Selamat pagi gadis Ibukota. Apa yang kamu rasakan pagi ini? Bahagia atau biasa sajakah libur ini bagimu? Tentunya kamu punya cara sendiri untuk membuat agar bahagia selalu menyapa di setiap aktivitasmu karena kamu seorang yang hebat dan luar biasa.
Sekitar 1,5 tahun lalu keadaan pernah membuatku terdampar di Jakarta. Kota sejarah kelahiran dan pertumbuhanmu dari seorang bayi menuju balita, kemudian dari anak-anak menjadi seorang remaja perempuan, hingga akhirnya kini kamu layak disebut wanita.
Aku hanya ingin sedikit bercerita, katakanlah aku curhat tentang betapa tidak serupanya kamu dengan kotamu. Betapa ramahnya kamu ketika berhias senyum, bertolak belakang dengan keangkuhan Jakarta yang menyapaku waktu itu (atau aku yang memang terlalu cupu untuk memijak tanah ibukota?)
Terlalu istimewa rasanya kotamu untuk disinggahi. Sebisa mungkin aku tidak lagi ingin mengunjunginya. Ada ketidakcocokan yang membuat sebagian nalarku berpikir untuk melewatkan persinggahan di kotamu. Cukup kali itu saja aku datang dan memijak tanahnya. Dan aku bertanya, mengapa kita tidak bisa bertemu kala itu? Padahal ada banyak waktu yang pernah aku habiskan saat singgah di sana. Sebesar dan sesibuk itukah kotamu hingga untuk saling bertatap barang sejenak saja kita tidak punya waktu?
Sedikit banyaknya aku cukup mengerti tentang kotamu, memang jauh lebih besar dan lebih sibuk daripada kota dimana kita pertama kali bertemu, juga sangat-sangat tidak sama dengan kota kecilku yang letaknya terpencil diapit perbukitan, yang lebih layak disebut desa atau kampung. Dan inilah yang membuat mengapa kadang aku termenung saat melihatmu tersenyum.
Memandangmu tersenyum, kadang aku merasa menjadi seorang pengemis jalanan yang sedang menatap Mega Mall menjulang tinggi di pusat kotamu. Tidak mungkin dapat dimasuki karena mendekatinya saja tidak diperbolehkan, bahkan untuk sekedar membayangkan berada di dalamnya pun sangat tidak layak. Perumpamaan yang mungkin terlalu hiperbola, tapi jika kamu menjadi aku dalam keadaan seperti sekarang, mungkin hal yang sama juga akan meresapi sukmamu.
Kepada Tuhan, dalam beberapa kali kesempatan aku ingin protes. Mengapa harus kamu yang membuatku luluh dan jatuh cinta? Akan sangat menyakitkan nantinya jika kamu akhirnya memilih peraduan lain tempat bersandar, yang tentunya jauh lebih sesuai dengan keadaan dan kehidupanmu sebagai wanita asal ibukota.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar