manakah yang disebut stasiun Surabaya Kota?
     Kebimbangan kembali melanda, senyum yang barusan sedang menikmati pemandangan buyar sudah, wajah bingung dan ragu mulai hadir kembali. Satu keputusan harus di ambil, selagi kerta masih berhenti. ketidaksabaran menginjak Surabaya akhirnya menuntut mereka untuk segera turun.
     Kereta segera melaju kembali ketika mereka turun. Menyusuri rel yang semakin jauh dari pandangan. Sepi melanda ketika kereta mulai hilang dari sudut mata. Benar-benar sepi. Dan ternyata kali keberuntungan tidak lagi menyentuh orang-orang 'terpinggirkan'  ketika malam minggu tiba ini. 
     Tidak ada orang di balik pagar sana. tidak ada pintu yang terbuka satupun. Dan suasana sangat mencekam. Baru meraka sadari bahwa stasiun ini sudah ditutup. Tidak ada jalan lain selain menyusuri rel kereta ini untuk bisa keluar dari stasiun. Dan perajalan gembel mereka di Surabaya di mulai. Langkah kini hanya mengikuti kemauan kaki saja. Tidak ada tempat penginapan yang akan mereka tuju, karena memang tidak direncanakan sebelumnya. Sepertinya niat untuk menikmati malam minggu indah di Surabaya telah berubah menjadi gembel baru Surabaya. 
     Berjalan tanpa tujuan sangatlah melelahkan, di tambah lagi perut yang terakhir kali di isi adalah sore tadi jauh sebelum berangkat. Sehingga wajar saja lapar mulai melanda. Mencari tempat makan murahpun agak sulit, harus berhemat karena uang yang ada dalam dompet sangtlah pas-pasan, bahkan mungkin kurang untuk bertahan hingga besok malam. 
     Setelah menemukan tempat makan, berkeliling adalah kegiatan yang mereka lakukan. Wajah yang tadi lesu tidak ada lagi karena perut sudah terisi. Dan menikmati udara Surabaya Malam dengan berjalan tanpa arah dan tujuan. Menyusuri trotoar demi trotoar dan persimpangan demi persimpangan, yang membuat akhirnya kelelahan benar-benar tak ada toleransi lagi. 
     Jam digital menunjuk angka 00.57. Sudah tidak lagi hari Sabtu. Hari Minggu telah tiba dan kini penginapan sementara belum jua ditemukan. Kembali harus brjalan beberapa saat lagi sbelum akhirnya mereka menemukan sebuah musolla yang pintunya tidak dikunci. paling tidak mereka beranggapan untuk penginapan telah aman untuk malam ini. 
      Singkat cerita, pagi pun mulai hadir ketika muazin membangunkan mereka saat subuh datang. Dan peristirahatan mereka selesai sudah. bau keringat yang semalam mengucur bagai habis mandi masih jelas sisanya sampai sekarang. Bahkan kini bercampur dengan bau tidur yang semakin aduhai saja. Selesai sholat subuh berjamaah, mereka meninggalkan musholla dan perjalan kembali dilanjutkan. Kelelahan tadi malam memang masih terasa, namun tidak ada pilihan lain selain terus berjalan. 
     Perjalanan terus berlanjut, setelah sarapan ala kadarnaya, penyusuran jalan kota kembali di lanjutkan. Hari minggu pagi kota pahalawan. Berselisih dengan orang-orang yang sedang lari pagi di trotoar dan lapangan yang terdapat di sekitar jalan. Semakin tinggi matahari, semakin terasa panasnya kota yang berada di pinggir laut ini. Angin laut memang deras menimpa, namun cuaca panasnya tidak mampu membendung keringat yang terus meleleh dan mengucur tiada henti membasahi baju yang baunya sudah mulai tidak nyaman sejak semalam. Sempat pula terditur beberapa saat lamanya di bawah kerindangan pohon dekat taman di tepi trotoar. Tidur yang nyenyak diterpa hembusan angin kencang yang sangat menyejukkan. 
     Cuaca yang semakin panas akhirnya membangunkan ke 4 anak Malang ini (bisa disebut berasal dari Malang, atau bisa juga karena bernasib sial) terbangun dengan wajah acak-acakan. tidak ada ubahnya dengan pengemis maupun pemulung yang ada di kota ini. benar-benar gembel keadaan mereka saat ini.
     Perjalanan pun merka lanjutkan kembali di tengah uadara panas yang semakin menjadi-jadi. Tentu saja tetap dengan menyusuri trotoar dengan jalan kaki. Lelah dan pegal benar-benar mereka rasakan. Semangat dari Malang yang ingin menikmati Surabaya tidak lagi terlihat. Justru yang ada adalah wajah layu dan lusuh yang kini menghiasi mereka. Dan juga dengan langkah yang lunglai tanpa tenaga.
     Jembatan penyebrangan terlihat dari jauh dan segera tetaplah tujuan mereka. Beristirahat di atas jembatan yang sepi dan anginnya yang lebih deras tentu sedikit lebih menyejukkan. Namun ketika sudah benar-benar berada di atas jembatan dan melihat sekeliling, terdapat satu titik yang membuat mereka memandang lebih lama. dari ajuh kelihatan sudah patung yang melambangkan Surabaya. Ikan Hiu Sura tampak sedang berkelahi dengan Buaya. Yang menurut cerita merupakan asal mula nama Surabaya.
     Kunjungan kali ini tidaklah sia-sia. Kini mereka benar-benar telah berada di Jakartanya Jawa Timur. Metropolitan ke dua setelah Jakarta. Dan kota terbesar Kedua juga setelah Jakarta. Namun sepertinya sedikit lebih teratur. Tidak lupa momen ini diabadikan. Meninggalkan jejak di Icon kota dengan berfoto bersama. Foto dengan wajah yang acak-acakan dan kusut. Namun senyum mengembang hadir di bibir, di tengah panasnya udara yang semakin menjadi-jadi. Kembali duduk di bawah pohon sambil memandang patung  yang bersejarah ini. Hingga perjalan terus berlanjut dengan berkeliling tempat sekitar balaikota. Tetap seperti gembel, dan mencari Stasiun yang ternyata butuh perjuangan yang besar untuk segera berangkat kembali Malang.
      Inilah sebagian kecilnya. Beberapa hari lagi, ada niat untuk mengunjungi Surabaya kembali dengan menggunakan Motor atau Mobil agar lebih leluasa untuk berkeliling.  Mengunjungi tempat yang belum terkunjungi, masuk Kebun Binatang, ITS dan Universitas Airlangga, Stadion Tambak Sari dan Stadion Bung tomo, Distro Bonek, dan tentu saja Dolly, serta berbagai tempat-tempat istimewa lainnya. TUNGGU BEBERAPA HARI LAGI !!!!

Sabtu, Januari 18, 2014

Kelelahan

     Pagi ini adalah pagi kelelahan. Ditemani segelas susu coklat dan sepotong roti, istirahat menjadi kegiatan saat ini. Setelah semalaman begadang karena terlibat dalam sebuah kepanitiaan. Beraktivitas lebih dari biasanya. Dan sekarang pembalasan dari kegiatan yang melelahkan tadi malam.
     Niat sebelum tidur yang ingin bangun tengah hari tidak kesampaian. Ketika jam digitalku menunjuk angka 05.40, mataku sudah tidak bisa tertutup lagi. Tidak ada lagi tanda-tanda bahwa akan kembali ngorok dalam beberapa menit ini. Dan benar saja, setiap mata dipaksakan untuk terpejam, selalu ada hal lain yang lebih menarik perhatian, sehingga tidur tidak lagi menjadi skala priotas seperti baru pulang tengah malam tadi, dimana ketika bertemu kasur langsung ambruk tak sadarkan diri.
     Kemudian pagi ini terbangun tanpa persetujuan terlebih dahulu dengan niat. Bingung harus melakukan apa terlebih dahulu pagi ini. Banyak pekerjaan yang sebenarnya tengah menumpuk. Sehingga saking banyaknya, tidak tahu harus melakukan pekerjaan yang mana terlebih dahulu. Di tengah kebingungan itulah datang ilham dari mana untuk memanaskan air di hitter. mengambil susu, sepotong roti, dan bersantai untuk beberapa saat.
     Sambil menikmati sarapan mewah ala anak kos ini, kurang santai rasanya tanpa alunan nada. Dan laptop pun segera menyala. Alunan nada cepat dan berbahasa inggris mulai menemani untuk semangat pagi ini. Dan semoga menghadirkan inspirasi untuk memulai pekerjaan yang tengah menumpuk.
     Benar-benar sebuah kelelahan yang melanda,. Tidak hanya sekedar kelelahan fisik namun juga kelelahan dalam hal lainnya. Sangat terasa bahawa badan ini ingin tidur panjang dan dalam waktu yang cukup lama. Istiraht penuh selama seharian dan memulihkan kembali tenaga yang hilang akibat kegiatan yang baru saja berlangsung. Kelelahan otak juga tengah melanda. Berjuang keras untuk penentuan nilai akhir, yang nampaknya tidak berbuah maksimal, menambah beban pikiran yang akhirnya berujung pada kelelahan ketika ujian berakhir.
     Kini aku hanya ingin sebuah kata yang namanya istirahat. ingin kembali memulihkan segala kekuatan untuk menikmati libur yang sepi ini. Karena malam itu adalah malam terakhir untuk sebuah kebersamaan di semester ini. Dan hari ini dimulai dengan kelelahan yang ditemani kesepian. Satu bulan lamanya akan bertahan tanpa keramaian, tanpa orang-orang yang selama ini membuat kehebohan, dan semua kenakalan serta keisengan mereka.
    Betapa kelelahan semakin terasa. Kelelahan jiwa dan raga, kelelahan fisik dan mental, kelelahan otak dan perasaan. Perasaan???? (yang ini perlu dipertanyakan)
   

Jumat, Januari 17, 2014

Alarm

   
 Sebuah semangat baru hadir di hari ini. Hari penutup perjalanan selama satu semester. Hari dimana perjuangan memang benar-benar tinggal selangkah lagi. Dan akan dimulai lembaran baru setelah hari ini berakhir.
     Pagi yang dingin dan sepi. Azan subuh yang sedang berkumandang memaksa untuk membuka mata dan segera beranjak dari tempat tidur. Sudah tidak sedingin dulu lagi untuk segera bersuci. Cuaca yang kian panas telah mengurangi hasutan setan untuk tidak melaksanakan kewajiban pagi ini. 
     Pintu kamarpun terbuka, derap langkah ulai menyusuri tiap pintu kamar dan terus ke sana. Beberapa meter jauhnya sehingga cukup lama untuk menikmati sepinya pagi ini. Belum ada yang tersadar sepertinya. semua masih menikmati nyamannya suasana. Menikmati dengan mata terpejam dan tanpa sadar. tidur dengan sangat pulas.
     Alarm terdengar di mana-mana. Setiap kamar memiliki alunan nada yang berbeda yang menghiasi pagi ini. Namun batang hidung tak pernah nampak muncul dari pintu. Masih bergelut dengan rasa kantuk yang masih bertahan dan belum ada tanda-tanda akan minggat. Biasanya akan terdengar terus menerus hingga waktu yang tidak ditentukan. Namun semakin siang, suara itu akan saling bersahut-sahutan dan menimbulkan sebuah kehebohan kecil. Sambutan nada yang awalnya bagus, akhirnya menjadi tidak karu-karuan
     Dan air itu akhirnya menyentuh wajahku. wajah yang kini di tumbuhi jerawat di beberapa sisinya. Masih dingin. namun kini lebih baik dari enam bulan yang lalu. Masih ada rasa gemetar ketika bersentuhan. Namun tidak parah seperti dulu. hanya uadara pagi yang menusuk tulang yang membuatnya menjadi lebih dingin.
     sajadah terkembang dan sarung pun  kini terpasang. Kamar sepi berukuran kecil ini sekarang sedang diisi seorang mahasiswa perantauan yang khusyuk melaksanakan kewajiban. Panjatan doa selalu menghiasi ketika sholat selesai. meminta kepada yang maha kuasa agar diberikan yang terbaik. Berharap tidak ada kesia-siaan dalam kehidupan yang tengah dijalani saat ini. Doa khusyuk pagi ini adalah awal dari semua aktivitas kali ini. Menjalani hari dengan sebuah semangat walau tak mengerti bagaimana kisah yang akan terjadi beberapa saat lagi. Apakah dunia masih berpihak, atau malah akan ada sedikit goncangan dalam ketentraman ini. Yang pasti, semua akan di jalani dan akan segera dilalui, senang atau susahnya kehidupan dunia, pahit atau manisnya perjuangan hidup.
   
   

Rabu, Januari 15, 2014

Menghadirkan Sebuah Senyum

     
Banyak keinginan yang belum tercapai hingga kini. Dan itulah salah satu alasan mengapa kita masih hidup. kita memiliki impian, kita memiliki tujuan, dan kita memiliki sebuah alasan untuk tetap bertahan. Hanya sederhana saja. Menghadirkan sebuah senyum. Cukup untuk sekedar menghadirkan senyum kebahagian saja. Senyum kebanggan dari raut wajah mereka yang mulai keriput termakan usia. raut wajah kebanggaan yang mereka tampilkan suatu saat nanti di depan orang banyak, melihat sebuah kesuksesan telah diraih anaknya.
     Rambut yang mulai memutih, dan semakin hari semakin banyak, yang sekarang jumlahnya jauh lebih banyak dari yang berwarna hitam. Mereka tetap bersemangat, mereka tetap bekerja keras, menghidupi sang anak yang kelak akan membahagiakan harituanya.
     Tidak ada kata mengeluh, dan tidak ada kata menyerah yang pernah terlontar dari mulutnya yang kini mulai gemetar saat bicara. Mereka hanya memikirkan satu hal untuk masa depan anaknya. Mereka tidak ingin kehidupan anaknya sama seperti kehidupan mereka sekarang ini. Mereka ingin anaknya jauh lebih baik. mereka ingin anaknya merasakan kenikmatan, tidak seperti mereka yang sekarang ini harus bekerja dengan sangat keras.
     Mereka tidak butuh balasan, mereka tidak butuh imbalan, tetapi mereka hanya butuh sebuah kebahagiaan dan kesejahteraan untuk anaknya. Mereka tidak pernah berpikir lagi tentang bagaimana susahnya hidup, tidak lagi berpikir akan susahnya sesuap nasi yang harus didapat setiap harinya. Sudah lebih dari cukup bagi mereka semua itu, asalkan kebahagiaan hadir dalam kehidupan sang buah hati.
     Mereka hanya ingin anaknya bisa sama dengan teman dan orang disekitarnya. Mereka tidak ingin anaknya bersedih. Mereka ingin anaknya juga bangga dengan apa yang ia miliki. Mereka juga ingin anaknya bisa membanggakan apa yang dia punya.
     Tapi apa? Apa yang bisa anak mereka banggakan kepada teman-temannya? Anaknya tidak memiliki apa-apa. Tidak ada yang saat ini biasa dibanggakan anaknya. Dan itu menjadi motivasi bagi mereka. Itu menjadi semangat yang melecut mereka sehingga kadang melupakan satu hal terpenting dalam hidup mereka. Mereka melupakan kesehatan mereka. Melupakan satu investasi terbesar dalam hidup mereka. tidak peduli lagi mereka akan kesehatan demi sang anak agar bisa setara dengan orang lain.
     Lalu bagaimana? Apa yang telah kita lakukan? Sudahkah kita berpikir sampai sejauh itu. Sudahkah kita memiliki niat untuk membuat mereka bahagia disisa hidup yang mereka miliki? Atau paling tidak sudahkah kita membuat mereka tersenyum hari ini?
     Rasa sesal sangat menghukum dan menusuk, mengingat semua yang pernah kita lakukan terhadap mereka. Mengingat dosa bodoh yang pernah dilakukan. Apakah pernah terpikirkan semua itu?
   
   

Me

     Malam belum terlalu larut ketika aku menguap di sebuah tempat makan dan tongkrongan. Baru menunjukkan pukul 21.00, yang artinya masih bagian dari sore bagi mahasiswa yang selalu dituntut untuk tidur lewat tengah malam akibat tugas yang tiada hentinya mengalir.
     Sebuah candaan kecil yang menyatakan aku seorang anak kecil langsung berkumandang tak kala aku selesai menguap. Dan tentu hanya sebuah senyum kecut yang bisa aku tampilkan untuk membalas ocehannya.
     Beberapa bulan terakhir ini, tempat ini telah menjadi area yang sangat akrab dengan kami. Tempat tongkrongan murah dan sesuai dengan kantong mahasiswa. Dan kenyamanan tempatnya juga menimbulkan sebuah kecanduan untuk datang lagi di lain waktu. Tempat yang kebanyakan pengunjungnya adalah kaum mahasiswa dengan berbagai kegiatan yang mereka lakukan di sana. Belajar, tugas, sekedar tongkrongan, pacaran dan semua kegiatan yang akrab dengan mahasiswa hadir di tempat ini.
     Malam ini, entah yang keberapa kali aku duduk di tempat ini. tak terhitung lagi. mungkin sudah bosan juga semua pegawai di sana dengan kehadiran Tujuh atau Delapan orang mahasiswa baru ini. Mereka semua telah mengenal kami sebagai member namun sayang sekali tidak pernah mendapat diskon.
     Bersama orang-orang ini, semua kegiatan pernah aku lakukan. Dan hari ini, sejak tadi pagi aku meninggalkan rumah (sebut kost bagi para mahasiswa), sampai sekarang aku belum kembali dan masih betah bersama mereka. Kebetahan yang sebelumnya sangat besar untuk hanya sekedar berdiam diri di rumah, kini mulai pudar. Mereka memberikan hal baru dan menghilangkan kejenuhan yang terjadi. Mereka menghadirkan sebuah kecanduan yang membuat aku lebih tenang dan lebih tentram apabila ada diantara hari-hari mereka, baik dikala keadaan susah, apalagi ketika canda ria dan tawa sedang menghiasi.
     Banyak sekali perubahan yang kini aku rasakan telah terjadi. Dan tanah perantauan ini, rumah kedua ini, membuat aku jauh menjadi lebih dewasa. dimana aku menemukan mereka sebagai 'alat' pendewasaan diriku sebagai seorang manusia, sebagai seorang mahasiswa, dan sebagai seseorang yang sedang menjalankan amanah.
     Namun satu hal, aku hanya ingin menjadi diriku sendiri. Aku hanya ingin menjadi seorang yang terlahir dan tumbuh dengan pengaruh orang lain yang menyebabkan perubahan. Di sini, diantara mereka, aku hanya ingin agar menjadi sedikit lebih baik. Aku tidak ingin terpengaruh, aku hanya ingin menjadi diri sendiri yang semakin hari semakin lebih baik. walau mungkin aku harus melibatkan beberapa orang yang selalu mempengaruhi dan selalu berada di sekitarku.

Jumat, Januari 03, 2014

its not me

malam ini terlalu larut untuk mengajak seorang pergi keluar. sudah bukan waktunya lagi. tetapi sebuah keharusan membuat ini benar-benar terjadi. Derap langkah terdengar begitu jelas akibat sepinya kota di tengah larut malam. Sepasang manusia berjalan berdampingan menyusuri jalan raya yang begitu macet dikala siang sedang terjadi. namun sangat kontras dengan suasana saat ini. dimana hanya ada sepasang manusia berjalan dengan derap langkah yang sama dan senada berada di tengah-tengah aspal hitam yang secara samar terpantulkan cahaya. begitulah suasana jalan yang biasanya padat, macet dan panas, kini berubah menjadi suasana yang romantis di dinginnya malam tanpa bintang di langit kota.
kesunyian kota membuat sedikit canggung dan susah untuk memulai. hanya diam dan bisu yang menemani penyusuran di jalan sepi ketika itu. yang juga terkadang ditemani suara binatang malam yang sedang berpesta.
kisah tadi siang ketika berada di sebuah sungai berair jernih masih teringat dan terus saja membekas. ketidaksengajaan bertemu di suatu tempat dari rombongan berbeda ternyata melahirkan cerita lain yang kini sedang berlanjut. begitu mudahnya, hanya beberapa jam yang lalu, dan kini kedekatan itu telah melahirkan suasana yang indah walau tanpa ungkapan kata.
dan pertemuan malam ini adalah efek dari pertemuan tadi siang. dimana rasa itu harus di ungkapkan hari ini juga. dan sekarang adalah waktunya. walau harus dengan cara bersembunyi untuk keluar dan bisa bertemu. ini akan menjadi malam yang indah. pegangan tangan menjadi awal dari semuanya. sentuhan yang membuat bulu roma berdiri dan aliran darah yang menjadi tak karuan itu menghiasi sepinya malam. indah sekali malam itu alau tanpa dihiasi bintang di langit malam. namun pertemuan, pegangan tangan, dan tatapan mata yang terjadi saat itu bisa mengubah cuaca mendung menjadi sebuah keindahan yang benar-benar nyata.
begitulah ketika sedang jatuh cinta dimana semua akan terasa begitu indah.


Kamis, Januari 02, 2014

ini hidup

begitu besarnya perjuangan yang harus dilalui, aku bahkan pernah sampai menitikkan air mata untuk ini. kesepian itu tidak mampu aku hadapi ketika benar-benar berada dalam medan perjuangan. tidak ada kesanggupan yang aku rasakan untuk berjuang. aku seperti terdampar di sebuah pulau kosong dengan keadaan yang sangat miris. aku merasa perjuangan sia-sia ada di depan mata. cahaya yang aku ikuti dari dulu mulai redup dan tampak tidak terang seperti dulu lagi. kesenderian tidak mampu aku hadapi di tengah ganasnya hidup di tempat yang belum aku kenal. seperti sebuah hukuman bagiku anugrah yang diberikan Tuhan beberapa saat lalu ketika memiliki kesempatan untuk bisa melangkah sesuai keinginan hatiku yang selama ini sudah membayang. dan ketika kesempatan itu benar-benar tiba, aku tidak bisa bersyukur dan merasa ini adalah sebuah kesalahan besar karena beratnya perjuangan yang sebenarnya belum apa-apa ini. namun demikianlah, si anak kampung dengan mudah langsung menyerah saat menginjak tanah perantauan. rindu kampung halaman dengan segala kenikmatannya, tidak seperti tanah ini yang keras dan dengan kesebatangkaraan.
namun jika dilihat dari sisi lain anugrah tuhan ternyata masih dan meanglah yang terindah. kesusahan ini mengantarkan aku untuk bertemu dengan orang yang menemaniku dalam kesendirian ini. dosa besar terasa menyirami seluruh tubuhku dikala aku merasakan nikmat tuhan yang sebenarnya. penyesalan akan karunia tuhan yang sebenarnya begitu indah adalah hal yang membuatku kini merasa menjadi seorang yang beruntung, walau dengan segala keterbatasan yang aku miliki saat ini.
sedikit demi sedikit aku mulai bisa menerima keadaan walau hanya dengan sedikit bersyukur. berusaha untuk menjadi yang terbaik dalam segala situasiku yang begitu sulit dan terjepit. tetapi hal ini membuatku menjadi lebih sadar akan arti bersyukur dan berjuang. berkorban untuk mencapai suatu tujuan, dan keyakinan bahwa tujuan itu akan tercapai melalui pengorbanan dan perjuangan


Rabu, Januari 01, 2014

sawang

akhirnya kita semua meninggalkan indahnya tahun 2013. tahun yang begitu penuh perjuangan untuk aku lalui. tahun dimana kenangan indah banyak terukir bersama orang-orang hebat yang sangat berati membuat perubahan dalam hidup ini. tahun dimana aku mengukir sejarah untuk hidupku sendiri, menjalani hari yang penuh dengan hal-hal baru. mengisi hidup dengan pejalanan panjang yang mengantarkan aku menginjak tanah jawa untuk pertama kalinya. berada di ujung timur pulau dengan segala perjuangan yang benar-benar sangat melelahkan. hanya bermodal nekat untuk sebuah tekad menjadi seorang sarjana aku memberanikan diri untuk melangkah seorang diri menuju cahaya terang yang tampak di ujung timur pulau ini.
ini adalah berkah tuhan. seorang remaja kampung ini berhasil mendapatkan satu kursi di salah satu universitas favorit negeri ini. dan sejak itu perjuangan dari segala sisi di mulai. taruhan untuk hidup menjadi suatu keharusan untuk terus melangkah di samping cemoohan yang terus mengalir.
kini kurang lebih 7 bulan sudah. tidak bertemu keluarga dan berada di samping mereka. berada di sini selama setengah tahun lebih kembali menghadirkan pengalaman baru yang tidak dapat dihargai apapun. bertemu dengan orang-orang baru, berlatarbelakang berbeda setiap mereka, dan dari daerah yang berbeda pula.
inilah orang-orang Indonesia. Bhineka Tunggal Ika yang benar adanya.