Rabu, Mei 13, 2015

Skenario Kita -Aku dan Kamu-

Bukan hanya satu, tetapi hampir setiap mulut yang mengenal kita selalu mengatakan hal yang serupa. Meski semua muncul dari berbagai jenis dan macam kalimat, tetapi intinya tetaplah itu dan itu saja. Aku adalah seorang yang beruntung, begitu pikir mereka. Tentu saja mulut-mulut itu bisa menilai hanya dari luar, sekedar membaca dari apa yang mereka lihat, hanya menerjemahkan sesuatu yang terjadi di depan mata mereka tanpa mereka peduli bagaimana skenario sebenarnya yang mereka anggap lancar dan baik itu bisa berjalan. Aku dan kamu sangat mengetahui, ada sesuatu di balik terciptanya cerita yang tampak harmonis tanpa pernah ada goncangan masalah. Seandainya kita berdua mendengar secara langsung apa yang mereka dapat simpulkan dari semua penglihatan, aku yakin kita akan sama-sama tersenyum, kemudian saling menatap sejenak, lalu menarik napas yang sangat dalam atas kesalahan mereka dalam memberi penilaian. Benarkan? Seolah hal yang kita lakukan itu adalah kontra atas semua yang mereka lihat dan ceritakan.

Kita -mungkin lebih baik aku mengubahnya menjadi aku dan kamu- bukan tidak pernah menginjak benang kusut, dan bahkan hanya karena masalah sepele dan sangat kecil aku dan kamu menciptakan rasa kesal masing-masing yang jauh lebih rumit dari sekedar benang kusut. Bahwa bahagia yang tampak di balik damainya cerita yang aku dan kamu buat adalah sebuah topeng yang tidak sengaja terpakai. Keadaan, kesibukan, dan berbagai cerita lain di luar cinta dan kasih sayang membuat aku dan kamu seolah saling paham dan saling mengerti. Tentang bagaimana cara menjaga perasaan, bagaimana memahami keinginan masing-masing, dan bagaimana mencari jalan keluar atas keinginan yang tidak dapat kita capai, maksudku aku dan kamu. Begitukah? 

Mungkin sebagian hal benar begitu adanya. Aku dan kamu mencari jalan keluar bersama meski hanya untuk keinginan-keinginan sederhana yang tidak bisa terlaksana. Dan itu sebenarnya adalah sangat jarang terjadi. Kita punya ego yang sulit untuk di bendung -maksudku aku-. Itulah faktor yang harus bertanggung jawab atas ketidakharmonisan yang mengguncang cerita akhir-akhir ini. Entah mengapa bisa demikian, padahal hati yang isinya sudah penuh dengan namamu ini kadang tidak mau untuk bekerjasama barang sejenak. Keinginan yang dipunyainya harus terwujut. Dan tahukah kamu apa sebenarnya keinginan hati yang kadar egonya bisa berubah menjadi sangat tinggi melebihi apapun itu? 

Itulah dia pertemuan. Hanya sesederhana itu. Tidak masuk akal kadang, ketika rindu terlampau merajalelai pengertian. Meski hanya dalam pertemuan-pertemuan sederhana, tetapi itulah egoisme dari rasa yang selalu ingin bertemu. Pahamilah agak secuil, bahwasanya ketika kata rindu tiba-tiba terucap, itulah paksaan untuk bisa bertemu, sebagai bukti bahwa tidak ada permainan dalam skenario cinta yang sedang kita mainkan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar