Pikirku sebelum malam itu kita adalah 2 orang dengan keyakinan yang tidak sama. Barangkali bukan aku saja yang menganggap demikian, ada juga kawan lain yang sebelumnya berpendapat sama. Pikir itu lalu runtuh setelah pertanyaan bodoh tidak sesuai tempat yang kuajukan saat kita sedang berjalan bersama beberapa orang lain, menyusuri jalan aspal selebar 3 meter dari Arena Bowling menuju warung kecil tempat mengakhiri malam.
Atas kesalahan fatalku, semoga kamu tidak merilis namaku di daftar orang yang tidak kamu senangi. Pikirku kamu adalah seorang Khatolik atau Protestan. Kontur dan topografi wajahmu menunjukkan demikian, gaya keseharianmu juga mencirikan seorang yang biasa menyenandungkan pujian kepada Tuhan di gereja. Ada garis perawakan China yang telah menyatu dengan rupa orang Melayu, menghadirkan kombinasi seperti kamu yang berdiri di sampingku. Dan adalah kesalahanku, hanya menilai dari apa yang terlihat, tanpa ingin menelusuri kepastian kebenarannya.
Kronologisnya, saat kita tinggal beberapa meter lagi tiba di warung kecil di ujung jalan. Ada yang berbicara tentang 2 gereja yang hanya berjarak 200 meter kurang lebih. Greja Protestan di sisi Utara dan Gereja Khatolik di sisi selatan. Yang bersama kita saat itu adalah 2 orang dengan tempat ibadah yang berbeda, si Pace dari Timor Leste adalah seorang Khatolik dan Kakak dari NTT adalah seorang Protestan.
Sekedar untuk mendekatkan diri saja, sebagai alasan agar tidak terlalu banyak diam yang menguasai hari itu, kutanyakan tentang Gerejamu, dimana kamu beribadah selama berada di sini. Aku sempat shock dengan jawabanmu, cukup berhasil kata-katamu membuat air mukaku berubah seketika, untung saja malam itu cahaya lampu di setiap rumah tidak sampai meraih jalan raya, juga bulan sedang tidak penuh pantulan cahayanya, sehingga perubahannya tidak begitu kentara terlihat.
"Aku Muslim, Gi." Tersenyum kamu menjawabnya.
Aku melotot dan beberapa detik berhenti bernafas. Ternyata kamu sama denganku. Langsung aku merasa bersalah atas pertanyaan yang baru saja kuajukan. Kuhitung 3 kali aku minta maaf atas pertanyaan bodohku. Dan kamu sepertinya menjawab dengan santai, sayang saja jalanan terlalu gelap untuk aku dapat menangkap raut ekspresimu atas pertanyaan sembronoku.
Sepanjang malam aku dibuat merasa bersalah. Pernah juga sebelumnya aku melakukan kesalahan yang sama dengan keadaan yang terbalik, hanya saja agaknya kesalahan hari ini agak lebih tidak bisa ditolerir.
Beberapa kali kutangkap ekspresi di wajahmu. Bersamaan dengan itu juga aku coba memahami kesalahanku. Seperti yang sudah kujelaskan, ada perpaduan setidaknya 2 etnis yang menghasilkan rona penduduk asli Bumi Sriwijaya. Itulah yang telat aku sadari, yang berakhir dengan sebuah rasa bersalah atas pertanyaan tidak tepat sasaran.
Mohon maaf, semoga kita bertemu malam itu yang dibarengi dengan pengakraban secara tidak langsung di Arena Bowling, cukup mampu mencairkan suasana, cukup mampu juga untuk menganggap pertanyaanku sebagai angin lalu saja, pertanyaan yang tidak penting untuk dibahas lebih lanjut karena memang ada human error yang seharusnya tidak pernah terjadi.
BTW, salam kenal dan semoga kesalahterkaanku bukan alasan untuk kamu tidak lagi mau mengenalku.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar