Salah satu kegiatan mengisi libur.
Perjalana ke gunung Butak via kebun teh Sirah Kencong Blitar
|
Oh rindu.....
Rindu denai siang jo malam
Sebagian lirik lagu itu meminta untuk segera pulang. Pertanyaan dari rumah pun juga sudah sering terlayang. Kapan libur? Kebanyakan orang-orang menerjemahkan pertanyaan 'kapan libur?' dengan 'kapan pulang? Kami sudah rindu untuk bertemu, pulanglah ke rumah', baik bagi yang menerima ataupun yang melayangkan pertanyaan.
Aku pun pernah mendapat pertanyaan demikian, hanya saja dengan terjemahan yang jauh berbeda. Pertanyaan tentang kapan libur yang ditujukan kepadaku bukan berarti menuntutku untuk segera pulang, melainkan bahwa uang bulanan akan sedikit berkurang. Ah, sebenarnya ini menyesakkan tapi keadaan telah memaksa.
Selama libur tidak ada buku yang harus dibeli atau difotokopi. Tidak ada kegiatan kampus yang memaksa mengeluarkan uang lebih. Libur hanya menghabiskan waktu dengan pengeluaran untuk makan saja. Dan aku tidak akan bisa pergi berlibur? Tentunya, karena kiriman akan dipotong beberapa persen sehingga hanya pas untuk pengeluaran makan saja.
Kadang rasanya menyedihkan. Tidak bisa pulang kampung seperti yang lain karena ongkos yang dikeluarkan cukup besar. Sekitar 2 bulan uang makan untuk sekali perjalanan. Jika dihitung pulang-pergi (PP) maka untuk ongkos saja berarti aku telah menghabiskan uang jajan selama 4 bulan. Bukan lebih sayang kepada uang dibandingkan keluarga, kadangkala memang harus ada yang dikorbankan untuk kepentingan masa depan.
Dalam beberapa kali libur aku memilih untuk bekerja, sebagai apa saja. Aku pernah menjadi pelayan di sebuah rumah makan dekat stasiun, aku pernah menjadi kuli walaupun saat itu (alhamdulillah) kerjanya tidak terlalu berat, dan aku juga pernah bekerja sebagai juru bersih-bersih rumah.
Ketika semua orang gegap gempita menunggu waktu libur tiba, aku justru bersiap dengan kelelahan yang akan datang lebih dari biasanya. Otak memang tidak akan terlalu panas dan berat untuk berpikir, tetapi fisik jauh lebih lelah dibuatnya.
Apakah aku terlalu sengsara menjadi mahasiswa? Semua yang aku rasa selama ini bukan sebuah kesengsaraan, melainkan anugerah yang tiada duanya. Dalam keadaan terpuruk, dalam keadaan yang serba sulit, Ayah-Ibu masih sanggup membiayai kuliah. Bukan alasan untuk tidak bahagia ketika tidak dapat pulang ke rumah atau tidak bisa bermanja diri dengan berlibur. Sejatinya bahagia bisa dibentuk sendiri dalam keadaan sulit sekalipun. Hanya rasa syukur yang perlu diperbanyak dalam setiap kondisi.
Apakah aku tidak pernah mengeluh? Bohong jika aku mengatakan tidak pernah. Pernah bahkan sering aku mengeluh dengan keadaan yang seringkali kuanggap tidak adil. Tetapi suara Ayah-Ibu ditelpon akhirnya membuat aku merasa menjadi seorang yang sangat beruntung. Kadang juga aku merasa menjadi seorang yang tidak tahu diri karena sebenarnya masih banyak yang ingin berada di posisiku namun mereka tidak bisa.
Selamat berlibur !!!!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar