Rabu, Mei 06, 2015

Catatan Kecil di Praktikum Mahasiswa Pertanian (1)


Suasana praktikum salah satu mata kuliah di laboratorium genetika
(Genetika tanaman)
Semuanya dilakukan di luar jam kuliah. Menyita waktu di luar jam yang di agendakan akademik untuk bertatap muka dengan dosen. harusnya seratus menit dalam sehari sudah cukup untuk membuat kepala terasa sedikit oleng. Di sinilah suka duka mahasiswa pertanian diawali. Setelah mengantuk tidak karu-karuan dalam ruangan ber AC bersama 40 orang lain mendengar ceramah dosen yang sulit untuk dicerna, tidak ada kata langsung pulang, istirahat atau nongkrong di kantin sejenak untuk mahasiswa pertanian. Apalagi untuk hangout keluar seperti cafe, mall atau sekedar duduk di taman kota. Saat dosen mengakhiri ocehan ilmiahnya, ancang-ancang juga harus langsung di ambil. Tinggalkan ruangan sesegera mungkin, melangkah melewati tangga atau bahkan kadang berpindah gedung, keluarkan jas laboratorium (jas lab), dan kemudian masuk ke ruangan yang baunya sama sekali berbeda dengan ruang kuliah. Jika ada mata 7 kuliah bersama dosen, maka bersiaplah ada tambahan 7 tatap muka lagi bersama asisten


Praktikum dimulai. tanpa jas lab praktikum tidak dapat diikuti. Tanpa ikut praktikum dijamin nilai akan terombang ambing di akhir semester. Padahal hanya Satu SKS dan itu terasa jauh lebih berat daripada Dua SKS bersama dosen. Juga dalam waktu Seratus menit, kegiatan yang sebenarnya mengasyikkan itu berlangsung (kadang juga membosankan karena menunggu, apalagi jika praktikum tersebut menyangkut dengan waktu).

Namun sedikit lebih santai dan lebih rilex karena beban satu SKS dari setiap mata kuliah ini di temani asisten praktikum (asprak) yang telah lebih dulu mengambil mata kuliah bersangkutan. Lebih gampangnya disebut kakak tingkat. Merekalah yang menemani dan mengarahkan selama praktikum berlangsung. Apa yang dikatakan dosen dari teori-teori di bukunya, langsung diprakekkan bagaimana yang sebenarnya. Sangat mudah dilakukan sepertinya ketika dosen berkoar tentang teori-teori ilmiah dari buku yang kadang dia sendiri pengarangnya. Nyatanya tak segampang yang dilamunkan di kelas. Banyak aturan dan tetek bengek yang tidak boleh dilakukan, sementara beberapa lainnya harus dilakukan dengan sangat hati-hati. Belum lagi penggunaan alat-alat yang tidak dikomersialkan (alias hanya ada di beberapa laboratorium) yang harus mengikuti kaidah agar tidak mengeluarkan kocek untuk mengganti jika rusak. Tidak masalah jika harga alatnya masih tergolong kantong mahasiswa. La, beberapa alat harganya bahkan bisa mencapai ratusan juta. Mau diganti pake apa? "Rusak satu alat, kelar kuliah lo !!!"

Bukan Kedokteran.
Ini Pertanian Bro !!!
Tidak sampai disitu, kita juga mesti dihadapkan dengan asisten yang tingkah dan polanya macam-macam. Yang moodnya kadang hadir kadang tidak, yang kadang tersenyum atau kadang cemberut selama seratus menit. Oke jika mereka paham dan mengerti akan seluk beluk praktikum yang akan dilakukan. beberapa diantaranya bahkan sama sekali tak mengerti dasar dari praktikum tersebut tujuan dan gunanya untuk apa (untungnya hanya sebagian kecil asisten yang demikian). Lalu darimana mereka bisa diterima menjadi asprak? Ini sangat patut dipertanyakan demi kualitas generasi terpelajar di masa depan. :D

Satu hal, ada untung yang dapat di raih. Kita menjadi kenal kakak tingkat yang akan banyak gunanya nanti saat bingung tentang masalah perkuliahan. Setidaknya mengenal asisten masing-masing yang mau tidak mau akan siap ditanya tentang segala macam hal, logis dan tidak logis termasuk di dalamnya.

Di akhir praktikum, biasanya juga ada postes untuk penambah nilai (katanya). Diambil dari materi dan bahan yang di bahas hari itu. Akhir postes adalah akhir dari derita hari ini di laboratorium. Namun bukan akhir segalanya sehingga setelah ini dapat jalan-jalan, nongkrong atau tidur siang. Jangan harap Bro !!! Ada laporan yang harus dikerjakan berkaitan dengan praktikum di hari bersangkutan. Mulai dari pendahuluan, tinjauan pustaka, metodologi, hasil praktikum dan pembahasan, penyesuaian dengan literatur, kesimpulan hingga penutup dan dokumentasi kemudian diakhiri dengan daftar pustaka. Rata-rata menghabiskan 10 sampai 15 kertas HVS per laporannya. Dan tahukah kalian ke 15 lembar itu tidak dalam bentuk ketikan atau hasil print out, tetapi ditulis tangan menggunakan bolpoin biru. Cukup lelah menjadi mahasiswa pertanian dengan segala kesibukannya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar