Minggu, Mei 25, 2014

Spartacks de Java Bernyanyi

"Terima Kasih AREMANIA
Terima Kasih AREMANIA
Dari Kami
SPARTACKS de JAVA"


Tepat di menit ke 90 nyanyian itu muncul dari beberapa orang berbaju merah. Terdengar sayup-sayup di lautan manusia berbaju biru. Segelintir orang bersuara dengan penuh suka cita melihat papan skor digital yang ada di seberang lapangan. Berteriak tiada henti dan meloncat-loncat kegirangan. Mulut terbuka karena tertawa lebar menyaksikan sebuah fakta yang terjadi di depan mata. berbanding terbalik dengan puluhan ribu orang yang ternganga seolah tak percaya atas suatu kenyataan yang sedang terjadi. Drama besar lahir malam itu ketika Kerbau Merah berhasil menanduk Singa Gila di kerangkengnya sendiri. Tidak ada ketakutan lagi setelah semua itu. Mereka membuktikan bahwa mereka adalah pahlawan dan layak untuk diberi dukungan. Perjalanan jauh mereka menghasilkan sesuatu yang akan di bawa pulang ke kota bengkuang.

Dari base camp sekitar 1 jam kami menempuh perjalanan menuju Kepanjen. Kota yang baru saja menjadi Ibukota dari Kabupaten Malang. Kota adipura yang sekarang menjadi lautan biru Aremania. Hanya berangkat menggunakan 6 motor saja karena tiada koordinasi yang jelas ketika itu. Hanya pemberitahuan lewat media sosial dan berangkatlah semua yang bisa berangkat sore itu.

Perjalanan kami dimulai dari sebuah pertamina di depan Universitas Brawijaya. berada dibawah bendera SPARTACKS De JAVA kami bersiap menuju stadion Kanjuruhan yang menjadi medan perjuangan kabau sirah malam ini.

Malam telah menyelimuti langit Malang Raya ketika 6 motor yang konvoi memasuki gerbang dan pelataran parkir stadion. Selama perjalanan hampir semua orang terlihat memakai baju biru dan syal mengalung di leher mereka. Bergerak menuju suatu tempat dan akan berpesta ketika 2x45 menit berakhir (sayang sekali tidak untuk hari ini)

Tepat ketika muadzin selesai mengumandangkan azan yang merdu, saat itulah kami sampai di gerbang Stadion. Beberapa tukang parkir menawari kami sebuah tempat yang sepertinya, cukup baik, cukup aman, dan juga tidak susah untuk keluar nantinya. Sekitar 100 meter jarak parkiran dari pintu utama stadion. Kami berjalan di tengah-tengah aremania yang masih mondar mandir diterangi lampu luar stadion. Aku benar-benar merasakan hawa Kota Malang seperti yang aku lihat di televisi. Polisi terlihat masih duduk-duduk di warung sekitar stadion menunggu beberapa saat lagi mereka akan segera bertugas.

singkat cerita kami langsung membuka jaket ketika tepat berada di depan pintu stadion. tampak hampir semua orang berbaju biru memperhatikan kami yang berbaju merah. Suasana seperti terkendali ketika itu. Mereka melihat jelas bahwa kami memakai baju yang jelas-jelas mendukung tim tamu. keberanian luar biasa, sengaja datang ke kandang singa untuk mendukung lawannya. Beberapa polisi mengingatkan kami agar berhati-hati karena masa pendukung tuan rumah sangat tidak sebanding dengan kami yang hanya berjumlah 20 orang (bertambah 6 orang dari jumlah yang berangkat bersama). Sekali terjang maka remuklah kami malam itu.

Suasana di dalam stadion masih terbilang sepi ketika kami masuk. Setiap sisi memang sudah terisi dan pemain pun sudah tampak melakukan pemanasan di lapangan. "Pantek Amak Ang, Selamat Datang Sadonyo." itulah kata sambutan dari Aremania yang menyambut kami ketika berada dalam stadion. BAhasa Padang yang sangat tabu dan jarang dikeluarkan di keramaian. Kami berteriak melambai kepada tim yang akan berjuang, menyadari kehadiran kami yang hanya segelintir mendukung mereka, mereka pun membalas dengan lambaian dari tengah lapangan sambil terus melakukan pemanasan. 

Hampir satu jam aku dan rombongan menunggu untuk benar-benar peluit berbunyi sebagai tanda dimulainya laga. Tidak banyak yang dapat kami lakukan malam itu. Langkah serba salah dan harus perpikir dahulu apa yang akan kami lakukan. Salah-salah, bisa jadi nyawa menjadi taruhannya. Puluhan ribu orang berbaju biru siap memborbardir kami yang hanya berjumlah 20 orang. Itupun tanpa senjata pengaman. Hanya kecintaan terhadap kampung halaman yang akhirnya membawa kami hadir di salah satu tribun kanjuruhan. Sempat spanduk Spartacks de Java mengelilingi stadion lewat jalur atletiknya. Pasukan biru yang bernyanyi di stadion menyambut dengan senyum dan beberapa dari mereka mengabadikan momen tersebut. respek yang baik dari tuan rumah yang malam ini kedatangan tamu dari luar pulau. tetapi tetap saja kesalahan yang kami lakukan pada saat laga berjalan nanti akan sangat membahayakan. Bisa-bisa nyawa berakhir di stadion meskipun Malang sangat terkenal dengan barisan suporternya yang sangat rapi dan disiplin.

Soundtrack Fair Play berkumandang ketika para pemain memasuki lapangan. Kami berdiri dan menyambut kedatangan para pandeka minang dari sudut stadion berkapasitas 40 ribu orang itu. tepuk tangan dan teriakan yang kami beri tidak lagi terdengar, kalah jauh dibandingkan tuan rumah yang mencapai angka 20.000 orang. Namun semangat kebanggan terhadap ranah minang tidaklah membuat semua itu surut, Dukungan tetap dan akan selalu hadir dimanapun mereka berjuang. Sayang sekali pihak penyelenggara tidak menyediakan sebuah tribun khusus untuk kami, karena memang kami datang dengan jumlah yang sangat sedikit. Membuat kami harus berbaur dengan Aremania dan ini sedikit mengancam. Bukan dari Aremania nya sendiri, tetapi dari mereka yang bertujuan mengacau mengatasnamakan pendukung arema. 

Pertandingan yang sedang berlangsung tidak bisa membuat kami berteriak sering karena tim kebanggaan urang awak berada dalam tekanan. hanya diam dan duduk sambil mengelus dada kegiatan yang kami lakukan di 25 menit pertama. barulah memasuki menit ke 30 nyanyian-nyanyian dari Minangkabau mulai berkumandang. Hingga di penghujung babak pertama sebuah gol membuat keadaan berubah. Aremania yang sejak tadi heboh menyanyikan yel-yel mereka dengan sangat kreatif tiba-tiba hening menyaksikan sebuah gol bersarang. Dan di saat bersamaan ke dua puluh orang yang berada diantara Aremania meloncat dan berjingkrak atas gol yang terjadi. Suasana yang sangat kontras terjadi antara Lautan Manusia berbaju biru dengan segelintir orang berbaju merah. Tidak lagi peduli akan keselamatan, kami terus bernyanyi, melompat dan berteriak tepat di balik pagar pembatas. sementara ribuan Aremania terdiam membisu melihat apa yang terjadi di lapangan dan menyaksikan sukacita kami malam itu. Tua muda laki perempuan dan anak-anak semuanya sunyi, hanya suara kami yang terdengar meski dalam jumlah yang sangat minim. Namun kami tidak terlalu lama menguasai keadaan. Aremania kembali bernyanyi dengan lantang memberikan semangat kepada pejuang-pejuang mereka, membenamkan suara-suara dari ranah minang.

Ketika babak kedua mulai bergulir, Aremania semakin lantang meneriakkan nyanyiannya. Lirik-lirik yang mereka keluarkan terdengar jelas, dentuman bass pun mengiringi dengan sempurna ditambah tarian yang indah terlihat dari kejauhan. Secara responsif, kami ikut menyanyikan lagu-lagu yang sedang berkumandang, menggerakkan kaki dan mengikuti gerakan mereka. Kami berbaur meski masih tampak jelas sekat pemisah. Aremania kembali jeda sesaat menyaksikan Osas Saha yang dengan mudah kembali menjebol gawang I Made Wardana. Saat itulah suasana terbalik kembali terjadi. Dalam hening itu, kami berloncat dan berteriak kegirangan sambil memanjat pagar pembatas. tak terkira senang hati ketika itu melihat papan skor digital di seberang memberikan angka 0 untuk kepala singa dan memberikan angka 2 untuk kepala kerbau. 

Pertandingan terus berlanjut hingga akhirnya waktu 2x45 menit benar-benar habis, dan selama itu kami menari, bernyanyi dan berteriak tiada henti, membuat mereka yanga da di depan kami sedikit marah, kecewa dan semacamnya. Mungkin saja mereka ingin memukul kami karena kehebohan ditengah duka yang sedang mereka dapat, namun bagi kami itu adalah suatu kenikmatan. Di penghujung waktu tidak lupa kami menyanyikan lagu penghargaan dan ucapan terima kasih kepada tuan rumah Aremania yang ternyata begitu sportif dan menyambut kami dengan tangan terbuka.

Lampu Stadion mulai dimatikan namun kami masih berada dalam. Tribun sudah sangat sepi, hanya tinggal kami dan beberapa orang polisi yang mengawal yang masih tinggal di dalam. Menunggu suasana di luar stadion sepi dan kondusif sehingga kami dapat keluar dan meninggalkan stadion dengan tenang. Kami tidak lagi menggunakan baju warna merah bergambar gonjong Rumah Gadang dan tulisan Semen Padang FC yang di bawahnya di ukir gambar kepala kerbau dan Tugu Kota Malang sebagai lambang dari Spartacks de Java, yaitu barisan suporter padang yang berada di tanah Jawa khususnya daerah Malang, Surabaya, Bojonegoro dan sekitarnya. Atas saran polisi, Baju merah itu kini ditutupi dengan jaket untuk menghindari hal yang tidak di inginkan.

Begitu keluar stadion, tempat yang kami tuju adalah Regent Park Hotel di pusat Kota Malang. Tempat para pemain, manager dan official team menginap. bersalaman dengan para pemain dan jajaran pelatih, berfoto bersama dan mendapat jamuan makan malam istimewa bersama mereka. Sungguh luar biasa rasanya, bersalaman dan melihat secara langsung wajah Eka ramdahani, Airlangga Sucipto. Yu Hyun Ko, uda Hengki Ardiles, Mak itam 'Baru' Osas Saha dan masih banyak lagi, serta bercanda ria dengan Uda Rony yang saat itu mewakili Pak Asdian sebagai manager tim.

Terima Kasih Untuk Keluarga Besar kabau Sirah Semen Padang yang Telah Memberikan yang terbaik dan Menghibur Kami di perantauan. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar