Kamis, Februari 13, 2014

Kegagalan itu Menjadi Bungkusan Kenangan

Ingatkah ketika kita dulu bersama dalam sebuah kelas? Mereka membiarkan kita bersama, hanya kita berdua yang ada dalam kelas ketika itu. Mereka mengerti, mereka paham akan semua yang sedang terjadi ketika rasa itu mulai tumbuh. Semua mendukung, semua membantu dan semua menyetujui yang terjadi ketika itu. Dukungan penuh mereka berikan untukku, lebih tepatnya untuk kita.
                Namun dukungan mereka bukanlah sesuatu yang memudahkan, tidak ada efek yang berarti terhadap hubungan yang tengah bergejolak ketika itu. Bukan saja sebuah rasa yang tumbuh karena berada dalam lokasi yang sama. Namun sebuah tatapan ketika awal dulu ternyata menjadi benih yang tak bisa hilang dan tumbuh semakin dewasa.
                Kini mungkin hanya aku yang merasakan bahwa itu tidak lagi sekedar benih, bahkan mungkin telah tumbuh lebih besar dari sebuah kecambah. Dan dirimu, apa yang terjadi?? Apa yang kau rasakan?? Samakah isi dalam hati kita saat itu??
                Sulit untuk menebak dan sulit untuk mengetahui. Ketertutupan itu membuatku tidak bisa bergerak banyak dan membuatku lebih banyak untuk terdiam ketika memandangmu yang berjalan dengann begitu anggunnya. Oh sungguh sangat menggetarkan hati lenggok tubuh itu. Betapa aku ingin memilikinya. Bukan skedar untuk nafsu belaka. Tetapi aku ingin menjaga keutuhannya dan memiliki seutuhnya.
                Tidak ada yang bisa aku lakukan kecuali berharap dan terus mencoba untuk mendekati. Entah mengapa kali ini aku terlalu ambisius untuk sebuah rasa yang bersifat ilusi ini. Selalu saja baying keindahannya membuat seluruh urat syaraf terfokus pada satu titik. Hanya itu, hanya sebuah titik yang begitu besar yang menjadi tempat tercurahnya seluruh elemen yang ada dalam tubuh ini. Yang mengendalikan alam sadar dan alam bawah sadar.
                Semua itu kini sudah menjadi kenangan. Sudah tidak bisa lagi harapan besarku untuk menyentuh itu semua. Tidak ada lagi hak ku untuk bisa mendapatkan seperti yang aku inginkan dulu. AKu hanya bisa tersenyum melihatmu kini yang sudah berada dalam lindungan orang yang memang kau mau. Dan itu bukan aku. Sedikit terpaksa memang, namun aku terus mencoba untuk memahami dan mengerti pilihan yang telah kau ambil. Aku berusaha ikhlas, meskipun dulu kebencian sempat tertancap saat melihat orang yang beruntung mendapatkanmu kini.
                Aku sadar, sudah tidak ada lagi gunanya untuk menyimpan kebencian yang tak ada landasan itu. Itu adalah pilihanmu. Itulah yang menurutmu terbaik, meskipun aku merasa ada yang lebih baik dari pilihan yang telah kau ambil. Tapi sekali lagi, aku berusaha untuk ikhlas dan mencoba untuk menerima keputusanmu.
                Kini kenangan itu akan kusimpan, ku bungkus rapi dalam sebuah kotak yang aku ikat dengan pita merah agr menjadi lebih indah. Suatu saat mungkin kau akan membutuhkannya. Aku siap kapan saja untuk itu. Mmberikanmu yang terbaik, dan membuatmu untuk selalu tersenyum.

                Aku tidak mengharapkan ini terjadi, namun ketika suatu saat nanti, kau terjatuh tanpa ada pegangan dan tengah berada dalam kesendiriaan, berjanjilah untuk datang padaku. Tidak ada alasan untukku akan menolakmu karena itulah yang aku inginkan sejak dulu. HAdirlah di hadapanku dan pancarkan senyum indah itu untukku. Hapuslah air matamu dan aku akan membuat itu adalah air mata terakhir yang pernah kau jatuhkan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar