Ada kabut yang kadang menutupi jingganya senja di ufuk barat. Membuatnya menjadi nampak tidak begitu gemilang. Senja sebagai batas antara siang dan malam harusnya menghadirkan nuansa indah penenang jiwa. Tapi siapa yang akan menganggapnya indah jika yang terlihat hanya putih saja sepanjang mata memandang?
Sayang saja aku tidak punya wewenang untuk protes kepada alam. Yang disediakan alam adalah yang terindah sebenarnya, hanya saja suasana hati dan keinginan yang terus membuatnya menjadi seperti tak sesuai harapan.
Seperti senja ini misalnya. Kabut menyelimuti ke arah manapun mataku menuju. Padahal beberapa jam yang lalu panas begitu menyengat. Tidak ada yang menyangka bahwa jingga senja sebagai peralihan hari tidak akan ada, terkalahkan oleh kabut yang ternyata sore ini lebih perkasa.
Padahal aku sudah membuat rencana kecil. Aku akan duduk di balkon bertemankan segelas kopi hitam dan sebuah buku yang kemaren belum selesai kubaca. Itu jika senja ada jingganya, jika kabut seperti ini, hal terbaik yang dilakukan adalah berbaring di kasur lalu dihimpit selimut panas. Kabut selalu membawa dingin di kota ini, dan memilih memanfaatkannya dengan tidur adalah pilihan terbaik bagi manusia-manusia yang sepanjang hari lelah atas berbagai kesibukan macam aku ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar