‘Suatu senja dalam sebuah percakapan di tepi
danau dengan seorang perempuan yang merupakan sahabat lama’
Kadang aku
memikirkan beberapa kondisi tentang jalinan hubungan sebagai sepasang kekasih
namun tak pernah berjumpa. Tidak ada alasan kuat yang meyakinkan bahwa
pertemuan tidak bisa terlaksana. Dua insan yang tidak berada di dua tempat
berbeda dengan jarak yang jauh, juga tidak dirundung kesibukan yang teramat
sangat sehingga tidak ada waktu untuk bertemu. Mungkin salah satu dari mereka terlalu
asyik dengan dunianya, melupakan seseorang juga ingin memiliki hari sejenak
bersamanya.
Sejatinya dia
memiliki hak untuk bisa berjalan di sampingmu, menikmati senyummu, dan
mendengarkan kesahmu. Dia hanya tidak ingin mengusik, itu saja. Baginya bahagia
adalah hal utama yang harus diwujudkan dalam hidup. Dan sepertinya tanpa
kehadiran dia kamu sudah tersenyum dan tertawa. Dari sudut tak terlihat dia
menyaksikanmu, saat kamu tak menyadari kehadirannya yang berdiri tepat
disampingmu. Dilihatnya kamu tersenyum dengan mereka, kalian tertawa bersama,
tiada rona sedih dan muram yang dia saksikan di rautmu.
Hatinya
tergetar melihat kejadian yang hampir setiap hari disaksikannya. Tanpa
kehadirannya kamu terlihat cukup bahagia. Lalu dia berpikir untuk tetap bertahan
saja pada posisi dimana dia terabaikan untuk waktu yang tidak tahu sampai
kapan. Dia tersenyum sambil menahan tumpahan air mata saat melihat kamu bersama
mereka. Cinta dia padamu menguatkannya, dia meyakinkan dirinya bahwa ini tidak
lagi akan berjalan lama. Malam-malamnya selalu dia isi dengan memikirkanmu,
memajang potret senyummu di dinding kamarnya. Sambil berharap ada sedikit saja
waktu yang dia bisa habiskan bersamamu, seperti mereka menghabiskan waktu
bersamamu dibanyak waktu.
Dia
cemburu, namun tak pernah dikataknnya. Dia tidak ingin mengusik bahagia yang
sedang menghampirimu. Dia tidak ingin menyulut api permasalahan yang dapat
merusak bahagiamu. Dengan caranya sendiri, dia berusaha menikmati bahagiamu
meski hatinya sedikit teriris oleh sikapmu yang sering mengabaikannya. Di suatu
malam dia bertemu dan berbicara kepadaku, wajahnya merah, nafasnya memburu,
beberapa kali kepalan dibuatnya, lalu dia menunduk, menutupi wajah agar tak
terlihat air matanya yang akan segera tumpah mengaliri kedua pipinya.
“Aku
menyayanginya, aku hanya ingin sedikit waktu dia sediakan untukku. Aku ingin
ada di sampingnya, menikmati hari bersamanya, mendengarkan canda tawa dan menikamti
senyum bahagianya, aku mau mendengarkan ceritanya ketika dia bersedih dan
banyak hal yang ingin aku lakukan bersamanya. Tapi dia?”
Wajahnya mengiba bercerita. Aku
terdiam. Ini adalah posisi dimana dulu aku pernah mengalaminya. Jalinan cinta
tanpa pertemuan selama beberapa saat lamanya. Hanya bisa melihat, menyaksikan
dan memandangi orang tersayang dari jauh, tanpa bisa menyentuh dan mengucap
sepatah kata padanya. Dan berusaha ikut bahagia saat melihatnya tersenyum,
meski hati harus memaksa sekeras-kerasnya. Yang bahkan hingga kini dia sama
sekali tidak menyadarinya.
Mungkin kamu
bertanya, apa yang aku lakukan? Sama seperti yang dia lakukan, aku kemudian mencari
bahagiaku seorang diri, melupakannya secara perlahan hingga akhirnya aku ‘bertemu’
lagi denganmu. Selama ini aku telah terabaikan oleh orang yang dicinta. Dan tahukah
kamu bahwa itulah kesedihan yang rasanya melebihi dari segala kesedihan yang
pernah ada.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar