Dari negeri Jiran sungguh? Tapi bahasa yang digunakannya tidak memperlihatkan sama sekali bahwa Malaysia negara kelahiran perempuan putih berhidung mancung yang tidak tinggi-tinggi amat itu. Mungkin karena sudah lama menghabiskan waktu di Jogja, logat dan aksen Indonesianya benar-benar fasih. Dan kami bertemu di pedalaman Sumatera dalam kegiatan yang sebenarnya tidak berkaitan. Aku sedang melakukan orientasi dan belajar tentang analisis sifat fisika tanah untuk tanah-tanah bekas kegiatan penambangan guna membantu keberhasilan reklamasi, sementara dia, perempuan yang berasal dari Negara bagian Penang itu mengambil sampel batubara utuh untuk diuji traxial dan kandungan kimia yang tidak begitu kupahami. Tidak tanggung-tanggung, pengujian akan dilakukannya di Jepang, sebuah negara yang maju sekali teknologinya.
Tapi sempat dikatakannya, alat yang akan dia gunakan ternyata sama persis dengan alat yang ada di laboratorium mekanika tempat kami bertemu secara tidak sengaja. Lalu pertanyaanku, untuk apa jauh-jauh ke Jepang jika di sini bisa dilakukan dengan alat dan metode yang sama?
Perempuan itu tidak menjawab, melainkan hanya tersenyum saja karena aku bertanya sambil menampilkan wajah yang terlalu datar tanpa terfikir bahwasanya tentu ada alasan lain mengapa rela dia jauh-jauh ke Negeri Sakura. Mungkin aku tampak polos sekali baginya.
Dia kuliah di salah satu kampus terbaik negeri ini. Orangnya ramah dan seolah dia menampilkan diri sebagaimana kami sudah kenal lama. Sayang sekali waktunya tidak banyak. Tidak banyak pula informasi yang dapat kukorek jadinya. Mungkin lain kali dapat bertemu lagi, semoga saja ada pengunduran keberangkatannya ke Jepang agak beberapa hari sehingga masih ada yang dapat kuperoleh darinya, itu pun jika kami bertemu. Tetapi untuk percakapan 2 jam hari ini sudah cukup memuaskan. Terasa sekali aura hebat yang ditampilkannya. Merinding aku bercerita dengannya.
"Kok Indonesia-nya fasih banget kak?"
"Mau denger aku ngomong melayu-nya Malaysia?"
Aku mengangguk beberapa kali.
"Kamu balas pake bahasa Minang ya?"
Aku tersenyum, bukan berarti mengiyakan, melainkan hanya untuk mempercepat saja agar dia segera menggunakan bahasa aslinya. Manager Laboratorium yang berada di belakang kami tersenyum kecil sepanjang aku dan gadis Negeri Jiran itu bercakap-cakap. Maklum, Manager itu berasal dari Jawa Timur, jauh dari Minangkabau dan Malaysia yang terkenal sebagai ranah serumpun bangsa sehingga masih banyak kesamaan, bahasa salah satunya.
Diakhir 2 jam itu, sempat kutanyakan siapa namanya. Ternyata 2 jam bicara nyambung membuat aku lupa untuk bertanya sesuatu yang sebenarnya penting untuk ditanyakan di awal, nama.
"Mezzi, See you next time Uda"
Dia teriakkan namanya ketika pintu mobil operasional yang akan membawanya meninggalkan laboratorium terbuka.
"Follow Instagram."
Teriaknya lagi, bersamaan dengan itu pintu mobil tertutup. Kaca hitam menghalangi pandangan untuk menembus masuk ke kabin mobil yang perlahan mulai melaju melewati jalanan tambang yang berdebu.
"See you to, Kak Mezzi"
Tidak ada komentar:
Posting Komentar