Minggu, Februari 14, 2016

Seadanya


Agaknya tulisan yang terpampang di pagar tembok pembatas itu menelusup masuk ke bagian rasa yang paling dalam. Akibat tulisan itu aku tercenung, terdiam selama beberapa saat hingga akhirnya dikagetkan oleh seorang yang menepuk pundakku. Sore itu grimis, sehingga hati sedang peka-pekanya dalam menterjemahkan semua yang berkaitan dengan rasa.

Suhu pun kali ini agak dingin dari biasanya, mungkin sedang menyambut mahasiswa rantau yang baru kembali dari kampung halaman. Meskipun begitu agak susah juga untuk menarik kesimpulan dari terjemahan-terjemahan rasa yang suasananya hari ini sedikit berbeda. Dinginnya udara ternyata tidaklah terlalu berpengaruh.

Sebut aja aku pernah jatuh cinta, ya kenyataannya aku memang pernah jatuh cinta meskipun sampai detik ini aku belum bisa memaknai definisi cinta secara utuh dan sebenarnya. 

Saat menatap butiran gerimis, prasangkaku berbisik di telinga, ada sedikit salah yang kuperbuat, membuat hati selalu takut dan was-was dalam beberapa keadaan. Karena aku menyimpan rasa terlalu dalam, dan jatuh cinta terlalu dalam juga, pada satu orang yang memang terlihat sempurna. 

Laku memang tetap seperti biasa, kaum hawa selain dirinya tetap saja menjadi santapan untuk mencuci mata. Hanya sekilas, karena begitu mereka hilang di pelupuk mata, maka hanya tinggal satu bayang saja. Bayang itulah penyebab takutku, penyebab mendekatnya rasa was-was dalam setiap keadaan ketika kami tak bersama. Bayang itu jualah yang menyebabkan aku terperosok pada dalamnya cinta dan rasa yang tidak bisa kumaknai sendiri.

Dan di sore gerimis ini, sedikit ingin kuubah cara untuk jatuh cinta, juga sedikit memodifikasi cara untuk memaknai rasa. Ingin aku biarkan semua mengalir seadanya. Agar kecewa tidak terlalu menyiksa seandainya dia yang membuat jatuh cinta tiba-tiba berkilah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar