Minggu, Desember 07, 2014

Emosi

Sedikit cerita hadir dalam perjalanan cinta yang kurang lebih menginjak masa bulan ke Lima. Entah mengapa hari itu, Jumat kelabu yang berkawan rintik hujan menghiasi hati yang tengah dilanda galau. sebuah ruangan kecil kumasuki untuk menenangkan hati yang tengah berkecamuk. Mungkin akibat rasa rindu karena sudah lebih seminggu tak berjumpa. Dan itu sangat menyiksa. 

Ada kesempatan besar untuk kita bertemu ketika itu, sayang sekali kau terlalu bermain-main dengan semuanya. seolah tidak memahami dan tidak peduli akan rasa rindu yang tengah menyiksaku. Jujur saja itu terlalu membuatku kesal dan sedikit demi sedikit memunculkan amarah. Ada pikiran yang muncul di hatiku bahwa kau mulai mencoba untuk mempermainkan aku. Terlihat kau seperti mulai jenuh dan ingin lepas dari bayangku. Antara percaya dan tidak aku terus menerus menahan emosi yang terus naik ke ubun-ubun.
Dalam sedikit waktu di akhir kesempatan kita untuk bertemu, akhirnya kau datang. Sayang sekali aku sudah benar-benar tak kuasa menahan marah. Rasa kesalku membuncah dan tak ingin ditemui siapa pun. Tiba-tiba kau masuk, langsung duduk disampingku seperti biasa. Ingin aku meluapkan amarah saat itu juga, namun rangkulanmu membuat semuanya tertahan. layar laptop tiba-tiba meredup, seakan mempersilahkan untuk kita bicara. sayang sekali tak banyak waktu karena jam bertamu sudah habis dan kau diharuskan untuk segera angkat kaki
.
Sekitar Lima belas menit aku berada dalam rangkulanmu. Memang terasa sangat nyaman dan hangat, namun emosi tak bisa sirna begitu saja. Aku menatapmu saat kunyatakan apa yang hatiku tengah rasakan. Ya, itulah aku yang tidak ingin punya rahasia lagi diantara kita. Akan langsung kukatakan ketika ada sesuatu yang mengganjal di hati. kadang mungkin membuatmu kecewa, tapi ya sudahlah, aku rasa itu lebih baik daripada menutupinya. Toh belakangan juga pasti akan terungkap.

Sedikit terasa lega tepat setelah aku mencurahkan segala emosi dan kesal yang menggondok di hati. Terlihat wajahmu yang tampak sedikit lelah. Wajah imut yang sedikit dirasuki rasa bersalah. Jujur aku tidak tega, tapi apa boleh buat, hari itu mungkin kita sama-sama berada dalam keadaan bersalah. 

Tak ingin lagi aku keluar dari pelukanmu. Mencium bau khas dari tubuhmu, terkena deraian rambutmu yang hitam lurus, tajam menusuk wajahku. Dan juga kecupanmu yang mendarat di pipi kiriku sebagai ungkapan maaf atas semua yang terjadi hari ini. Ah, kau benar-benar mampu mengendaalikanku. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar