Selasa, Januari 21, 2014

Menggembel di Surabaya

   
Sore itu, terlihat Empat orang remaja sekitar Sembilan Belas Tahun sedang berdiri tepat di depan gerbang utama sebuah kampus maha megah di tengah kota. terlihat pula raut wajah sedikit gelisah dari ke empat orang yang tengah berdiri, sepertinya sedang menunggu sesuatu dan dalam keadaan yang terdesak. Setiap detik mereka melihat ke arah kanan. Menunggu sesuatu akan datang dari sana. Namun sepertinya nasib baik tak berpihak pada mereka. Yang ditunggu tak kunjung datang, dan wajah gelisah yang dikejar waktu semakin terlihat.  
     Wajah yang semakin gelisah itu, membuat salah seorang dari mereka segera melangkah menyebrangi jalan utama yang tidak terlalu lebar itu, dan juga tidak terlalu padat ketika itu. Diikuti tiga temannya dari belakang, kemudian ia berhenti di depan sebuah mobil sedan berwarna putih yang di bagian atasnya ada tulisan empat huruf yang menandakan bahwa mobil itu bisa untuk ditumpangi. Dari kejauhan terlihat yang maju pertama tadi bernegosiasi cukup alot dengan empunya mobil, yang sesekali juga diikuti oleh 3 temannya.
     Beberapa menit kemudian sepertinya terjadiskesepakatan. Sedikit senyum terlontar dari beberapa orang di sana dan akhirnya mereka masuk ke dalam mobil. tanpa menunggu waktu lebih lama, mobil segera meluncur dan mulai hilang dari pandangan. 

    Stasiun Malang Kota Baru. Ternyata inilah tujuan dari empat orang yang tengah gelisah di depan gerbang universitas tadi. Sepertinya hendak menuju luar kota. Dan memang benar. Karena malam ini, satu-satunya kereta yang akan berangkat adalah kereta Penataran, yang akan menuju kota pahlawan dalam waktu kurang lebih dua jam lamanya.
     langkah kaki ketika turun dari mobil langsung ke arah pintu utama stasiun dan menuju ruang tunggu, karena sebentar lagi kereta akan sampai dan siap untuk berangkat meninggalkan kota apel. 


     Ini adalah malam minggu. Malam minggu di hari libur semester pertama. Dan para remaja ini mengisi waktu mereka dengan mengunjungi ibukota provinsi malam ini. Menikmati malam kota Surabaya yang katanya panas dan dan lebih ramai. Menikmati suasana malam minggu yang tidak biasa. Dan kini keretapun siap untuk memberangkatkan mereka menuju kota terpadat di Jawa Timur. 
     Sesuatu yang baru bagi mereka. Naik kereta api yang sangat jarang di temukan di Sumatera. Dan dengan biaya yang murah, sedikit lebih mahal daripada angkot dalam kota. Dan rasanya ongkos itu sangat main-bagi mereka dan tidak masuk akal jika dibandingkan dengan di Sumatera yang jauh lebih mahal. tetapi bodo amat, yang jelas bagi mereka sebagai mahasiswa dan anak rantau, biaya murah itu lebih baik, dan jika ada yang gratis, mungkin itu adalah pilihan yang akan langsung mereka pilih.
     Kereta kini berjalan, tepat setelah bokong mereka terhempas ke kursi penumpang. Tarikan napas kelegaan langsung jelas terlihat ketika itu. Hampir saja mereka ketinggalan kereta, hampir saja kegagalan menikmati malam minggu di luar kota. Hampir saja mereka tidak jadi menginjakkan kaki di Surabaya pertama kalinya. Hampis saja mereka batal berfoto di depan patung ikan hiu sura dan buaya di balaikota yang menjadi ikon kota ini. Dan hampir saj masing-masing dari mereka rugi Delapan ribu rupiah apabila tidak jadi berangkat, karena tiket yang di pesan adalah tiket PP alias Pulang-Pergi.
     Dan kini menghembuskan nafas sejenak tanda kelegaan sedang mereka lakukan, menikmati suasana kereta dengan melepaskan beban dan dag dig dug nya jantung ketika berada di depan gerbang universitas tadi. Beberapa saat lamanya hingga kemudian mereka mulai bisa menikmati petualangan mereka malam ini.
     Tidak ada sesuatu yang spesial di selama dua jam di atas kereta, kecuali seorang wanita yang tampak sedikit lebih tua dari mereka yang duduknya tepat bersebrangan. Satu-satunya pemandangan indah yang bisa terlihat ketika itu. Dan itu sedikit membuat waktu terasa lebih cepat karena ketidakbosanan untuk memandang ke depan. Di tambah lagi dia ikut tersenyum ketika ada hal lucu yang dilakukan ke 4 remaja perantauan ini, semakin membuat kereta semakin nyaman dan menyenangkan. Menghibur hati para remaja yang tidak punya pasangan untuk menghabiskan akhir pekan, sehingga harus melangkah ke luar kota untuk sedikit menghibur diri. 
      Dua jam pun terasa menjadi cepat berlalu. Kereta mulai memasuki Surabaya dengan kegemerlapan yang ia tampilkan malam ini. Sangat jauh dari Malang yang sejuk dan berada di pegunungan. Metropolitannya semakin terlihat ketika kereta semakin memasuki kota. Senym terhampar dari bibir ke 4 anak ini dan sang wanita tadi juga turut mengikuti apa yang mereka lakukan. sepertinya sudah termakan kegilaan mereka-mereka yang kurang sehat ini.
     Pemberhentian pun sampai. Tulisan Wonokromo tampak di luar disinari lampu putih yang terang. Senym mereka segera hilang. Kebimbangan kembali mulai datang. Dan keraguan juga mulai tiba. Ada dua stasiun di kota ini yang menjadi pemberhentian kereta penataran. Di tiket yang mereka pegang tertulis tujuan Stasiun kota Surabaya. Dan   sekarang berada di Wonokromo, satu stasiun lagi setelah ini yang mereka tahu bernama Gubeng. Lalu, manakah yang disebut stasiun Surabaya Kota?
     Kebimbangan kembali melanda, senyum yang barusan sedang menikmati pemandangan buyar sudah, wajah bingung dan ragu mulai hadir kembali. Satu keputusan harus di ambil, selagi kerta masih berhenti. ketidaksabaran menginjak Surabaya akhirnya menuntut mereka untuk segera turun.
     Kereta segera melaju kembali ketika mereka turun. Menyusuri rel yang semakin jauh dari pandangan. Sepi melanda ketika kereta mulai hilang dari sudut mata. Benar-benar sepi. Dan ternyata kali keberuntungan tidak lagi menyentuh orang-orang 'terpinggirkan'  ketika malam minggu tiba ini. 
     Tidak ada orang di balik pagar sana. tidak ada pintu yang terbuka satupun. Dan suasana sangat mencekam. Baru meraka sadari bahwa stasiun ini sudah ditutup. Tidak ada jalan lain selain menyusuri rel kereta ini untuk bisa keluar dari stasiun. Dan perajalan gembel mereka di Surabaya di mulai. Langkah kini hanya mengikuti kemauan kaki saja. Tidak ada tempat penginapan yang akan mereka tuju, karena memang tidak direncanakan sebelumnya. Sepertinya niat untuk menikmati malam minggu indah di Surabaya telah berubah menjadi gembel baru Surabaya. 
     Berjalan tanpa tujuan sangatlah melelahkan, di tambah lagi perut yang terakhir kali di isi adalah sore tadi jauh sebelum berangkat. Sehingga wajar saja lapar mulai melanda. Mencari tempat makan murahpun agak sulit, harus berhemat karena uang yang ada dalam dompet sangtlah pas-pasan, bahkan mungkin kurang untuk bertahan hingga besok malam. 
     Setelah menemukan tempat makan, berkeliling adalah kegiatan yang mereka lakukan. Wajah yang tadi lesu tidak ada lagi karena perut sudah terisi. Dan menikmati udara Surabaya Malam dengan berjalan tanpa arah dan tujuan. Menyusuri trotoar demi trotoar dan persimpangan demi persimpangan, yang membuat akhirnya kelelahan benar-benar tak ada toleransi lagi. 
     Jam digital menunjuk angka 00.57. Sudah tidak lagi hari Sabtu. Hari Minggu telah tiba dan kini penginapan sementara belum jua ditemukan. Kembali harus brjalan beberapa saat lagi sbelum akhirnya mereka menemukan sebuah musolla yang pintunya tidak dikunci. paling tidak mereka beranggapan untuk penginapan telah aman untuk malam ini. 
      Singkat cerita, pagi pun mulai hadir ketika muazin membangunkan mereka saat subuh datang. Dan peristirahatan mereka selesai sudah. bau keringat yang semalam mengucur bagai habis mandi masih jelas sisanya sampai sekarang. Bahkan kini bercampur dengan bau tidur yang semakin aduhai saja. Selesai sholat subuh berjamaah, mereka meninggalkan musholla dan perjalan kembali dilanjutkan. Kelelahan tadi malam memang masih terasa, namun tidak ada pilihan lain selain terus berjalan. 
     Perjalanan terus berlanjut, setelah sarapan ala kadarnaya, penyusuran jalan kota kembali di lanjutkan. Hari minggu pagi kota pahalawan. Berselisih dengan orang-orang yang sedang lari pagi di trotoar dan lapangan yang terdapat di sekitar jalan. Semakin tinggi matahari, semakin terasa panasnya kota yang berada di pinggir laut ini. Angin laut memang deras menimpa, namun cuaca panasnya tidak mampu membendung keringat yang terus meleleh dan mengucur tiada henti membasahi baju yang baunya sudah mulai tidak nyaman sejak semalam. Sempat pula terditur beberapa saat lamanya di bawah kerindangan pohon dekat taman di tepi trotoar. Tidur yang nyenyak diterpa hembusan angin kencang yang sangat menyejukkan. 
     Cuaca yang semakin panas akhirnya membangunkan ke 4 anak Malang ini (bisa disebut berasal dari Malang, atau bisa juga karena bernasib sial) terbangun dengan wajah acak-acakan. tidak ada ubahnya dengan pengemis maupun pemulung yang ada di kota ini. benar-benar gembel keadaan mereka saat ini.
     Perjalanan pun merka lanjutkan kembali di tengah uadara panas yang semakin menjadi-jadi. Tentu saja tetap dengan menyusuri trotoar dengan jalan kaki. Lelah dan pegal benar-benar mereka rasakan. Semangat dari Malang yang ingin menikmati Surabaya tidak lagi terlihat. Justru yang ada adalah wajah layu dan lusuh yang kini menghiasi mereka. Dan juga dengan langkah yang lunglai tanpa tenaga.
     Jembatan penyebrangan terlihat dari jauh dan segera tetaplah tujuan mereka. Beristirahat di atas jembatan yang sepi dan anginnya yang lebih deras tentu sedikit lebih menyejukkan. Namun ketika sudah benar-benar berada di atas jembatan dan melihat sekeliling, terdapat satu titik yang membuat mereka memandang lebih lama. dari ajuh kelihatan sudah patung yang melambangkan Surabaya. Ikan Hiu Sura tampak sedang berkelahi dengan Buaya. Yang menurut cerita merupakan asal mula nama Surabaya.
     Kunjungan kali ini tidaklah sia-sia. Kini mereka benar-benar telah berada di Jakartanya Jawa Timur. Metropolitan ke dua setelah Jakarta. Dan kota terbesar Kedua juga setelah Jakarta. Namun sepertinya sedikit lebih teratur. Tidak lupa momen ini diabadikan. Meninggalkan jejak di Icon kota dengan berfoto bersama. Foto dengan wajah yang acak-acakan dan kusut. Namun senyum mengembang hadir di bibir, di tengah panasnya udara yang semakin menjadi-jadi. Kembali duduk di bawah pohon sambil memandang patung  yang bersejarah ini. Hingga perjalan terus berlanjut dengan berkeliling tempat sekitar balaikota. Tetap seperti gembel, dan mencari Stasiun yang ternyata butuh perjuangan yang besar untuk segera berangkat kembali Malang.
      Inilah sebagian kecilnya. Beberapa hari lagi, ada niat untuk mengunjungi Surabaya kembali dengan menggunakan Motor atau Mobil agar lebih leluasa untuk berkeliling.  Mengunjungi tempat yang belum terkunjungi, masuk Kebun Binatang, ITS dan Universitas Airlangga, Stadion Tambak Sari dan Stadion Bung tomo, Distro Bonek, dan tentu saja Dolly, serta berbagai tempat-tempat istimewa lainnya. TUNGGU BEBERAPA HARI LAGI !!!!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar