sumber; google.com |
Barangkali salah satu hal yang paling dicemaskan banyak orang adalah waktu. Enggan ketinggalan olehnya, tapi disaat bersamaan juga sering tidak kuasa menjinakkan kelalaian. Ada berapa banyak orang yang kecewa gegara waktu yang berjalan tidak sesuai keinginan?
Aku saja misalnya, normalnya seorang yang menuju sarjana membutuhkan waktu empat tahun untuk dinyatakan lulus. Tapi bagiku itu waktu yang terlalu singkat. Alhasil, aku masih merasakan dunia kampus yang disebut Semester 9. Mengerjakan skripsi tidak lebih menarik daripada menulis fiksi untuk diikutsertakan lomba, beberapa Alhamdulillah berkah, beberapa lagi hanya berakhir sebagai bagian dari latihan biasa.
Untung saja ada pepatah yang entah kapan munculnya dan siapa pembuatnya mampir ditelingaku. Tidak perlu lulus tepat waktu, tetapi luluslah di waktu yang tepat.
Aku masih sangsi, tapi bisa jadi ini ada benarnya.
Ketepatan waktu adalah segalanya, karena keterelambatan akan selalu berujung pada penyesalan. 'Tidak perlu lulus tepat waktu' , adalah ungkapan yang hanya dinyatakan oleh orang-orang yang sudah merasakan pahit dan penyeselan perihal keterlambatan, tetapi mencoba menutupinya dengan berbagai alasan penghibur diri.
'Luluslah di waktu yang tepat'. Aku setuju dengan yang ini. Tapi waktu yang tepat bukan berarti lebih dari empat tahun sesuai kenormalan masa studi seorang calon sarjana. Konotasinya seperti berubah, dipengaruhi oleh kalimat pertama yang merujuk kepada masa studi lebih dari yang seharusnya. Seolah waktu yang tepat bukanlah saat berhasil menyelesaikan semua mata kuliah selama empat tahun.
Ini kesalahan, tapi aku berusaha untuk mengimaninya, mau tidak mau. Sebagai motivasi guna menyelesaikan skripsi, sebagai alasan kenapa aku masih tetap menulis prosa-prosa dan karya fiksi lainnya. Artinya, ada orang yang kadang-kadang terpaksa mengikuti pendapat-pendapat yang dia sendiri menyangsikan kebenarannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar