Sabtu, September 12, 2015

Terabaikan

‘Suatu senja dalam sebuah percakapan di tepi danau dengan seorang perempuan yang merupakan sahabat lama’

Kadang aku memikirkan beberapa kondisi tentang jalinan hubungan sebagai sepasang kekasih namun tak pernah berjumpa. Tidak ada alasan kuat yang meyakinkan bahwa pertemuan tidak bisa terlaksana. Dua insan yang tidak berada di dua tempat berbeda dengan jarak yang jauh, juga tidak dirundung kesibukan yang teramat sangat sehingga tidak ada waktu untuk bertemu. Mungkin salah satu dari mereka terlalu asyik dengan dunianya, melupakan seseorang juga ingin memiliki hari sejenak bersamanya.
Sejatinya dia memiliki hak untuk bisa berjalan di sampingmu, menikmati senyummu, dan mendengarkan kesahmu. Dia hanya tidak ingin mengusik, itu saja. Baginya bahagia adalah hal utama yang harus diwujudkan dalam hidup. Dan sepertinya tanpa kehadiran dia kamu sudah tersenyum dan tertawa. Dari sudut tak terlihat dia menyaksikanmu, saat kamu tak menyadari kehadirannya yang berdiri tepat disampingmu. Dilihatnya kamu tersenyum dengan mereka, kalian tertawa bersama, tiada rona sedih dan muram yang dia saksikan di rautmu.
                Hatinya tergetar melihat kejadian yang hampir setiap hari disaksikannya. Tanpa kehadirannya kamu terlihat cukup bahagia. Lalu dia berpikir untuk tetap bertahan saja pada posisi dimana dia terabaikan untuk waktu yang tidak tahu sampai kapan. Dia tersenyum sambil menahan tumpahan air mata saat melihat kamu bersama mereka. Cinta dia padamu menguatkannya, dia meyakinkan dirinya bahwa ini tidak lagi akan berjalan lama. Malam-malamnya selalu dia isi dengan memikirkanmu, memajang potret senyummu di dinding kamarnya. Sambil berharap ada sedikit saja waktu yang dia bisa habiskan bersamamu, seperti mereka menghabiskan waktu bersamamu dibanyak waktu.
                Dia cemburu, namun tak pernah dikataknnya. Dia tidak ingin mengusik bahagia yang sedang menghampirimu. Dia tidak ingin menyulut api permasalahan yang dapat merusak bahagiamu. Dengan caranya sendiri, dia berusaha menikmati bahagiamu meski hatinya sedikit teriris oleh sikapmu yang sering mengabaikannya. Di suatu malam dia bertemu dan berbicara kepadaku, wajahnya merah, nafasnya memburu, beberapa kali kepalan dibuatnya, lalu dia menunduk, menutupi wajah agar tak terlihat air matanya yang akan segera tumpah mengaliri kedua pipinya.
                “Aku menyayanginya, aku hanya ingin sedikit waktu dia sediakan untukku. Aku ingin ada di sampingnya, menikmati hari bersamanya, mendengarkan canda tawa dan menikamti senyum bahagianya, aku mau mendengarkan ceritanya ketika dia bersedih dan banyak hal yang ingin aku lakukan bersamanya. Tapi dia?”
                Wajahnya mengiba bercerita. Aku terdiam. Ini adalah posisi dimana dulu aku pernah mengalaminya. Jalinan cinta tanpa pertemuan selama beberapa saat lamanya. Hanya bisa melihat, menyaksikan dan memandangi orang tersayang dari jauh, tanpa bisa menyentuh dan mengucap sepatah kata padanya. Dan berusaha ikut bahagia saat melihatnya tersenyum, meski hati harus memaksa sekeras-kerasnya. Yang bahkan hingga kini dia sama sekali tidak menyadarinya.
Mungkin kamu bertanya, apa yang aku lakukan? Sama seperti yang dia lakukan, aku kemudian mencari bahagiaku seorang diri, melupakannya secara perlahan hingga akhirnya aku ‘bertemu’ lagi denganmu. Selama ini aku telah terabaikan oleh orang yang dicinta. Dan tahukah kamu bahwa itulah kesedihan yang rasanya melebihi dari segala kesedihan yang pernah ada.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar