Selasa, Februari 23, 2016

Pengecut

Source Image : Google
Di detik-detik pertemuan kita -maksudku ketika aku melihatmu- tak hentinya aku menyesali mengapa pertemuan kita lambat terjadi. Mata yang seharusnya kukendalikan tak mampu untuk memandang selain kepadamu. Keinginan yang terbiasa diam kini berontak di dalam bathin. Seandainya dan selalu seandainya, seringkali aku menghabiskan waktu untuk mengkhayalkan sesuatu yang tidak lagi mungkin terjadi, tidak pernah terjadi.

Pengecut !!! Ya, memang benar adanya aku adalah seorang pengecut. Berharap dan terus berharap tanpa berani bertindak. Dan aku yakin kamu tidak akan tertarik dengan aku yang seperti itu. 

Menaklukkan kaum hawa bukan keahlianku. Kepiawaianku hanya berani berharap, berandai dan berangan. Lalu tertidur hingga dirimu yang hanya dalam khayal singgah di bunga tidurku. 

Kapan aku dapat mendengar lagi suaramu? Saat ini tiada alasan untuk kita berbagi mendengarkan suara. Jika pun alasannya cinta, mungkin kepengecutanku lebih memilih untuk diam saja. Kamu juga sepertinya tidak akan pernah peduli. Kamu yang pernah kecewa karena ulahku mungkin sedikit akan mengatur jarak. Aku memahaminya, tetapi bolehkan selangkah saja aku lebih dekat denganmu?

Maaf perihal masa kemaren. Saat kamu menjadi seorang yang berada dalam posisi yang tidak seharusnya. Maaf juga atas keegoisanku yang sedikit membuatmu kecewa. Cinta memang tidak bersuara, tetapi dia punyai hak untuk menjatuhkan pilihan pada siapa saja.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar