Tupak, Agroforestri dan Agrowisata Bukit Asam |
Kutulis senja dalam
karangan-karangan kecilku, kamu lukiskan juga pengharapan di waktu yang sama.
Seberapa magis sebenarnya senja memikatmu sehingga kamu agungkan begitu? Kutuliskan
bahwa aku menaruh harap pada senja. Dan kamu, apa maksudmu melibatkan senja
juga dalam postinganmu? Sebentar, aku tidak sedang mengadilimu, hanya
pertanyaan yang didalamnya terselubung sedikit kesemogaan, apakah itu balasan
untuk tulisan kecilku tempo hari?
Kamu, mahasiswi sastra yang tidak
begitu kukenal, sedikit saja pernahkah merasa tersanjung pada karangan-karangan
tentangmu? Memang tidak terpampang namamu diantara kata-kata yang kurangkai,
tetapi pahamilah, bahwasanya kamu adalah maksud dari susunan kata yang kuhampar
di berbagai media sosial.
Dan tentang senja yang kamu
tulis, mengapa rasanya itu tersambung dengan senjaku kemarin lusa? Aku mahfum
betul jika saat ini terlalu cepat untuk menuduh. Lagipula aku tengah dirundung
harap, yang barangkali setiap apa yang tak pasti selalu terhubung dengan
inginku, tidak objektif jadinya. Boleh jadi kenyataannya kamu sedang
menghabiskan waktu bersama seseorang, yang membuat kamu selalu teringat akan
kemenawanan senja yang kalian habiskan bersama. Apapun mungkin sekali terjadi.
Karena kita sudah terlanjur
berada dalam pembahasan senja, membuat aku jadi ingin menyamakan. Bagaimana langit senja
kita hari ini? Sekitar 2000 kilometer jaraknya. Masih samakah rona jingga sore
di kotamu sekarang dengan rona jingga sore di desa tempat aku berada? Di ujung
timur pulau Jawa kamu berdiri, dan di ujung selatan Sumatera aku disaat yang
sama, dapatkah kita bertukar kisah tentang sama dan beda senja yang hari ini
kita nikmati?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar