Dalam banyak hal, kesederhanaan selalu membuatku jatuh cinta. Entah apa istimewanya, pesona dan kesan sederhana yang melekat selalu menghadirkan pikatan yang tidak biasa. Seorang mahasiswi Sastra Inggris menjadi daya tarik yang membuat malam ini terasa panjang untuk sekedar dibawa beristirahat di singgasana malam.
Tidak banyak pujianku untuk meninggikannya. Dibandingkan mahasiswi sastra dan budaya yang lain, jelas dia kalah jauh tak terkira. Mungkin seulas senyum di bibir tipisnya saja yang menjadi keunggulan di samping kulit putih bersihnya yang mulus. Satu hal lagi selain kesederhanaannya dalam berpenampilan, dia terkesan enak diajak bicara. Apapun topik yang kuajukan, dapat ditanggapinya tanpa ada kesan keterpaksaan dalam menanggapi. Aku memanggilnya 'Casual Ladies'. Responnya hanya berupa secuil senyum ikhlas jika sudah panggil begitu.
Pernah ketika itu aku hampir lupa bahwa pernah mengenalnya. Setahun lamanya kami tidak berjumpa. Dia juga tak terlalu aktif di sosial media sehingga update hari-harinya sama sekali tidak menyambangi berandaku. Lalu, gazebo besar kampus membuat kami bertemu malam itu. Di depan Photobooth aku melihatnya, berdiri dengan gaya yang sedikit dibuat kocak yang diabadikan temannya melalui kamera.
Dia, perempuan sastra istimewa nan sederhana. Malam itu tidak banyak kata tercipta. Hanya sekedar saling menyapa, tentunya dengan iringan senyum semanis madu dari bibirnya. Ya, itu saja kurasa. Tidak ada alasan yang cukup atas sesuatu yang perlu dibicarakan, jika pun ada pasti lidah sudah kaku terlebih dahulu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar