Aku seorang mahasiswa semester tua yang (semoga) sebentar lagi akan lulus. Amiin. Biasanya ketika ngopi atau nongkrong, pembahasan mahasiswa semester tua sudah naik sedikit sekitar satu level. Rata-rata yang mereka bahas kini adalah hal yang akan dilakukan setelah lulus. Mungkin bekerja di salah satu perusahaan dengan benefit tinggi. Mereka lalu mempertimbangkan, membandingkan, dan memperkirakan gaii yang akan didapat jika bekerja di salah satu perusahaan tersebut. Atau ada yang tengah giat mencari beasiswa untuk melanjutkan kuliah, entah dalam negeri atau luar negeri. Dan ada juga yang mulai memikirkan calon. Tidak hanya perempuan, laki-laki sepertiku juga sebenarnya juga memikirkan hal itu. Tapi kami para laki-laki dituntut untuk punya jam terbag lebih dulu.
Beberapa orang diantara kami termasuk aku pernah punya pikiran kotor tentang hal ini, tentang jodoh. Bagi kami para lelaki, menikah masih nampak jauh dan belum menjadi prioritas, masih banyak yang harus dikejar, jadi masih masuk untuk dibuat bahan candaan. Percakapan itu terjadi secara tidak sengaja. Mengalir begitu saja tanpa rasa bersalah.
"Jadi kau ingin perempuan yang seperti apa Boy?"
"Belum kepikiran, aku mau kerja dulu. Kau sendiri bagaimana?"
"Aku? Aku mau jodohku nanti perempuan yang cantik, baik, rajin ibadah."
"Itu doang?"
"Kalau bisa yang anak orang kaya, anak tunggal, dan Bapaknya udah mau KO IT (meninggal). Jadi aku dapet warisannya."
Wahai para perempuan. Jangan tersinggung dengan percakapan kami, karena kalimat apapun bisa terlontar saat duduk melingkar bersama dan di depan kami ada segelas kopi atau sejenisnya. Aku akui itu impian setiap laki-laki jauuuuuuhhh di dalam hati mereka. Artinya mereka tidak perlu bekerja keras, tidak perlu takut bagaimana nanti memenuhi kehidupan dan kebutuhan wanitanya.
Cita-citaku sederhana jika sekedar diucapkan. Dalam waktu dekat ini aku ingin menjadi mahasiswa internasional di salah satu kampus di negeri teraman di dunia dengan tidak mengeluarkan biaya barang satu rupiah pun. Sudah kucari-cari di internet, dan sudah aku lihat banyak website termasuk youtube tentang kuliah di luar negeri. Ada kampus di Belanda yang sesuai dengan basic ilmu Sarjana ku, itu yang terbaik menurut beberapa lembaga penilaian internasional, sayangnya aku tidak tertarik. Panjang sekali ceritanya hingga aku berlabuh di sebuah negara di Amerika Utara. Sama seperti ketika apel menarikku untuk kuliah di Malang, kini daun Maple menarikku untuk segera terbang ke Kanada. Kucari lagi di internet, kebetulan ada satu kampus yang sesuai dengan basic ilmuku yang masuk kategori kampus terbaik di negeri itu dan juga dunia. So, pilihanku sudah mantap. Tinggal berusaha memenuhi persyaratan dan mencari beasiswa penuh.
Ada sesuatu yang mungkin jarang dilakukan oleh calon mahasiswa internasional. Aku mencari beberapa mahasiswa kampus yang ingin kutuju yang berasal dari Indonesia. Beberapa kutemukan di youtube lewat akun resmi kampusnya. Dan Alhamdulillah, dari belasan orang yang coba kuhubungi via instagram, ada satu orang yang menanggapi. Senangnya bukan main. Bertanya dan berdiskusi dengan orang yang sudah lebih dulu menempuh sukses membuatku bangga dan merasa istimewa sendiri. Motivasiku naik berlipat-lipat kali. Aku semakin mantap dan yakin untuk mempersiapkan diri.
Seorang perempuan yang entah berapa usianya, aku kira sudah lulus. Nampaknya dia Chinese, dan dari akun resmi kampusnya, aku tahu dia lulusan salah satu SMA di Jakarta. Melalui direct message (DM), kuhubungi calon kakak tingkatku itu (Insya Allah). Seminggu tidak ada jawaban. Aku pasrah karena mungkin bukan level mereka untuk menanggapi mahasiswa ecek-ecek yang tidak mentereng sepertiku.
Minggu pagi sepertinya sedikit menjadi hari keberuntunganku. Dia membalas DM, kulihat di instastory dia sedang di Hong Kong bersama keluarganya. Keluarga orang kaya ternyata, pasti biaya kuliahnya full dari orang tua atau dari penghasilannya sendiri dan masih bisa hidup cukup mewah di sana. Beda sekali denganku yang harus luntang lantung cari beasiswa dulu.
Cara dia membalas DM cukup manis bagiku, walaupun bagi orang lain mungkin nampak biasa, seperti seseorang mengizinkan orang lain untuk bertanya kepadanya. Ya begitu saja sebenarnya, aku saja yang melebih-lebihkan saking senangnya mendapat balasan. Kutanyakan beberapa hal, tentang beasiswa dan keadaan di kampusnya. Tidak banyak percakapan kami, tapi bagiku lebih dari cukup untuk memantapkan hati. Ditambah jawabannya yang ramah dan slowly semakin membuatku jatuh hati kepadanya (kepada kampus itu maksudku).
Dari DM ini aku sadar sebuah hal kecil, sebuah motivasi, atau mungkin juga masalah kemauan. Karena kemauan seseorang bergerak dan berjalan, karena kemauan dia tidak bisa berdiam diri. Lalu dia bangkit, bergerak, berjalan, dan melakukan sesuatu. Hingga di suatu titik berjalannya, dia temukan motivasi lain yang lebih lagi, yang membuat dia semakin yakin dan mantap mengejar apa-apa yang ingin dikejarnya.
keren gan
BalasHapustapi masih ada typo di gaji, tertulis gaii
paragraf pertama, baris ke-5 bagian kanan.
makasih gan
BalasHapus