Sekelebat
cahaya flash yang tidak sampai satu detik lamanya, cukup punya daya Tarik yang
kuat untuk mengubah fokusku yang sebelumnya tertuju pada panggung. Sorotan dari
samping kanan itu langsung membuat pergerakan reflex di bagian kepalaku.
Terlihat seorang berkerudung kuning di sana sedang memandangi layar kamera SLR
di tangannya. Sedikit focus untuk melihat hasil jepretannya barusan. Memandangi
setiap sudut yang baru saja berhasil ia abadikan.
Kini
pandangannya berubah, tidak lagi melihat kamera yang sedang dipegangnya.
Pandangannya kini tertuju pada objek yang baru saja ia abadikan. Dan objek
tersebut adalah benda hidup yang sedang menatapnya karena membuyarkan konsentrasi.
Yang tadinya kearah panggung, Kini justru kepada seorang gadis manis yang sedang
melaksanakan tugasnya.
Ketika
pandangan itu berubah, sebuah senyum ia hadirkan kepadaku yang baru saja
menjadi objek jepretannya. Terlihat sangat manis senyum itu. ditemani dengan
suara tak karuan dari atas panggung, dan sinar kerlap-kerlip dari remangnya
cahaya lampu. Menghadirkan sebuah keanggunan yang sungguh luar biasa.
Sebuah
senyum yang jika di balas dengan senyum pula, terkadang menyisakan sebuah
getaran yang sulit dilukiskan bagaimana rasanya. Pesona semakin membahana
membuat tidak ada objek lain yang lebih enak untuk dipandang. Dan itu adalah
sebuah anugerah. Sebuah senyum indah di hadirkan Tuhan untukku di bawah cahaya
remang-remang malam itu.
Jam
digital yang melingkar bersama gelang di tangan kiriku ketika itu menunjukkan
angka 22.30, yang seharusnya mnjadi akhir dari semua rangkaian acara, tetapi
tidak dalam kenyataannya. Masih ada kehebohan yang terjadi kala itu. dan aku
memutuskan untuk mundur sebentar menghilangkan sesak nafas akibat desakan di
depan panggung.
Seorang wanita
tampak sedang duduk di bawah pohon yang tempatnya tidak terlalu ramai lagi dari
jangkauan penikmat acara. Menyendiri dengan mengarahkan mata ke panggung adalah
caranya untuk menikmati kemeriahan malam itu. kemudian aku hadir di hadapannya.
Senyumnya menyambutku yang baru saja datang dan mempersilahkan aku duduk di bawah
pohon yang sama tepat di sampingnya. Wajahnya tetap masih kelihatan samar-samar
akibat pantulan cahaya panggung. Tatap menatap bola mata adalah awal dari
percakapan kami untuk pertama kalinya.
Setiap
momen ketika itu terasa begitu sangat indah. Tanah jawa mempertemukan orang
luar dan mungkin sebuah perasaan lain akan hadir di antara itu semua. Aku
merasa kini benihnya sudah mulai tumbuh. Pandangan awal dengan sebuah senyum
tadi selalu membayang. Membuat aku betah untuk duduk berlama-lama dibawah pohon
malam itu, dan tidak ingin acara ini segera usai.
Percakapan
itu terjadi. Betapa sangat tenteram rasanya. Sungguh luar biasa malam itu.
Duduk berdua di bawah pohon sambil menikmati musik walaupun kedengarannya tidak
terlalu enak. Beberapa saat lamanya ketenteraman itu menyelimuti hati yang
sedang kesepian ini. Angin malam berhembus menemani. Dan beberapa deheman dari
panitia lain menyindir dan memprediksi akan terjadi sesuatu setelah ini. dan
kita tentunya sama-sama tahu, apa hal tersebut. Aku tidak berani berharap
banyak, tapi sekedar untuk diakui, bahwa aku bukan seorang munafik, hati ini
tidak bisa berbohong akan apa yang terjadi dan berkecamuk di dada sebenarnya
Tapi
mungkinkah? Apakah ketenteraman ini hanya aku yang merasakan? Pertanyaan itu
menghalangi untuk merasakan ketentraman yang benar-benar nyata. Banyak hal yang
bisa aku bicarakan dengannya. Tapi tidak untuk hal yang satu ini. hal yang yang
justru sangat penting. Apakah aku bisa merasakan ketenteraman yang lebih dari
gadis Sumatera yang aku mulai menaruh rasa padanya?
Tidak
ada kata “YA” ataupun kata “TIDAK” sebelum yang dirasakan tersampaikan. Dan
Itu adalah hal yang sangat berat. butuh kekuatan dan keberanian untuk
menyampaikannya. Hanya saja kekuatan itu tidak ada saat ini. dan goresan tinta
ini, hanya akan menjadi saksi akan sebuah rasa yang sangat sulit terungkap
lewat rangkaian kata.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar