Satu dari sekian detik
termenyenangkan dalam hidupku adalah saat notifikasi gadget memunculkan sebuah
pesan darimu. Ya itulah kebahagiaan sederhana yang akhir-akhir ini gemar datang
menyambangi. Sebuah pesan dari seorang yang jauh, sekaligus begitu dekat dengan
ketidakpastian, kau tahu itu.
Perempuan selalu membenci
ketidakpastian, laki-laki sebenarnya juga. Tapi hebatnya, perempuan seringkali berhasil
menjadikan ketidakpastian sebagai tameng, sebagai alasan untuk mengatakan
tidak. Sebagai alasan untuk menolak pria-pria yang coba mendekat. Tidakkah
kalian para perempuan menyadari bahwa laki-laki yang coba mendekat adalah
mereka yang berhasil memasung ketidakpastian yang mereka pikirkan tentang
kalian?
Francois
Hollande, seorang yang pernah menjabat sebagai Presiden prancis, juga sangat
membenci ketidakpastian. Tidak ada yang
lebih buruk dari ketidakpastian. Ketidakpstian seringkali menghasilkan prilaku
tidak rasional. Tapi itu tidak ada hubungannya. Ini situasi berbeda,
Hollande benci ketidakpastian karena waktu itu Inggris tidak kunjung menyatakan sikap
terkait kebijakan mereka untuk keluar dari Uni Eropa. Sementara kamu benci
ketidakpastian karena takut terluka.
Oke,
lupakan sejenak tentang ketidakpastian. Aku telah berusaha meredamnya –untuk diriku
sendiri dan mungkin berhasil. Hanya saja kini kamu berlindung di balik jarak.
Untuk urusan ini aku harus memutar otak lebih keras. Jarak adalah momok, adalah
ketakutan, adalah dasar kecurigaan, adalah sumber dari prasangka-prasangka tidak
baik. Bagaimana meredamnya?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar