Sabtu, Desember 12, 2015

Senior

"Nitip sebentar ya, saya mau ke kamar mandi." Penjaga perpustakaan itu menitipkan pekerjaannya beberapa saat lalu hilang di balik lift. Sudah hal yang biasa karena hampir setiap hari saya keluar masuk ruangan berukuran 10 x 15 meter itu. Jadi penjaga perpustakaan sudah hafal wajah saya. Dan jika terjadi apa-apa sayalah orang pertama yang akan menjadi saran tendangannya.

Ya, lantai itu kamar mandinya tidak berfungsi sehingga mau tidak mau jika ingin buang air atau keperluan di kamar mandi harus turun ke lantai 3 atau naik ke lantai 5. sedikit merepotkan memang namun apa daya, kamar mandi di lantai tersebut sudah rusak sejak 8 bulan yang lalu dan belum diperbaiki hingga detik ini.

"Owh, iya Pak." Melihat sejenak, lalu saya lanjutkan mencari buku literatur yang berbahasa Indonesia (di rak lebih dominan terdapat buku berbahasa Inggris).

Cukup sulit ternyata, karena memang ilmuan-ilmuan terkenal selalu berasal dari luar negeri, sementara ilmuan dalam negeri seperti prosesor yang mengajar salah satu mata kuliah saya, juga bukunya diterbitkan dalam bahasa Inggris dan Belanda, adapaun bahasa Indonesianya telah raib entah kemana.

Satu-satunya buku berbahasa Indonesia yang saya temukan setelah hampir sepuluh menit, letaknya berada di rak paling atas, sekitar 2 meter tingginya sementara saya hanya 170 cm (kurang lebih). Jadi saya mesti berjinjit untuk menggapainya, alamat pasti dan tentu saja keseimbangan tubuh menjadi berkurang karenanya. Ditambah lagi buku yang akan saya raih ternyata cukup tebal dan beratnya mungkin hampir mendekati 5 Kg (berat di sampul). 

Setengah sampai, buku itu tidak tepat dalam genggaman saya ketika ditarik. Alhasil buku yang ternyata berdebu cukup tebal itu jatuh ke lantai dan debunya mengudara bebas hingga sekitar pinggang saya.

"Uhuk. . . Uhuk." Terdengar seorang bersuara sepersekian detik setelah buku jatuh.

Saya lihat ke samping bagian belakang, rak seberang yang hanya berjarak kurang dari 1,5 meter. Seseorang sedang jongkok dan tangan kirinya berada di antara mulut dan hidung saat saya menoleh. Sinar matahari yang masuk melalui jendela tidak bertirai menyoroti debu-debu yang sedang beterbangan. Cukup tebal sehingga wajar saja jika orang yang sedang jongkok itu terbatuk-batuk dibuatnya.

yang saya pikirkan saat itu hanya satu, apakah buku jatuh itu sempat mengenai tubuhnya sebelum mendarat di ubin? Rasanya tidak karena tidak ada bunyi lain selain gedubrak buku ketika tiba di ubin, namun posisi jatuhnya buku itu sangat memungkinkan jika sebelum mendarat sempat menyentuh badan orang tersebut terlebih dahulu. Ah, sudahlah, sudah terlanjur.

"Ups, maaf Mbak." Ternyata seorang perempuan. Kemungkinan lebih tua dari saya jika dilihat dari struktur wajahnya yang tidak lagi tertutup tangan.

Dia tidak menjawab, hanya tersenyum dengan wajah yang kurang enak. Ini yang membuat saya tambah yakin bahwa sebelum mendarat di ubin, buku itu sempat mengenai saah satu bagian tubuhnya. Atau mungkin karena efek senioritas. Ya, dia memang angkatan tua dan sebentar lagi akan lulus, sementara saya masih menikmati perkuliahan dalam waktu yang ditentukan jadwal. Di luar itu beberapa kali saya juga melihatnya sering membaca buku-buku tebal atau kumpulan jurnal di pojok perpustakaan yang lebih sepi dan sedikit tertutup oleh tumpukan skripsi.

Saya mengambil buku yang jatuh dan langsung melangkah ke salah satu bagian perpus yang masih kosong, tempat saya meninggalkan laptop tadinya. Ingin sebenarnya menanyakan sebelum saya minggat dari rak buku, apakah dia benar-benar tertimpa buku atau hanya terimbas karena debunya saja. Tetapi ekspresinya tidak memungkinkan untuk di ajak bicara, jadi saya putuskan untuk menjauh saja.

Kebetulan saya duduk di dekat kursi penjaga yang sedang keluar, dan kebetulan lagi saat itu perpus penuh sehingga sedikit ramai suaranya. satu-satunya kursi kosong selain penjaga adalah tepat di samping saya. Sudah pasti saya berpikir Mbak yang kejatuhan buku tadi akan duduk di dekat saya. Dengan sudut mata saya perhatikan, dia keluar dari rak buku, memandang segala penjuru mencari tempat kosong. Awalnya sudah melirik bangku kosong di samping saya, namun akibat insiden yang baru saja terjadi sepertinya dia mencari alternatif lain untuk duduk.

Penjaga masuk dan melihat seseorang masih berdiri kebingungan (penjaga sudah hafal tabiat orang-orang yang masuk perpustakaan).

"Iki lho Mbak, onok seng kosong." 

Tidak ada jawaban, perempuan itu akhirnya duduk di samping saya. Tau apa yang saya lakukan? Pura-pura serius membaca seolah tidak menyadari ada seseorang yang datang. Gaya sok cool yang gagal tentu saja, karena secara penampilan dan apapun, saya adalah orang yang sangat biasa.

Mata nakal saya tidak dapat dikendalikan, beberapa kali sudut mata menangkap gambar yang bisa dikatakan memanjakan mata. Mbak alias perempuan yang duduk di samping saya sekarang ternyata cantik (versi saya karena cantik itu kan relatif, katanya). Wajahnya putih dengan sedikit jerawat kecil di jidat dan pipi kanannya, matanya bulat, hidungnya mancung, bibirnya tipis dan berwarna pink (pakai lipgloss tipis). Rambutnya sepunggung dan ikal dan sedikit warna di bagian bawahnya. Dan yang paling membuat mata manja adalah pakaiannya yang walaupun tidak terlalu terbuka tetapi sedikit kurang sopan jika boleh dikatakan seperti itu meskipun tidak menampakkan sesuatu yang terlalu sensititf.

Jadi bagaimana pakaiannya? Celana jins biru muda yang ketat dipadu dengan baju kemeja pink yang serba pendek. Pendek lengan dan pendek bagian bawahnya, dari lengannya dapat dilihat ketiaknya yang bersih dan jika dia terlalu menundukkan tubuhnya, maka dari belakang akan terlihat terbuka (mengerti yang saya maksud ?). Juga 3 kancing bagian atasnya dibuka (mungkin karena gerah) hingga dengan jelas menampakkan tantop hitamnya yang sangat ngeprees.

Setelah saya berpikir sejenak, saya ingat dengan wajah ini. Mbak inilah orang dulu memaki dan membentak saya ketika telat satu setengah jam datang ospek. ketika itu saya cukup takut karena masih maba (mahasiswa baru) ditambah kejudesan mulutnya yang judes minta ampun, sangat tidak cocok dengan struktur pembentuk wajahnya yang lebih terlihat bersifat keibuan (bukan ibu-ibu). 

Di suatu kesempatan, tiba-tiba mata saya dan perempuan itu beradu pandang, sebagai orang yang lebih muda tentu saya (paksakan) untuk menyapa terlebih dahulu. Walau hanya dengan senyum dan sedikit anggukan kecil. kali ini dia menanggapi dengan senyum dan menatap saya sedikit lebih lama.

"Kamu yang dulu telat lama banget itu bukan pas ospek?" Tanyanya.

Astaganaga. Nafasku berhenti beberapa detik lalu tersenyum masam. Dia masih ingat saja ternyata.

"Benerkan?" Tanyanya lagi.

"Iya mbak." Saya sangat menghemat jawaban ketika itu. Tapi rasa malu tetap jelas dapat dilihatnya dari wajah saya yang memerah.

Satu fakta yang membuat semuanya berubah, saya dan perempuan itu ternyata satu jurusan, sudah cukup terkenal bahwa dalam jurusan kami tidak mengenal batas antara senior junior. Keadaan seperti itu memang benar adanya. Hanya diwanti-wanti dengan kata-kata "Silahkan bully senior tapi jangan coba-coba untuk membentak". Silahkan terjemahkan sendiri bagaimana maknanya.

"Maaf ya, itu dulu emang udah tugas sesuai tata tertib. Jadi ya mau gak mau." Klarifikasi atas tindakannya dulu kepada saya yang kurang berperikemanusiaan baru dilakukan setelah Dua tahun kemudian -___-

Kok tiba-tiba berubah baik begini? Padahal baru beberapa menit yang lalu wajah masamnya dia tampilkan. Sudahlah saya tidak berani mengungkit lagi, takut merusak suasana yang sedang baik.

Hari itu akhirnya saya dan Mbak Anis meninggalkan perpustakaan bersama-sama setelah banyak cengkarama yang terjadi (bahkan sampai ditegur pembaca lain dan penjaga perpustakaan karena dinilai terlalu berisik).

Patinya tidak sampai berakhir di perpustakaan saja. Tidak ada istimewanya apa yang saya ceritakan jika hanya sampai di sana. Setelah hari itu, beberapa kali kami berangkat ke kampus bersama, makan berdua, dan tentu saja hampir setiap malam minggu adalah jadwal pasti kami bersua menghabiskan waktu bersama. Akhirulkalam, aku jatuh cinta pada senior, pada perempuan yang usianya lebih tua.

(Langsung klarifikasi : Ini adalah hoax, plesetan dari beberapa pengalaman yang dilebih-lebihkan)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar