Rabu, Februari 04, 2015

Has Felt the Pain

si Bungsu Ibu yang nakal Ahmad Mitsaqon Ghalizan (Mizan)


Meski kau kini hidup dengan kekurangan fisik sejak berusia 3 tahun, bukankah kau memiliki banyak teman yang selalu mencarimu saat kau tak ada di rumah? Mereka menyusulmu ke ladang ketika kau membantu ayah. menunggu bahkan membantumu hingga pekerjaanmu selesai dan pergi bermain jika ayah mengizinkan. Tak ada teman yang menertawaimu karena kekurangan yang kau derita. Pernah beberapa kali dulu, dan itu tak berlangsung lama. Kau bisa membuatnya terdiam. Bukankah itu hebat?

Tidak seperti aku dan kakakmu, meski kami tergolong pintar menurut para guru, tetapi peringkat pertama tidak pernah kami rasakan. Kau hanya butuh satu tahun untuk membuat dirimu berada di podium teratas. Dan mempertahankannya selama bertahun-tahun. Kau terpilih untuk ikut seleksi olimpiade, sementara aku dan kakakmu, jangankan terpilih, bahkan kami sangat jarang bergelut dengan kata olimpiade itu. Peserta terkecil sepertimu juga mampu meraih juara saat khatam al Quran. Kau masih berusia kurang dari 9 tahun ketika itu, sementara usia peserta adalah 13 dan 14 tahun.

Terakhir aku memahami bagaimana hatimu saat kau berada di SSB. ibu kembali membuka perizinan untuk anak-anak yang tinggal bersamanya merasakan ceria di sepak bola. terakhir ketika abang sepupu kita patah karena sepak bola, beliau menutup diri dengan hal itu hingga akhirnya aku dan beberapa abang sepupu lain tidak mendapat kesempatan merasakan rumput hijau yang luas sambil menendang bola dengan ceria. barulah ketika kau mulai tertarik sepak bola ibu kembali memberi izin. 

Aku lihat betapa senang kau dengan hal itu, perlengkapan sepakbola kembali memenuhi rumah. Mulai dari sepatu, jersey  hingga tas, dan tentu saja sebuah bola berharga mahal juga hadir dalam rumah. Setengah was-was ibu memberimu izin. Ibu tahu kau pintar dan cerdas, hanya saja kau terlalu bandel dan nakal untuk anak seusiamu. Jika aku suruh menghitung berapa kali ibu meneteskan air mata karenamu, kau pasti tak akan mampu mengingat saking seringnya. Ibu yakin, sepak bola akan membuatmu sedikit lebih baik. karena itu kau kini berada di SSB ILC.

Kini SSB itu membuatmu sedikit kecewa. Kelebihan pemain untuk seleksi Danone Cup dan juga usiamu yang masih belia dibandingkan yang lain, membuatmu harus terbuang. Kau di transfer ke SSB Excellent untuk seleksi ini karena mereka kekurangan pemain. Awalnya membanggakan karena sempat merasakan bermain di SSB terbaik di kota kita. Namun SSB tersebut akhirnya membuatmu benar-benar menangis. Aku paham apa yang kau rasa.

Pertandingan pertama memang kau diikutsertakan, dan ternyata menang. Namun pertandingan kedua, kau tidak diberi kabar. Mereka bertanding saat kau sudah bersiap-siap bahwa mereka akan menjemputmu. Jangankan untuk melihat pertandingan saja, kau bahkan hanya mendengar berita kekalahan dari Excellent. SSB terkenal dan terbaik seperti itu ternyata juga bisa kalah. Dan yang lebih menyakitkan, SSB ILC tempat kau bernaunglah yang justru menjadi juara dan lolos untuk seleksi tingkat Propinsi, sementara kau tidak berada disana saat seleksi.

itu menyakitkan. Ibu juga sepertinya sangat marah dan kecewa. Ibu mengerti perasaanmu. Meski baru 13 tahun, seorang anak juga memiliki hati dan perasaan. Ibu merasakan kesedihanmu. Beruntunglah kita memiliki ibu seperti beliau. Juga perlu kau dengar kata pelatihmu ketika berbicara dengan ibu. Kau masih terlalu kecil dibandingkan murid lain. Tidak seperti mereka, kau masih punya satu kali lagi kesempatan untuk berjuang menembus Danone Cup. Meski tak ada jaminan untuk SSB ILC kembali menang, setidaknya kau pernah merasakan betapa perjuangan itu sulit dan sangatlah penting. Itu adalah modal yang akan kau bawa ke hari dewasamu. beruntung kau merasakan kesedihan dan pahitnya hidup sekarang. Suatu saat semua itu akan mempermudah perjalanan hidupmu yang jauh lebih kejam.

Untuk hari ini, teruslah berlari dan menendang bola. Jangan sampai kau rusak sepatu kesayanganmu. Jangan sampai kau buang bola mahal yang membuat kau bangga memilikinya dan jangan sampai kau bakar segala tentang sepakbola yang telah memenuhi rumah.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar