Aku tiba-tiba mengingatmu hari ini. Kau kawan pertamaku yang benar-benar berasal dari Malang, sekaligus kawan pertama yang dimana aku dan kamu berada di satu meja dengan hidangan sederhana, namun cara kita mengucap syukur agak berbeda. Aku menadahkan tangan, sementara kamu khusyuk sambil menyatukan dua tanganmu yang saling mengisi sela jemarinya, lalu saling menggenggam erat tangan yang lain.
Apa karena caruk maruk atas hilangnya toleransi beragama yang akhir-akhir ini tidak karuan beritanya di media, atau memang karena aku sedang merindukan waktu saat kita menghabiskan malam di kotamu. Ah, entahlah. Aku bukan seorang fanatik agama, dan sejauh ini dapat berkenalan denganmu adalah hal yang tidak bisa dilupakan begitu saja. Aku mengingatmu bukan karena keyakinan kita yang berbeda. Mungkin karena sedang sepi saja, karena aku kini jauh dari kotamu, tempat kita bertemu dulu.
Bagaimana kabarmu kini? Ingin lagi aku menghirup udara malam bersama, sembari menuruti jalan-jalan yang anginnya menghadirkan dingin. Begitu mudah cara kita berkenalan, mudah pula cara kita untuk mencari waktu luang agar dapat keluar bersama. Apa masih ingat kamu denganku? Mahasiswa baru yang menyusahkanmu di awal-awal dulu.
Tentang kita yang berbeda, belakangan ini aku merasa tertarik. Mungkin itu jugalah yang membuat kamu muncul lagi dalam lintasan ingatanku. Ada keinginanku yang mencuat untuk mencoba sesuatu yang tidak biasa. Bukan kamu jadi bahan percobaanku, maksudku aku hanya ingin punya kedekatan yang lebih dari seharusnya. Aku ingin lebih paham dengan apa yang disebut perbedaan, keyakinan khususnya. Mohon jangan tersinggung. Tapi jika boleh, maka aku ingin hadir lebih sering dalam hari-harimu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar