Minggu, Juni 29, 2014

Chemistry is You and Me

Genggaman tangan itu terasa sangat menghangatkan tubuh. Jemarinya yang lembut bermain di telapak tanganku yang sedikit kedinginan. Menghangatkan suasana malam kota Batu yang selalu identik dengan suhu di bawah rata-rata. Untuk pertama kalinya, aku merasakan sentuhan hangat yang begitu mesra, rambutnya yang tertiup angin menyentuh wajahku yang berada tepat di sampingnya. 

Beberapa saat yang lalu kami menghabiskan waktu bersama dengan melangkah mengelilingi museum yang baru saja diresmikan. Berjalan melihat dunia tempo doeloe di berbagai belahan dunia. Berdampingan dalam langkah yang seirama. Butuh waktu lebih dari dua jam untuk benar-benar bisa menyaksikan semua yang ada dalam museum. Dan dalam dua jam itu pulalah, aku dan dia berusaha membentuk sebuah chemistry agar rasa canggung tak lagi menjadi penghalang untuk kebersamaan kami kelak. 

Banyak foto yang terabadikan di sore itu. Sayang sekali tak semua momen dapat diabadikan saat aku berada di sampingnya. Butuh relawan lain untuk membantu menjepret kamera. Dan itu bukanlah hal mudah karena tidak semua orang mau menjadi suka relawan mengabadikan kebersamaan dua insan yang masih sangat anyar dalam damainya cinta.

Kami berjalan menyusuri rute sesuai panah yang telah tersedia. Berjalan berdampingan bersama bahu yang terus bergesekan dengan halus akibat dekatnya jarak saat melangkah. Tak ada lagi pemisah. Kami adalah sepasang insan yang masih berusaha untuk melakukan sebuah pendekatan. Melahirkan pengertian satu sama lain untuk saling memahami. Dan mungkin inilah tempat untuk itu semua bisa menjadi sebuah kenyataan. 

Tidak ada yang mengenal kami di sini. Tatapan mata yang saling beradu pandang ditemani senyum adalah bukti sekaligus saksi bahwa kami sekarang adalah sepasang kekasih. Tak banyak kata yang keluar dari bibir, tetapi makna tatapan dan senyuman sudah cukup mampu untuk menciptakan sebuah pengertian diantara kami.

Sebuah bangku bermotif mobil lawas keluaran jerman terlihat kosong di rute akhir perjalanan kami. Berada di pojok dan sedikit tertutup, menjadi tempat yang pas untuk melepas kepenatan kaki setelah melangkah beberapa jam lamanya. Aku mengajaknya duduk, dan kami duduk berdampingan untuk jarak yang sangat dekat. Bahu saling bersinggungan dan rambutnya kadang-kadang menyentuh wajahku. Aku dan dia bersandar dengan sangat santai. Dan dalam jarak yang sangat dekat itu, kapala kami saling menopang. Terkadang saling memandang. Membuat aku dapat merasakan hembusan nafasnya. Kemudian kata-kata keluar dari mulutku untuk mengajaknya bicara. Kami bercerita banyak hal, tentang apa saja, tentang kuliah, tentang keluarga, teman lama, dan tentu saja masalah kecil yang sebentar lagi akan kami hadapi selama dua bulan lamanya.

Banyak cerita yang terukir sore itu. Bahkan hingga langit sudah benar-benar gelap, kami masih betah dalam kebersamaan di sana. Tak peduli beberapa orang yang melirik kepada kami. Satu yang pasti, kebahagiaan benar-benar ada di sore menjelang malam kala itu.

Aku menyodorkan tanganku saat kami hendak kembali berjalan meninggalkan museum. Dia tersenyum, menatapku sejenak dan membalas sodoran tanganku dengan sebuah genggaman yang begitu hangat. Kami mulai melangkah menyusuri lorong akhir dari perjalanan di museum dengan tangan yang saling menggenggam. 

Udara dingin di luar begitu menusuk, tulang seolah bergetar akibat angin malam yang berusaha merasuki tubuh. Kami melanjutkan malam di alun-alun kota. Alun-alun indah yang menjadi icon kota ini. Duduk bersama diantara ramainya pengunjung dan kerlap kerlipnya lampu yang menghiasi. 

Kami berjalan mencari tempat nyaman untuk bisa menikmati malam perpisahan. Di bawah komidi putar kami berhenti dan disanalah kami kembali bercerita banyak tentang apa saja. Udara malam semakin dingin, hembusan angin pun semakin kencang.

Dia menatapku dalam-dalam. Matanya jelas menusuk jauh ke dalam bola mataku. Dia tersenyum, dan aku mulai memahami maksudnya. Tangannya kuraih dan kembali aku menggenggam jemarinya yang lebih mungil dari jari-jariku. Dia tersenyum dan tetap menatap ku dalam senyum. Kemudian sandaran kepalanya di bahuku membuat rasa dingin benar-benar terusir. Begitu lama kami berada dalam keadaan demikian. Menikmati malam yang semakin larut bersama seorang yang namanya kini ada di ruang hati yang paling megah. 

Begitu indah malam yang kini aku nikmati. Sentuhan lembut dari kulitnya menghilangan rasa dingin yang menyelimuti Kota. Gerak rambutnya yang membelai wajah membuat aku benar-benar merasa manja. Dan dia, ketika kepalanya bersandar di bahuku, tampak senyum indah menghiasi bibir tipisnya, memperlihatkan lesung pipinya yang membuat ia tambah cantik malam ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar