Sabtu, November 12, 2016

Senja Kita

Tupak, Agroforestri dan Agrowisata Bukit Asam

Kutulis senja dalam karangan-karangan kecilku, kamu lukiskan juga pengharapan di waktu yang sama. Seberapa magis sebenarnya senja memikatmu sehingga kamu agungkan begitu? Kutuliskan bahwa aku menaruh harap pada senja. Dan kamu, apa maksudmu melibatkan senja juga dalam postinganmu? Sebentar, aku tidak sedang mengadilimu, hanya pertanyaan yang didalamnya terselubung sedikit kesemogaan, apakah itu balasan untuk tulisan kecilku tempo hari?

Kamu, mahasiswi sastra yang tidak begitu kukenal, sedikit saja pernahkah merasa tersanjung pada karangan-karangan tentangmu? Memang tidak terpampang namamu diantara kata-kata yang kurangkai, tetapi pahamilah, bahwasanya kamu adalah maksud dari susunan kata yang kuhampar di berbagai media sosial.

Dan tentang senja yang kamu tulis, mengapa rasanya itu tersambung dengan senjaku kemarin lusa? Aku mahfum betul jika saat ini terlalu cepat untuk menuduh. Lagipula aku tengah dirundung harap, yang barangkali setiap apa yang tak pasti selalu terhubung dengan inginku, tidak objektif jadinya. Boleh jadi kenyataannya kamu sedang menghabiskan waktu bersama seseorang, yang membuat kamu selalu teringat akan kemenawanan senja yang kalian habiskan bersama. Apapun mungkin sekali terjadi.


Karena kita sudah terlanjur berada dalam pembahasan senja, membuat aku jadi ingin menyamakan. Bagaimana langit senja kita hari ini? Sekitar 2000 kilometer jaraknya. Masih samakah rona jingga sore di kotamu sekarang dengan rona jingga sore di desa tempat aku berada? Di ujung timur pulau Jawa kamu berdiri, dan di ujung selatan Sumatera aku disaat yang sama, dapatkah kita bertukar kisah tentang sama dan beda senja yang hari ini kita nikmati?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar