Selasa, Mei 05, 2015

? . . .


Mungkin sesungguhnya kamu tercipta sebagai peredam amarah, sebagai penyejuk hati yang sering panas, atau sebagai penjaga raga yang masih terombang ambing kesensitifan. Semua adalah hadiah luar biasa dari Tuhan dan aku sangat bersyukur atas semuanya. Dipertemukan lalu dibersamakan dalam satu jalan yang beriring senyum dan kecup. Tetapi logikaku masih takut untuk berbagi cerita. Ketidaksanggupan menjadi sandungan untuk jujur dan terbuka. Takut beberapa kali membuat lidah berubah kalu dan tidak berdaya, diikuti mata yang kemudian tidak berani menatap, dan terakhir disetujui napas yang tiba-tiba menjadi berat. Bagaimana jika di depan tatapmu aku masih dikuasai amarah dan hati yang panas? Bagaimana jikalau kacau dalam ragaku malah membuatmu meneteskan air mata? aku tidak berani membayangkannya. Aku juga tidak berani melihat ke depan dimana kita berada di persimpangan kemudian memilih jalan berbeda yang tidak akan ada temu lagi di ujungnya nanti. Sampai detik ini interval masih menjadi pilihan terbaik menurutku. Terlalu egois jika baikmu justru dijadikan pelampiasan kesal dan amarah. Meski rindu terus hadir dan kadang menyiksa, tetapi setidaknya aku tidak menghadiahkan bentakan untuk jiwamu yang lembut. Dari jauh aku masih bisa melihatmu tersenyum dan ceria meski mungkin terkadang samar. Satu kesimpulan yang tersirat dari sedikit curahanku bahwasanya aku takut kehilangan kamu akibat bodohku yang tidak bisa mengendalikan emosi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar