Minggu, April 10, 2016

Sembilan

Satu dari mereka sempat menyebut UGM sebagai tujuan selanjutnya, adalah Galang Satya Budiman (Iduang) yang dengan nada percaya dirinya akan kuliah di jurusan Teknik Nuklir. Sedikit tentang Galang, adalah seorang manusia aneh keturunan Jawa-Minang yang tidak tinggal bersama orang tuanya. Hidupnya lebih banyak terisi dengan tawa dan rencana-rencana besar yang kadang terwujud kadang tidak. Salah satunya adalah Teknik Nuklir UGM yang menjadi impian terbesarnya saat itu (dan ternyata belum beruntung). Kegagalannya di SNMPTN dan SBMPTN akhirnya mendamparkan Galang ke jurusan Teknik Elektro Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau (UIN Suska). Satu lagi tentang Galang yang paling spesifik adalah hidungnya yang memiliki ukuran jumbo, jauh melebihi hidung yang lainnya, termasuk hidungku yang juga terbilang cukup besar di kalangan mereka. 


Seorang yang biasanya selalu ‘tidak akur’ dengan Galang bernama Jeffry Kurniawan. Badannya tambun tinggi besar. Perut buncit dengan kepala yang kecil membuat wujudnya tampak lucu dari kejauhan, ditambah lagi dengan pribadinya yang juga tidak jarang membuat orang terpingkal semakin menambah kelucuannya. Panggilan akrab sederhana untuk menyebut manusia ini adalah GOPARDO (Godang Paruik Pado Dado) yang jika di-Indonesia-kan kira kira artinya Lebih besar Perut daripada Dada. Tidak berlebihan, karena inilah penampakan yang ada kalian saat melihat Jeffry (baca: Jepri). Walaupun selengeh dan agak sedeng dalam beberapa hal, Jeffry adalah ketua OSIS semasa kami aktif dalam berbagai ekskul di sekolah. Satu hal yang membuat Jeffry sedikit tidak disukai sekaligus membuat orang tersenyum geli melihatnya adalah wajah songik (aku kurang tahu bahasa Indonesia-nya) yang selalu dia tampilkan jika sedang marah atau sakit hati, terutama ketika sedang rapat. Secara khusus, saat itu Jeffry tidak menyebutkan dimana dia ingin kuliah. Dia satu-satunya murid IPS diantara kami, mungkin sedikit membuatnya bingung ingin melanjutkan kemana karena secara keseluruhan kami hampir selalu membahas tentang jurusan-jurusan yang berbau eksak. Namun kemampuannya dalam sosial aku yakini dimanapun Jeffry berada, dia akan terpakai. Dan akhirnya dia resmi menjadi mahasiswa Universitas Negeri Padang melalui jalur SPMK (Mandiri) dengan jurusan Teknologi Pendidikan.

Teman sekelasku dan Jeffry ketika kelas X SMA yang tinggi dan kurus bernama Putra Oktavianto. Sama halnya dengan Galang, Putra adalah salah satu pemilik rating tertinggi dalam hal ‘ketidakakuran’ dan sering dibully Jeffry. Biasanya mereka bertigalah yang melahirkan suasana hidup ketika kami bersama. Putra adalah orang yang sangat menghargai kebersihan (pakaian, sepatu dsb), sangat dimanja Ibunya, terkenal sangat lelet dalam segala aktivitas dan tidak punya percaya diri dalam hal pelajaran. Dia pintar, terbukti dari SD hingga SMP dia selalu berada di podium juara kelas, hanya saja seiring bertambahnya umur, kepintaran Putra juga sepertinya semakin terkikis bersamaan dengan rasa percaya dirinya, yang akhirnya membuat Putra selalu terlempar dari jalur 10 besar. Putra adalah salah seorang atlet sepak bola sekolah, juga seorang anggota Paskibra. Satu lagi tentang Putra, dia lebih rela dijambak rambutnya atau dipukul kepalanya dari pada sepatunya terinjak. Aneh memang, mungkin itu juga yang membuat terjadi erosi kepintaran dalam kepalanya. Sekarang Putra mengambil jurusan Teknik Listrik di Politeknik Negeri Padang.

Satu kawan yang paling soleh diantara kami dan sering dipanggil Ustadz, namanya Rendi Afrineldi. Dia pintar, rajin dan sangat tergila-gila pada rumus Fisika (mungkin itu yang menyebabkan jidatnya lebih lebar dari rata-rata jidat manusia umumnya). Rendi selalu optimis dalam kesehariannya. Kepiawaiannya mendekatkan diri dengan guru membuat Rendi menjadi ‘anak baik’ yang sering kali dipuja, bahkan oleh pemegang kendali inventaris sekolah. Tak ayal, selama kelas XI, bisa dikatakan Rendi sama sekali tidak pernah membeli kebutuhan sekolah. Buku-buku, pulpen, penggaris, Tipe x, hingga stabilo dia dapat secara gratis berkat kedekatannya dengan penguasa inventaris sekolah yang juga merangkap guru bimbingan konseling. Dan tidak jarang pula aku terkena imbas ’durian runtuh’nya karena aku dan Rendi sekelas ketika kami kelas XI. Fakta tentang aku dan Rendi, kami sempat tidak akur beberapa saat karena aku dituduh mendekati pacarnya saat itu. Namun akhirnya seiring waktu berjalan kami akur kembali dan dia mengenalkanku pada Cinta semasa SMA, seorang perempuan berkacamata di kelas kami. Nanti saja kuceritakan. Kini rendi duduk di Jurusan Fisika Universitas Andalas, dan baru saja terpilih menjadi Gubernur BEM fakultas MIPA (setingkat Presiden BEM Fakultas kalau di kampusku). Wait…. Ustadz Rendi punya pacar? Ada cerita panjang yang nanti akan kuceritakan agar tidak ada kesalahpahaman. Oke???

Lanjut, yang berperan membuatku sempat patah hati dan mencoreng masa indah dunia SMA bernama Nanda Alzeta Pratama. Anak seorang dokter yang hidupnya bahkan lebih sederhana dari kehidupanku yang hanya berasal dari keluarga biasa. Dia juga berbadan besar namun antara perut dan kepalanya terbilang proporsional sehingga tidak menimbulkan tawa seperti Jeffry. Pribadinya tenang dan tidak pernah terlihat mempunyai masalah sama sekali. Terkenal cukup play boy dikalangan yang benar-benar mengenalnya. Nanda adalah satu-satunya diantara kami yang namanya tidak tercatat dalam kepengurusan OSIS ketika itu (rezim Jeffry di tahun ajaran 2011-2012). Ada cerita khusus antara aku dan Nanda yang mengisi kisah perjalanan 9 Bakawan. Nanti saja ceritanya. Impian Nanda untuk menjadi seperti ayahnya tidak kesampaian dan kini dia menjadi mahasiswa Jurusan Kimia di Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta.

Rahman Dhuha. Menurutku dia paling ganteng diantara kami. Dan beberapa kakak kelas berpendapat aku agak-agak mirip dengan Rahman (alhamdulillah, berarti aku juga kecipratan ganteng, hehe). Dia seorang yang jago musik. Badannya kecil kurus namun merupakan play boy yang jauh lebih berpengalaman daripada Nanda. Rahman memiliki kelebihan dalam menaklukkan wanita. Kadang sikap orang ini sedikit menyebalkan karena terkesan sombong dan kagadang-gadangan. Tapi dia adalah sosok yang peduli, jiwa sosialnya juga tinggi dan penuh perhatian. Cieeee. Dulu merupakan satu-satunya perokok aktif diantara kami, dan perlahan hilang. Entah bagaimana sekarang, apakah kambuh lagi atau tidak, aku belum mendapat informasi pasti. Terkenal dengan panggilan Saluang, karena kakinya mirip alat musik tradisional Minangkabau (sama besar ukuran paha hingga tumitnya). Rahman kini kuliah di Jurusan Pendidikan Teknik Mesin Universitas Negeri Padang.

Diantara 9 orang itu, ternyata ada satu yang berkerabat denganku. Dia lebih tua setahun kurang sehari. Sebenarnya, aku malas mendeskripsikan orang ini. Mendengar namanya saja, perutku biasanya langsung sakit. Berhubung ini adalah perkenalan, ya mau tidak mau nama ini harus tetap disebut juga. Bagus Yulianda Putra. Terkenal dengan bibir tebalnya. Anak ini multitalent, bisa apa saja. Juga jiwa sosialnya tinggi dan memiliki banyak teman. Rumahnya biasa dijadikan basecamp jika kami bingung mau kemana menghabiskan akhir pekan. Bagus sangat jago speak-speak gombal. Dengan kepandaiannya bermain kata, akhirnya dapat menaklukkan hati anak dari wakil kepala sekolah ketika itu, Rahmi Desmira. Sangat pencemburu dan mudah tersinggung jika sudah menyangkut Rahmi. Bagus adalah yang paling luar biasa diantara kami. Meskipun dengan seabrek nilai minus yang menghinggapi dirinya, Bagus adalah sosok pemimpin yang secara tidak langsung telah kami pilih, karena ada beberapa hal yang sangat tepat yang hanya terpikirkan oleh kepalanya ketika mengambil keputusan. Bersama Jeffry dia juga seringkali mem-bullly Putra dengan guyonan-guyonan segar yang membuat semua orang terbahak. So, Bagus adalah laki-laki langka yang luar biasa sehingga perlu dilestarikan. Kini Bagus tinggal di Jakarta bersama wakil ketua DPD dan berkuliah di jurusan Teknik Sipil Universitas Negeri Jakarta. Masa depannya menurutku sudah terjamin karena memiliki hubungan dekat dengan Hj. Mufidah Jusuf Kalla, rumah mereka di kampung halaman pun bersebelahan.

Terakhir ada kawanku bernama Septian Adi Putra, nama tengahnya sama denganku. Dan diantara kami, hanya dialah yang menggunakan nama tengah sebagai panggilan keseharian. Di luar nama resminya, ia biasa dipanggil Boti (boti=betis) karena ukuran betisnya yang memang jumbo. Bagus menyebutnya Omnivora (pemakan segala). Kenapa? (tanyakan pada rumput yang bergoyang). Adi seorang yang pintar ketika SMP, terpilih wewakili sekolahnya untuk ikut Study Banding ke Malaysia dan Singapura. Sama seperti Putra, kepintarannya juga terkikis ketika menginjak masa SMA, Barang kali karena mengenal istilah pacaran. Dia menjalin cinta dengan seorang primadona satu daerah dan terlalu fokus menjaganya. Adi adalah Pradana Umum Pramuka saat itu. Dia juga multitalent, hobi menggambar dan desain. Bersama Rahman dan Bagus mendirikan LBC (Lintau Beatbox Clan). Namun karena perpisahan jarak antar mereka bertiga, LBC akhirnya vakum dan saat ini seolah tinggal nama, atau mungkin sekarang diteruskan oleh generasi berikutnya(?). Kini dia sedang mengembangkan karir beatboxnya melalui musik acapella. Semoga sukses Bro. Adi kini berada di kampus yang sama denganku, Universitas Brawijaya Malang, namun kami beda jurusan. Adi tercatat sebagai mahasiswa program studi Agribisnis. Sementara aku mengambil jurusan Ilmu Tanah.

2 komentar:

  1. Da rahman masih jago beatbox kok da, waktu yu tanyo k anak teknik mesin 13, uda tu trmasuk keren dan terkenal , yg ngecek itu cowok lo lai mah hahahah

    BalasHapus