Minggu, Mei 01, 2016

Menusuk Mata


Butir-butir keringat muncul membasahi raut wajahmu. Kebetulan malam itu kita sedang berjalan membelah malam, katamu kau ingin sekali menyaksikan pentas seni di depan rektorat. Ya, itu adalah satu-satunya hiburan yang dapat kita saksikan dalam keadaan yang sekarang ini.

Sembari melangkah kau bicarakan tentang perpisahan yang tidak lama lagi akan terjadi. Pikirku hanyalah karena kita akan balik ke kota masing-masing menghabiskan libur. Tidak terbayang barang secuilpun dalam otakku bahwasanya maksudmu tidaklah demikian. Kita sedang tidak berdiri di atas lantai prasangka yang sama.

Di langkah terakhir sebelum kita menduduki tembok panjang di samping rektorat itu, kau berkata lagi mengingatkan beberapa hal, lalu kau tersenyum dalam gelap.

Kita dudukkan raga dalam waktu yang lama. Tujuan awalnya adalah untuk menikmati pentas seni, tapi sedetikpun kita tak mengarahkan pandang ke panggung. Justru kita saling hadap, menusuk mata masing-masing dengan tatap teramat tajam.

Dalam pengharapanku, "sampai jumpa di waktu kita kembali menginjak kota ini 6 bulan lagi". Namun dalam bathinmu kau berkata lain. "Aku tak berharap kita akan jumpa lagi, terima kasih telah memberi warna, dan ini adalah pertemuan terakhir kita."

Tidak ada komentar:

Posting Komentar