Masih harus kembali menyesuaikan diri. Hans sudah kurang biasa lagi dengan udara kota Malang yang sejuk, bahkan dingin di beberapa waktu. Menggigil badannya setiap kali menyentuh air untuk sholat subuh, bulu-bulu tangannya selalu berdiri, gemeretak giginya yang beradu terdengar jelas.
[PART 2]
Hans memutuskan untuk menjadi bagian dan tinggal di Kontrakan Ivan hingga akhir semester ini, 4 bulan lagi kurang lebih. Dengan membayar beberapa uang untuk keperluan rumah, dan bentuk patungannya membayar sewa rumah, Hans resmi menetap di sana. Ivan dan yang lain tidak keberatan sama sekali, bahkan atas saran mereka Hans akhirnya memilih tinggal.
Ini memasuki minggu ke 3. Rutinitas ke kampus tidak begitu banyak. Tidak ada lagi kuliah, yang ada hanya konsultasi dan bimbingan dengan dosen terkait skripsi. Atau ke kampus hanya apabila rindu dengan soto ayam kantin dan sup buah.
Tidak seperti biasa, setelah subuh ini Hans tidak kembali membaringkan badan ke kasur. Sudah ada janji dia dengan Elsa minggu pagi ini ke CFD, dan dalam rencana, Ivan, Wed, Ambon, Fahri, dan Nusa juga akan ikut. Ivan sudah bangun dan sudah terhidang segelas kopi di depan tv tempat ia duduk. Wed sudah pasti masih tidur, hanya keajaiban yang membuatnya bisa bangun sepagi ini. Ambon dan Fahri kemungkinan sebentar lagi juga akan keluar kamar. Nusa, orang itu gampang. Dia hanya akan mengikut saja. Di suruh bangun, dia langsung bangun. Disuruh siap-siap, segera dia lakukan.
"Jadi?" Tanya Ivan bersamaan dengan hisapan pertama rokoknya.
"Jadi, aku udah dikabarin Elsa tadi." Jawab Hans.
"Anak-anak Basecamp juga katanya pada mau ikut."
"Sejenak Hans agak kaget, tapi berusaha dibiasakannya ekspresi wajahnya."
Ini pertama kali Hans mengajak Elsa keluar. 2 Minggu ini mereka memang tiba-tiba jadi dekat, lebih dekat dari sebelum Hans berangkat ke Sumatera dulu. Hans bahkan pernah beberapa kali berangkat ke kampus bareng Elsa.
Beberapa menit berikutnya, Ambon nimbrung yang juga diikuti Fahri beberapa saat kemudian. Nusa diteriaki Ivan, sementara Wed yang alarmnya sudah berteriak berkali-kali tidak juga terpisah kelopak matanya. Adalah tugas Nusa untuk membuat Wed tersadar. Tanpa belas kasihan dihantamnya pinggang Wed.
"Gggak bangun kalau gak gitu." Alasan Nusa ketika Ambon atau Ivan menyarankan cara yang lebih manusiawi.
#######################
Jam 6 kurang sedikit mereka berangkat, Elsa sudah menunggu di depan rumah. Masih agak pagi memang, tetapi ini sudah perhitungan dari Fahri yang sangat meghargai waktu. Jarak dari rumah ke Jalan Ijen tempat CFD sekitar 10 km. Dengan kecepatan yang diperkirakan hanya 30-40 km/jam maka waktu yang dihabiskan adalah kurang lebih 20 menit. Belum lagi ditambah beberapa kali melewati lampu merah, memilih parkiran dan sebagainya, total mereka akan tiba di jalan Ijen pada pukul setengah Tujuh.
"Hitungan yang berkelas." Wed mengapresiasi dengan kedua jempol tangannya.
"Temenmu ganok sing melu Sa?" Tanya Nusa kepada Elsa, merupakan yang paling cantik diantara mereka karena satu-satunya perempuan.
"Ada sih Mas, yang mau CFD juga."
"Yo wes, ajak gabung ae Sa. Kali ada yang nyantol sama Fahri, kasian jomblo sejak lahir."
"Alensanmu Nus, kayak kamu udah laku aja."
Seperti biasa, Elsa hanya membarengi obrolan mereka dengan senyum. Elsa kenal hanya dengan Hans, sementara dengan yang lain, hanya Nusa yang hampir dapat dikenal baik, itu pun baru akhir-akhir ini karena sama-sama orang Jawa.
###############
"Bener kan Wed."
Fahri menunjukkan jam di pergelangan kirinya kepada Wed. Dilihat Wed jam itu menunjuk angka 06.27. Setengah tujuh kurang sedikit, yang artinya hitungan Fahri tidak meleset. Mereka kemudian berjalan ke arah jalan Besar Ijen, mulai tenggelam dalam rombongan-rombongan kecil yang sudah datang lebih dulu.
"Anak-anak Basecamp udah pada di sana." Ivan menunjuk bangku di ujung jalan. Tidak terlihat memang, terhalang punggung-punggung yang bergerak kesana-kemari.
"Ada Putri?" Tanya Ambon.
Ambon dari semester awal sudah tertarik pada Putri. Tetapi sampai detik ini sama sekali tidak terlihat usahanya. Dia bahkan hanya menemui Putri dalam keadaan rombongan seperti ini.
Dari ujung sana, mulai terlihat beberapa perempuan duduk mengarahkan pandangan pada mereka, lalu berteriak dan melambai. Di balas lambaian oleh Ivan dan Ambon. Fahrid an Nusa tersenyum. Hans perlahan sekali memperbesar jarak dengan Elsa, sementara Elsa menunduk, berjalan memelototi aspal yang diinjaknya.
Ada 4 orang yang menunggu mereka. Dan bagi Elsa, hanya satu yang menjadi fokusnya. Faza. Dia tidak kenal, tapi tahu kalau itu Faza. Elsa tiba-tiba merasa menjadi aneh. Merasa menjadi orang lain, orang yang sangat lain. Agak timbul sesalnya mengapa ikut Hans dan kawan-kawan, harusnya dia memilih ikut Dina saja. Tidak dia pikir kalau ternyata ada pertemuan macam ini. Yang dipikir Elsa kemaren hanya jika berangkat bersama Hans dan kawan-kawan maka dia tidak harus berangkat sendirian. Tetapi jika janjian dengan Dina, maka dari rumah ia sendirian dan hanya bertemu di CFD saja, pulang pun nanti juga sendirian. Dina dan kawan-kawannya tinggal di dekat kampus yang notabene hanya berjarak tidak sampai 2 km. Sementara Elsa, rumahnya di ujung kota.
Keempat orang yang sudah menunggu, memandang Elsa agak lama, membuat Elsa semakin ciut dan tundukannya semakin dalam, sebentar saja dia memperlihatkan wajahnya untuk sekedar menyapa, lalu disembunyikannya lagi. Bukan karena dia, hanya Elsa tahu dia dalam posisi yang kurang baik. Elsa paham, anggapan keempat orang itu yang mengajaknya ikut adalah Hans. Kenyataannya memang begitu apa boleh buat.
Faza, bagaimana dia akan menghadapi Hans? Bagaimana Faza akan menghadapi dirinya? Dan bagaimana pula Hans akan menghadapi Faza? Timbul caruk maruk tidak jelas dalam kepala Elsa. Timbul rasa cemburunya. Elsa sadar betul bahwa hubungan Hans dan Faza belum berakhir sepenuhnya. Tidak mungkin apa yang terjadi selama 3 tahun lebih akan lupa begitu saja. Kini Elsa menyesali betul keputusannya tadi malam, memilih untuk tidak ikut Dina, dan memilih bergabung dengan Hans adalah kesalahannya. Dan Hans pun tidak memberitahunya kalau ternyata pagi ini mereka akan bertemu Faza juga.
Bersambung. . . . .
Tidak ada komentar:
Posting Komentar