Bagaimana rasanya ketika membuat seseorang yang sangat kalian sayang menjatuhkan air mata? Dan ulahmu adalah penyebabnya, bagaimana rasanya? Sakit, jauh lebih sakit daripada yang pernah kalian rasakan. Tidak terperikan.
Sungguh pahit, dan tidak lagi dapat dipungkiri bahwasanya penyesalan selalu muncul di akhir. Saat air mata yang jatuh tidaklah lagi berguna, saat tangis tinggal menjadi cerita sedih tak terbantah, rasa sesal muncul bak pahlawan yang selalu datang sebelum alur berubah. Namun kedatangannya tidak membawa ceria, tidak membawa bahagia melainkan air mata.
Wahai kamu, yang air matanya telah jatuh karena ulahku, yang tangisnya telah pecah akibat kebiadabanku, yang sedihnya telah menggunung akibat sikapku. Kemarilah, beranikan dirimu untuk coba mendekatiku. Sudikan dirimu untuk tetap mau dekat denganku. Hapus air matamu, buang kesedihanmu dan tatap aku dengan sorot mata yang sangat dalam.
Maaf, hanya satu kata itu yang dapat aku ucap. Hanya kata itu saja yang berani terlontarkan oleh mulut bersalahku. Untuk kesekian kalinya, terimalah maaf dari jiwa egois yang tidak tahu diri ini, berikan juga maaf kepada tingkah burukku yang telah menyayat luka di hatimu. Maaf, maaf yang besar atas semua sikapku terhadapmu.
Tangis pertama yang kuberi, semoga juga menjadi tangis terakhir untukmu yang terkasih. Aku tidak ingin melihatmu sedih, tersenyum dan bicaralah agar hatimu tidak lagi merasa sepi. Untuk kesekian kali aku berjanji lagi, mengucap kata tidak yang ternyata akhirnya tetap kuulangi. Betapa malunya aku kepada sikapmu yang penuh budi. Kamu tangisi sikapku yang bagaikan tak berhati, aku juga tangisi lakuku yang tidak tahu diri ini. Menyesallah atas hari-hari bersamaku yang pernah kamu lewati, tangisilah mengapa takdir memilih untuk mempertemukan kita dalam kisah 2 hati.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar