Senin, November 21, 2016

Pergantian Musim

Lagi-lagi senja ini diguyur hujan, menimbulkan aroma khas yang membawa lamun ke ujung masa lampau yang tergalau. 

Kedatanganku yang membawa hujan, atau memang sudah waktunya musim penghujan naik tahta di kota kecil ini? Ah, biarlah alam sendiri yang menentukan, mungkin hadirku saja yang memang kebetulan berbarengan waktunya dengan pergantian musim. 

Terlepas dari itu, aku selalu menyukai hujan di sore menjelang malam. Aromanya menyenangkan, dingin-dingin tanggungnya baik sekali untuk dibawa bermalas-malasan. Membaringkan diri di kasur empuk, sembari mencigapi jendela luar yang basah terkena percikan, atau mendengarkan suara seseorang dibalik gagang telfon. 

Lama sekali aku tidak merasakannya, tidak ada suara yang saat ini bisa didengar. Aku seorang diri, di usia yang seharusnya tidak lagi patut disinggahi sepi. 

"Kemana perempuanmu tempo hari?"

Ada banyak pertanyaan yang memantul di kepalaku. Dan tidak tahu harus bagaimana menjawabnya. Perlu memilih kata yang tepat agar sesuai dengan intonasi pertanyaan, agar tidak memalukan betul jawabanku.

"Dia menemukan yang pas, Kang."

Si empunya pertanyaan mengangguk mahfum. Seakan mengerti rasa hati yang ditanyainya. Padahal tidak, seorang pun tidak ada yang bisa memahami. Lukanya dalam sangat, sedihnya tak terkira, dan irisan di hati perih luar biasa, sungguh.

Lusa, aku disuruh datang. Menyaksikan hari bahagianya.

"Jadi bagaimana sebaiknya, Kang?"

"Itu terserahmu. Pertimbanganmu untuk datang atau tidak, tidak termasuk ke dalam urusanku. Baik buruknya kamulah yang lebih paham. Tapi anak muda, menjaga silaturahmi adalah penting"

Aku mengangguk.

"Kau perlu menambah besar irisan luka untuk membersihkan kotoran yang masuk, agar dapat kamu sembuhi luka itu secara utuh." Lanjutnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar